Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

6

“Dik, bisa hubungi nama-nama ini? Bilang aja, mau minta kesaksian seputar kehidupan Maria sama ayahnya,” pinta Sammy. Data nama dan nomor itu diberikan pada Dika.

“Oke,” jawab Dika dengan memberikan ibu jari kanannya padanya.

“Suruh ke rumah sakit tempat Maria berada,” lanjut Sammy lekas pergi tak lupa membawa rubrik dan jaket kebesaran miliknya. Ia juga mengeluarkan ponsel miliknya dan mencoba menelepon Ren yang sekarang berada di rumah sakit.

Di tengah perjalanan keluar kantor, ada seseorang wanita berdiri membelakangi pintu masuk dan menghadap jalanan. Dia melihat ponselnya terus-menerus di depan pintu utama. Sammy tak menghiraukan orang itu, tapi keberadaannya mengganggu lalu lalang petugas.

Sammy tidak pernah melihat wanita itu sebelumnya, lalu berkata sopan agar orang itu segera pindah ke sisi lain, “Permisi.”

Wanita itu menoleh ke suara itu dengan menggunakan kacamata hitam, kemeja putih, setelan jas hitam, celana hitam, dan sepatu pantofel yang berwarna hitam juga. Bibir yang merah merona dengan sentuhan blush on pink pudar yang menyala di kedua pipinya. Rambut pendek model pixie wavy blonde menjadi sorotan mata. Sammy melaju setelah orang itu menyisihkan diri.

“Sam?” Wanita itu memanggil namanya. Sammy berhenti.

“Kamu Sammy, 'kan?” panggil wanita itu.

Sammy membalikkan badannya dengan tangan kanan yang masih memegang rubrik. “Siapa?” tanyanya sambil mengerutkan dahinya.

Wanita itu melepas kacamatanya. Diletakanlah kacamata itu pada belahan kemeja putih itu. “Ini, aku. Mira,” jawabnya dengan menyibak rambut yang menutupi mata ke belakang telinga.

“Mira?” Sammy bertanya-tanya akan kehadiran wanita itu.

“Iya, Samira Prameswari,” jawabnya antusias.

“Eh?” Sammy tertegun. Penampilan seperti itu bukanlah Mira yang ia kenal. Mira dulu memiliki rambut panjang dan tak sekalipun terlintas di benaknya untuk potong rambut, tapi sekarang ia memangkas rambutnya hingga sepanjang telinga. Penampilannya dulu sangat fashionable, sedangkan saat ini dia tertata lebih rapi dan atraktif.

Mira menatap wajah Sammy yang kebingungan. “Kenapa cuma ‘eh’ aja? Harusnya kan ‘how are you?’ atau ‘long time no see’,” ungkap Mira sambil menepuk bahu Sammy dengan wajah cerianya.

Sejenak jantung yang berada di dalam tubuh Sammy berdegup begitu kencang. Ia melihat keceriaan itu kembali pada masa lalu. Tapi, Sammy menghempas lamunannya itu. “Sorry, aku lagi sibuk.” Sammy membalikkan badan dan menuruni tangga. Meninggalkan Mira dan menuju parkiran mobil. Membuka pintu mobil dan masuk di posisi driver.

Sammy menghela napas dalam-dalam. “Mengapa kamu mengikutiku?!” tanyanya sedikit emosi sambil menoleh ke kursi penumpang di sebelahnya.

Mira duduk dengan santainya di sana. Menyilangkan kakinya dan mengenakan kacamata hitamnya kembali. “Eh? Kenapa? Gak boleh?” tanyanya sambil membuka pesan masuk di ponselnya dan menunjukkanya pada Sammy. “Nih, perintah Ren. Disuruh ikut kamu,” lanjutnya sambil menunjukkan pesan tersebut.

Damn. Keluh Sammy dalam hati. Dia menyalakan mobil dan melaju.

***

Hari melelahkan ini akan berakhir. Kepala Wawan mulai terasa pusing. Sangat penat melihat layar dari pagi hingga petang. Matanya lelah. Tangannya menahan kepalanya dan memijatnya perlahan pada area pelipis. Rekan sejawatnya mulai pergi meninggalkan kantor. Hanya segelintir saja yang masih bertahan di ruangan itu.

“Kamu gak pulang, Wan?” tanya Bernard yang sambil beres-beres.

“Bentar, dikit lagi,” jawabnya sambil terus memijat pelipisnya.

“Ya udah, kita balik dulu ya,” ucap Melisa yang mematikan komputer dan mencangklong tas sling miliknya.

Bernard masih berdiri disitu. Ia mengeluarkan sebotol kopi yang dibawa setelah makan siang tadi. “Nih, biar semangat ngedit dan nulisnya,” ujarnya sambil menaruh kopi rasa tiramisu di dekat layar komputer.

“Cabut dulu, bye!” lanjut Bernard melangkah pergi.

Thanks, tiati,” jawab Wawan kembali menghadap layar komputer dan melanjutkan pengetikan kembali.

Waktu demi waktu berlalu, bulan telah muncul di singgasananya. Lampu mulai redup dan hanya beberapa tempat saja yang masih menyala. Wawan merasa lelah, ia belum selesai. Lalu, ia mendengar musik yang entah darimana berbunyi. Musik yang membuat hati tentram. Suara gesekan biola mengiringi, gemericik air menjadi penenang kepeningan kepala, dan suara perempuan melantunkan nyanyian yang hanya berdasarkan pada huruf ‘a’. Hingga iringan musik tersebut membuat Wawan terlelap di tempat.

***

Ruangan kosong yang tidak di tempati oleh pasien sedang digunakan untuk tempat interogasi oleh Sammy, dan beberapa anggota kepolisian, serta tentu saja Mira. Mereka mendudukkan satu persatu orang-orang terdekat Maria dan melemparkan pertanyaan seputar kehidupannya.

Tangan seseorang yang menjadi saksi menunjuk terus pada Sammy. “Sudah saya beri tahu. Saya sudah tidak pernah menghubungi Maria setelah putus!” Teriak laki-laki dengan tampang garang dan geram yang dibaluti jenggot pada seluruh dagu dan setengah pipinya.

“Okay! Lalu, sebelum putus apa kalian punya masalah?” tanya Sammy sambil terus memantau mantan pacar Maria.

“Kami memang sudah tidak ada rasa saling suka beberapa bulan lalu. Kami lanjut pacaran karena kehendak orang tuanya,” jawab laki-laki yang bernama Hasan sambil terus memasang muka menyebalkan.

“Kehendak?” Sammy mengingat data yang ia baca. Ibunya meninggal sejak SMA dan terus diasuh oleh ayah sendirian. “Kalau boleh tau, apa ada konflik antara Maria dan ayahnya?” lanjut Sammy.

“Nggak ada. Maria orangnya penurut. Selalu menuruti kata ayahnya dan mengikuti keinginan ayahnya,” jawab Hasan. Hasan mencoba menggali lagi memorinya. Tiba-tiba ia mengingat pertengkaran besar Maria dan ayahnya.

“Ah, mereka pernah bertengkar karena kami emang mau pisah. Lalu, saya dan manager Pin pernah menemaninya ke klinik psikologi. Terus, Maria kena gejala depresi dan harus rutin buat ke psikiater,” ungkapnya.

Sammy membaca dan membandingkan jawaban-jawaban dari para saksi sebelumnya. “Kapan kejadiannya?”tanyanya.

“Saya putus dengannya bulan Maret sepertinya,” katanya sambil berusaha mengingat. “Tapi, beneran dah lupa kapan.”

Jawaban yang di terima dari seluruh saksi yang ada belum cukup mencapai kesimpulan yang ada. “Oke, terima kasih partisipasinya, nanti kalau ada pertanyaan lagi akan saya hubungi. Terima kasih,” ucapnya sambil berdiri. Anggota kepolisian mengarahkan saksi untuk keluar dari ruangan tersebut. Mereka berpapasan juga dengan Ren yang menuju ke ruangan itu.

“Gimana? Dia mau jawab?” Sammy mengeluarkan rubrik dan memainkannya.

“Dia masih bungkam. Tiba-tiba ketawa. Tiba-tiba diam. Tiba-tiba sedih. Tiba-tiba matanya kosong,” jawab Ren dengan mengeluarkan putung rokok dan korek api dari saku jaket di kanan. Secara reflek, Mira yang berdiam diri disitu menghentikan tindakan Ren.

“Ini rumah sakit,” bentaknya dengan suara kecil. “Kamu mau bikin orang sakit jadi mati?” sindir Mira.

Ren tertawa kecil dan mengembalikan putung rokok serta koreknya. “Tapi, tadi aku tanya dokter, katanya psikisnya agak sedikit kacau. Bisa jadi dari tingkah laku dan gejalanya kemungkinan besar dia sedang depresi,” celetuknya. Ia mencari tempat duduk. “Hanya saja, aku tidak paham kenapa dia bisa tertawa sebegitu bahagianya.”

Sammy yang masih bermain dengan rubriknya tiba-tiba teringat aktivitas instagram Maria Ananta. Dia me-review aplikasi Melty sebelum ia masuk dalam daftar pencarian.

Dalam review-nya dia mengatakan, Melty ini adalah aplikasi sosial media pada umumnya. Hanya saja fitur musik yang menjadi daya tarik mereka. Pada review yang digunakan oleh Maria Ananta mengatakan bahwa musik yang ia dengar pada saat itu adalah ungkapan isi hatinya. Beberapa hari yang ia alami seperti kegalauan, kebingungan, sedih, dan kecemasan. Semua musik yang ia dengar itu benar-benar seperti pengiring kehidupan. Lalu, disamping itu konten yang ia miliki seperti hampir semuanya itu adalah dirinya pada saat itu. Berbeda dengan sahabatnya. Di ponselnya, konten dan lagunya kebanyakan cinta dan penuh kasih karena pada saat me-review dia dalam keadaan asmara.

Saat me-review Maria berpendapat kalau aplikasi ini sangat biasanya dan bentuknya hampir seperti instagram ataupun twitter. Mereka memiliki beranda, profil, explore, trending, hot topic, dll. Di sisi lain, postingan yang terdapat pada beranda juga akan menunjukkan pada aktivitas yang disuka. Pendukung yang berpotensi adalah musik atau instrumen yang mengiringinya akan benar-benar mendukung suasana.

“Sepertinya kita berhenti disini terlebih dahulu,” kata Sammy sambil menutup map biru yang penuh dengan kertas jawaban.

“Iya, malam telah tiba. Besok, aku langsung mampir ke rumahmu Sam. Sekarang istirahat dulu, kalian semua. Kita buka kembali setelah malam terlewati,” perintah Ren pada seluruh anggota. Setelah mendengar komando dari detektif Ren, mereka beranjak pergi. Beberapa orang yang stay di rumah sakit da nada yang kembali ke rumah.

***

Malam mulai larut. Rumah Sammy sudah tidak bersuara. Ibu dan ayahnya sudah terlelap. Priski yang berada di kamarnya pun tidur dengan manisnya. Sammy berusaha memasuki rumah tanpa bersuara dan meminimalisir suara sedikit mungkin agar tidak membangunkan mereka.

Ia berjalan menuju dapur. Mencari makanan untuk di santap karena Sammy sebelumnya request ibunya untuk memasakkan tumis kacang panjang dan minuman sari kedelai. Makanan masih tersisa. Hal yang sudah menjadi kebiasaan di keluarganya. Menyisakan makanan untuk orang yang belum pulang. Di meja makan masih tersedia makanan lainnya juga. Sammy pun duduk dan menyantap makanan yang masih tersedia di dalam tudung saji tersebut.

Di tengah makannya, tiba-tiba wajah Mira yang baru saja ditemuinya terlintas di pikirannya. Sammy senyum-senyum sendiri melihatnya. Aura Mira begitu berbeda saat di bangku kuliah dan sekarang. Perubahan 180o membuat Sammy merasa berdebar di dalam hatinya. Penampilan yang begitu berbeda membuat hati Sammy bergejolak.

Benar kata orang, setelah menjadi mantan mereka menjadi lebih cantik. Pikiran Sammy mengatakan hal itu. Mendadak Sammy tersedak mengingat memori masa lampau yang menyennangkan hati. Ia pun menyelesaikan makanannya dan mencoba melelapkan diri dari hari yang melelahkan.

***

Langit dengan warna biru muda dengan percikan awan putih yang menghiasi indahnya hari. Lukisan alam yang menyambut awal pagimu dengan indah. Udara dingin merasuk hidung dan menyegarkan paru-paru. Namun, suara berita dari layar tv memecah suasana. Pemberitaan kasus bunuh diri lagi meningkat dari 2% menjadi 4%. Tidak hanya itu tingkat kejahatan sudah merajalela akhir-akhir ini. Banyak mayat ditemukan di tempat tidak terduga oleh warga sekitar. Tidak hanya di Kota Jakarta, tapi kota-kota lainnya juga menemukan keterkejutan yang sejenis, seperti di wilayah ibu kota.

Berita selanjutnya, aplikasi Melty itu dirasa tidak baik secara penggunaan. Banyak yang mengatakan kontennya mengarah ke negatif, buruk, jelek, dan mengandung banyak hal yang tidak relevan. Namun, sebagian orang mengatakan bahwa tidak semua isi yang dikandung oleh Melty itu buruk. Bahkan, isinya sangat menyenangkan dan memotivasi.

Tidak lain, dari kaum milenial juga mengatakan, memang isi yang berada pada beranda itu layaknya isi kepala, suasana, atau bahkan alat pikir penggunanya. Jadi jangan salahkan aplikasinya. Namun salahkan penggunanya.

Berita hangat itu trending topic di Tweety dari angka lima puluhan menjadi empat puluhan.

Sedangkan pada berita selanjutnya, Melty saat ini sedang ditelusuri oleh KPK terkait kasus korupsi. KPK itu sendiri menjalankan penelusuran tanpa surat perintah yang legal. Gavin sang kepala Direktorat Penyelidikan KPK terus melanjutkan investigasi. Tindakan ini dirasa tidak patut karena kelegalitasan dalam penanganann kasus ini tidak terlihat dan tidak pantas untuk dilakukan. Beberapa warganet juga angkat bicara di kolom komentar.

Gavin ketika mendengar berita itu langsung mengontak secara personil redaktur pelaksana Jawa Pos sekaligus redaktur pelaksana Jawa Televisi di mana tempat Wawan bekerja.

“Dyaksoo!” Dengan keras Gavin membuat Priski yang duduk manis di depan tv ketakutan dan berlari ke arah ibunya.

“Apa maksudmu menyebar berita seperti itu?” Amarah Gavin tak terbantah. Suara lantang nan mencekam itu membuat ruang keluarga itu tercekik. Sammy mendengar ayahnya berteriak penuh dengan rasa marah. Dia bersegera untuk memakai kaosnya dan keluar menuju sumber suara.

“Hey, Vin. Calm down! Aku bisa menjelas—“ Dyakso belum menyelesaikan kalimatnya, namun Gavin memotong percakapan.

“Apa? Apa yang mau kamu jelaskan? Semua berita itu, tidak ada izin dariku,” teriaknya.

Sammy yang keluar dari kamarnya dengan rambut acak-acakan serta menggunakan celana sepak bola dan kaos Manchester United kesukaannya bertanya pada ibunya, “Ayah kenapa, Bu?”

“Tadi, ada berita tentang kegiatan di kantor. Sepertinya, ada masalah. Ibu belum paham situasinya, Sam,” jawab Ibu yang terlihat cemas melihat Priski yang memeluk erat ibunya.

Sammy melirik Priski yang berada di pelukan ibunya. “Priski, sini ikut kakak yuk,” ucapnya dengan membuka kedua tangannya menghadap Priski. Anak perempuan dengan rambut panjangnya itu mengangguk mau dan berada dalam pelukan Sammy.

“Priski aku bawa ke belakang, bu,” ia berjalan pergi. Tiba-tiba ia teringat tentang perkataan Ren. “Bu, Ren nanti mau kesini. Mau tanya seputar kejadian lusa kemarin,” lanjutnya.

Sammy pun pergi ke belakang rumah dengan Priski.

____

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro