Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Eleven

Soraru dan Mafu hanya bisa menunggu di beranda samping sementara Senra, istri Shima sedang mengobati Urata di dalam. Suasana di rumah itu jadi benar-benar hening karena hampir tak ada orang di sana.

Bulan malam itu sedang purnama, cahaya birunya memantul menyinari dua insan yang masih saling diam itu. Lalu Soraru berdiri, menatap rembulan yang berkilau di angkasa sana.

"Apa aku pernah bilang padamu?" ia membuka percakapan. Si gadis albino menoleh, menatap pemuda raven itu bingung. "Bilang apa?" tanya dia.

Soraru mengalihkan pandangannya dari bulan itu dan ganti menatap wajah Mafu yang masih diliputi kebingungan. Akhirnya dia bercerita, "Ini cuma mitos masa lalu, sih, kalau tidak salah ingat, orangtuaku sering menceritakan ini waktu aku masih kecil.

"Ada mitos kuno yang dipercaya Nighthawk. Jika Nighthawk di dunia ini habis, maka bulan akan berubah menjadi merah."

Sepasang mata ruby Mafu membulat. "Benarkah? Aku tidak pernah dengar. Memangnya kenapa warna bulan akan berubah jadi merah kalau tidak ada Nighthawk?"

Kali ini Soraru mengangkat bahunya. "Entahlah, aku tidak tahu. Tidak hanya itu. Katanya, selain mengubah bulan menjadi warna merah, bintang-bintang di langit juga akan menghilang."

Jeda sejenak, sebelum pemuda itu melanjutkan, "Entah mengapa aku mulai percaya kalau itu kenyataan."

"Kenapa kau berpikir begitu?"

Sambil melangkah mondar-mandir, Soraru membalas, "Kau sadar tidak? Bintang yang kau lihat setiap malam sekarang tidak sebanyak sepuluh tahun yang lalu atau mungkin, lebih lama lagi?"

Sambil tersentak, Mafu mulai memerhatikan langit. Benar juga, jumlah bintang yang ia lihat agak jarang bahkan mungkin bisa dihitung jari.

Setelah itu ia menatap Soraru. "Jaa, nanti kalau Soraru-san mati..."

Soraru berusaha menahan tawa, tapi akhirnya ia tak bisa. "Hei, jangan pesimis begitu, dong... Itu, kan, cuma mitos. Belum tentu benar, kan?"

Mendengar itu Mafu menggembungkan pipinya. "Huh! Kau sendiri makhluk mitos, Soraru-san! Orang awam tidak akan percaya kalau kau ada!"

Tawa Soraru mereda. Ia menyeka sudut matanya yang berair. Kemudian, pemuda itu menghela napas. "Ah, kau benar," ujarnya.

Tiba-tiba mereka berdua dikejutkan oleh kedatangan Senra. "Bagaimana keadaan Urata-san?" tanya Mafu refleks begitu melihat wanita itu datang. Senra tersenyum, "Jangan khawatir, keadaannya tidak begitu parah. Aku bisa mengatasinya."

Kemudian wanita itu menatap ke luar dengan cemas. "Kuharap mereka baik-baik saja..."

Sementara itu Luz masih sibuk bergelut dengan youkai mirip mumi yang membawa katana itu. Shima kadang membantu dengan beberapa mantra. Sementara Kashitaro, Amatsuki, dan Sakata hanya bisa melihat. Ya, shikigami seperti mereka tidak akan bertindak sembarangan tanpa perintah dari tuannya.

"Ugh! Makhluk itu tidak bisa diajak bernegosiasi!" gerutu Shima. Sejak tadi tonkaraton itu lebih memilih untuk melawan. Ini bakal sulit. Seperti yang Luz katakan, makhluk itu bukan berasal dari daerah ini.

Itu berarti, ada udang di balik batu.

Luz melompat menjauhi tonkaraton itu. "Dia bukan shikigami," kata Luz sambil terengah. Shima menyipitkan matanya. "Ini aneh," tanggap pria bersurai ungu itu, "kalau memang iya, mengapa makhluk itu tiba-tiba menyerang Urata?"

"Aku tidak tahu," Luz membalas, "yang jelas, makhluk ini tidak bertuan."

"Shima-sama!" panggil Sakata yang berlari kecil menghampiri mereka berdua.

"Saya rasa ada yang tidak beres. Perasaan saya tidak enak," ungkap gadis itu was-was. Shima mengernyitkan dahinya, "Apa maksudmu, Sakata?"

Gadis roh pohon prem itu menggeleng. "Entahlah. Tetapi firasat saya mengatakan... ada yang tidak beres terjadi di sini. Apa mungkin-!!"

"Kenapa? Sakata??"

Tak menjawab, Sakata justru berlari meninggalkan mereka. Luz hendak menyusul, tetapi tonkaraton itu kembali menyerangnya. Shima memanggil Sakata meminta penjelasan.

"Ada yang tidak beres," seru Sakata masih terus berlari," saya akan kembali!"

Soraru, Mafu, dan Senra masih berada di halaman samping ketika angin malam berhembus menimbulkan gemerisik dedaunan pohon. Beberapa kali mereka bisa mendengar suara ayakashi dari dalam hutan yang ada di hadapan mereka.

Mafu bergidik. Gadis itu agak merapat ke Senra. "Senra-san, apa... setiap malam memang seperti ini?"

Senra memasang mode siaga. "Tidak, biasanya tidak seberisik ini. Suara-suara itu tidak hanya berasal dari dalam hutan." Soraru juga ikut waspada. Ia membentengi Mafu dan Senra di belakangnya.

Terdengar suara langkah diseret. Ketiganya menoleh dan mendapati Urata tengah bersusah payah menyeret langkah mendatangi mereka.

"Urata, kamu sedang terluka, kan? Kenapa kemari?" tanya Senra panik. "Lari..." kata Urata sambil terengah.

"Ada apa, Urata?" tanya Soraru. "Lari! Di sini sudah tidak aman. Selagi sempat, kita harus lari dari sini!" Urata mengulangi perkataannya.

"Tapi, lari kemana?" tanya Mafu yang sudah ketakutan dari tadi.

"Kemanapun tak masalah! Untuk saat ini, kita harus pergi dari sini! Mereka sudah dekat!" tukas pemuda bermanik hijau itu cepat.

Soraru segera membantu Urata. Dan dengan langkah bergegas, mereka pergi dari tempat itu.

Selagi mereka kabur, Soraru berusaha menanyakan apa yang terjadi. "Urata, sebenarnya apa yang terjadi?"

"Aku juga tidak paham. Yang jelas, sosok yang menyerangku tadi sore itu hanya pengalih perhatian," jawab Urata. "Pengalih perhatian?" tanya Soraru tak paham.

Urata mengangguk. "Iya, pengalih perhatian. Dengan aku diserang, Luz dan Shima akan pergi dari rumah itu, bukan?"

Soraru terbelalak, "Jangan-jangan..."

"Bisa jadi, yang diincar mereka ada di rumah itu atau bahkan mereka mengincar kita."

Soraru terdiam. Tak lama pemuda itu menunduk. "Apa jangan-jangan... yang mereka incar adalah aku?"

"... jangan berkata begitu. Shima-sama punya banyak sekali rahasia penelitian yang pasti sangat diincar baik manusia maupun ayakashi. Entah itu metode penyembuhan, atau bahkan pemusnahan suatu golongan ayakashi," hibur Urata menenangkan.

Mafu segera menginterupsi. "Tapi, kalau begitu kita tak boleh meninggalkan rumah itu begitu saja, kan?" Urata tersenyum penuh arti. "Tenang saja," kata dia, "selama Sakata masih berdiri, semua rahasia penelitian Shima-sama tidak akan bocor kemana-mana."

Di tempat lain, akhirnya Luz bisa menangani tonkaraton yang cukup bandel itu. Harus Luz akui, makhluk itu cukup tangguh. Dia sampai kewalahan menghadapinya. Beruntung kini semua sudah beres.

"Luz," panggil Shima, "sepertinya sekarang aku mulai paham situasinya."

"Situasi apa?" tanya Luz sembari menyarungkan pedangnya. "Iya. Tadi, kan, Sakata tiba-tiba pergi. Dia tidak akan pergi tanpa alasan, bukan?

"Tubuhnya masih terhubung dengan pohon prem yang tertanam di belakang rumahku. Pohon itu kugunakan sebagai kekkai yang melindungi seluruh hasil penelitianku. Jadi selama pohon itu masih berdiri, hasil penelitianku tidak akan terlihat oleh mata orang-orang yang punya niat jahat."

Luz tampak terkejut. "Aku baru tahu ada metode seperti itu," ujarnya. "Ya, memang aku yang menemukan metode itu sendiri. Tidak ada yang tahu selain aku. Selain itu, Sakata juga bisa merasakan kalau-kalau ada bahaya yang mendekati rumahku," tanggap Shima enteng.

Luz berpikir sejenak. Setelah sadar apa yang terjadi, dia berjalan menjauhi Shima. "Luz?" Shima bertanya heran. "Kita harus kembali," balas Luz cepat, "berdasarkan ceritamu tadi, Sakata pasti mendeteksi bahaya mendekat ke rumah itu, kan? Kita harus bergegas!"

Shima tersenyum. Ia maklum karena Luz memang terkenal sebagai jenius.

Sementara Sakata yang baru saja sampai ke rumah terkejut. Keadaan porak-poranda. Seisi rumah telah diobrak-abrik. Dan yang lebih mengerikan, tak ada orang disana.

Gadis itu terduduk lemas. Ia sudah berusaha, tetapi tidak merasakan hawa keberadaan orang lain di sana. Terlebih ketika ia melihat ceceran darah di lantai. Rasanya gadis itu makin tersengat.

"...Ura-san!!!"

***

Ciyee... Yang baru dateng langsung digantungin... :)

Ehe, sepertinya Kafka akan mulai menggarap ff ini lagi.

Sampai ketenu next chapter, minna!

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro