Bab 16
Harusnya, begitu tau dirinya dipaksa melakukan ciuman. Hal yang harus Kristal lakukan adalah melawan orang, yang berani melakukan ciuman paksaan seperti ini. Namun anehnya, bukannya melawan, Kristal seperti menikmati ciuman ini.
Bukan itu saja, bahkan kini kedua tangan Kristal diarahkan oleh Juna, untuk mengalung nyaman pada leher kokoh pria itu. Membuat Kristal secara naluri, menarik leher Juna agar bibirnya lebih mudah menghisap mulut Juna.
Pikiran Kristal mulai tidak bisa berpikir jernih. Padahal, alarm dari dalam kepala cantiknya, terus saja berdering begitu keras. Namun, yang dilakukannya, justru Kristal membiarkan tubunya ditarik dalam dekapan Juna.
Baik Kristal maupun Juna, mereka saling berlomba mencari kenikmatan ciuman yang belum mereka dapatkan beberapa hari. Tangan Juna yang di bagian bawah, kini sudah menyusup masuk ke bagian bawah Kristal.
Emmhhh.
Desahan tertahan hampir saja menggema dari mulut Kristal , tatkala jari tengah nakal Juna sudah berani menyentuh bibir bawah Kristal. Kristal bisa merasakan, jari telunjuk sialan itu menggesek – gesek titik mungil yang biasanya disebut dengan clitoris. Sedangkan jari tengah Juna, sudah menerobos masuk ke dalam pintu gerbang istana mungil milik Kristal. Istana yang hanya pernah satu kali didatangi oleh sang petualang milik Juna.
"It is so wet, Luv," bisik Juna, ketika merasakan istana milik Kristal sudah sangat lembab.
"Itu karena kau memainkannya, bukan karena aku ingin," jawab Kristal, dengan nada sangat angkuh.
Melihat reaksi Kristal yang sekarang, mengingatkan Juna pada Kristal di malam pertama mereka. Wanita yang begitu berani, dan sangat angkuh seolah tubuhnya memiliki harga tertinggi. Sangat jauh berbeda ketika Kristal yang menjadi mahasiswa magang.
Sungguh, dari hati paling dalam, ada kesenangan tersendiri ketika Juna pada akhirnya bisa melihat sosok Kristal yang berani seperti ini. Meski Juna tidak mau mengakuinya, tapi perlahan dia merasa tertarik dengan Kristal.
"Kau yakin? Kalau begitu, apa kita harus berhenti di sini?" tantang Juna.
Kristal ingin memprotes ucapan Juna. Tapi getaran pada ponselnya tiba – tiba terasa dari dalam saku celana. Tangannya kemudian mendorong tubuh Juna, agar dirinya bisa lebih mudah menerima panggilan.
Adrian.
Satu nama tertera di layar ponselnya, Kristal juga bisa melihat kalau saat ini waktu sudah menunjukkan pukul 5 sore. Itu artinya, sebentar lagi Adrian akan datang untuk menjemput Kristal.
"Halo, Adrian ?" jawab Kristal. Mendengar nama bajingan yang berani mendekati mendekati Kristal, baru saja disebutkan. Juna pun tidak membiarkan begitu saja. Pria itu segera memeluk tubuh Kristal dari belakang.
Kemudian, rambut Kristal yang diikat, membuat Juna lebih mudah untuk membuat jejak di leher Kristal. Kecupan – kecupan itu berhasil membuat Kristal menutup kedua matanya. Wanita ini, menikmati sentuhan Juna yang terasa lembut.
"Kamu di mana? Masih di Telogorejo kan?" tanya Adrian.
"Iya. Ada pengecoran di sini, jadi aku harus mengawasi jalannya pekerjaan itu," balas Kristal menjelaskan keadaannya.
Tepat setelah mengatakan itu, Juna memutar tubuh Kristal menghadap dirinya. Pria itu kembali melumat habis bibir Kristal, memenjarakannya dalam ciuman yang begitu intens. Sampai Kristal hampir lupa dengan posisinya sekarang, yang sedang menerima panggilan.
"Oh gitu, terus nanti pulang jam berapa? Seperti biasa atau berubah?"
"Hm? Gimana Dri? Suara kamu nggak jelas," ucap Kristal yang tadi tidak begitu mendengarkan ucapan Adrian.
"Mau dijemput jam berapa Kristal," ulang Adrian.
"Ohhh. Iya nanti aku kabari kamu aja. Udah dulu ya," ucap Kristal yang terburu – buru.
Kristal mendorong tubuh Juna, menciptakan jarak di antara mereka. Kini tatapan Kristal berubah begitu tajam. Wanita itu marah, marah karena hampir saja dia mendesah saat menerima panggilan Adrian.
"Pak, sesuai dengan perintah bapak. Kalau kita akan bersikap profesional di jam kantor. Jadi tolong jangan lakukan hal ini lagi," pinta Kristal tegas.
Juna membenarkan kemejanya yang kusut karena tarikan dari Kristal. Berhadapan dengan Kristal yang memiliki emosional sebagai mahasiswa muda, tentu saja mengharuskan Juna untuk memiliki sikap sabar. Sebab, meski ucapan Kristal terdengar lancang, karena berani melawan Juna. Tapi, ucapan istri satu malamnya itu, memang ada benarnya juga. Terlebih lagi, Juna hampir saja akan melakukan hubungan itu di sini.
"Saya turun dulu, saya akan menemui Pak Arif dulu," ucap Kristal berpamitan.
Namun, meski hubungan mereka tidak jadi mengarah pada hubungan intim. Nyatanya, ada seseorang yang melihat kejadian itu. Orang yang bernama Dwi itu, bahkan sampai merekam kejadian itu.
"Dasar lonte!" batin Mbak Dwi pada Kristal.
***
"Loh Kristal kok sendiri? Kamu nggak ketemu Mbak Dwi tadi?" tanya Pak Arif.
Kristal baru saja sampai di lantai dasar. Dia bisa melihat Pak Arif yang baru saja mengambil foto uji slump beton, yang sekarang sedang dituang di lantai 5.
"Nggak, Pak. Memang ada apa?" balas Kristal yang tidak paham.
Pak Arif kemudian membawa Kristal sedikit menjauh dari pekerja – pekerja di sana. Pria itu menyimpan ponselnya lebih dulu, sebelum kemudian menatap ke arah Kristal.
"Ini tentang kopi kemarin," ucap Pak Arif.
"Kopi?" Ada gurat tanya dalam wajah Kristal.
"Mbak Dwi mengerjai kamu kan kemarin? Makanya, aku minta Mbak Dwi buat nyari kamu di lantai 5."
Lantai 5?
"Buat apa Pak? Kan masalah kemarin sudah selesai, saya juga sudah membeli kopinya," jelas Kristal.
"Nah, maka dari itu. Ini saya beri kamu uang, sebagai ganti kopi. Dan jika ada kejadian seperti kemarin, jangan sungkan untuk melapor sama saya," jelas Pak Arif.
Kristal melihat amplop putih, yang sepertinya nilai uang di dalam amplop itu, lumayan banyak.
"Tapi, Pak," ucap Kristal.
"Terima, Kristal. Kalau tidak, Pak Juna pasti akan memecat saya karena sudah membiarkan anak magang dikerjain oleh karyawannya," ucap Pak Arif.
"Kalau begitu makasih ya, Pak. Tapi tolong jangan diperpanjang, saya hanya mau menyelesaikan kegiatan magang saya dengan tenang, dan lancar."
"Sipp. Jadi setelah ini kamu bisa pulang, tuh sepertinya pacar kamu sudah nunggu," perintah Pak Arif.
Ucapan Pak Arif langsung membuat Kristal melihat ke arah parkiran. Ada seorang pria yang menaiki motor sport berwarna merah, pria itu tersenyum ke arah Kristal. Kemudian Kristal pun membungkuk sejenak, sebelum kemudian langsung pergi mendekati Adrian. Kristal berjalan cepat, setengah berlari untuk bisa lebih cepat sampai pada Adrian. Adrian memberikan helm pada Kristal.
"Nih tas kamu, tadi Novalia yang kasih," ucap Adrian.
"Novalia nggak ikut pulang?" tanya Kristal.
"Katanya, dia mau kasih pelajaran sama anak yang mengerjai kamu kemarin," ucap Adrian mengatakan ide Novalia.
"Yaudah, ayo jalan. Aku mau cepet selesai, biar bisa tidur besok," ucap Kristal yang sudah naik ke atas motor.
"Yakin mau langsung tidur?"
"Kenapa emang?"
"Aku mau ngajak mau jalan-jalan sebentar, sekalian mengisi daya tubuh kita," ucap Adrian yang ingin mengajak Kristal jalan – jalan.
"Syaratnya kamu harus traktir aku makan."
"Hahaha. Pegangan, Kristal."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro