Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

17

"Berapa kali aku harusku katakan pada kalian? Aku tidak ngerti soal Melty sama sekali!" bantah orang itu. Dios dan Ocha terus memancing pertanyaan, tetapi tidak satu pun jawaban yang diinginkan keluar dari mulutnya.

Di luar ruangan dengan kaca satu arah yang hanya bisa dilihat dari luar. Gavin, Ren, Sammy, Joko dan Dimas memantau dari situ.

"Kenapa dia masih tidak mengaku?" gerutu Joko mulai kesal.

Sammy menyadari tingkahnya semenjak perubahan sikapnya di klinik. Dia harus menunggu dan mengandalkan Mira untuk datang dengan membawa seseorang yang berpengaruh dalam kehidupan orang ini. Supaya orang bernama Jyana segera membuka mulut.

***

Hari mulai menyapa petang. Mereka hanya jalan di tempat. Hingga rasa lelah datang, akhirnya memutuskan untuk beristirahat sejenak. Tersangka juga diistirahatkan di ruangan tersebut dan diberi makan juga.

"Kenapa bisa wajahku terpampang di tv sih?" tanya Sammy penasaran.

Seluruh orang yang berdiskusi di rumah sakit menoleh pada Gavin. Semua akal ini memang adalah rencana Gavin. Karena mereka menatapnya, tak ada pilihan lain selain bercerita.

"Aku menyuruh Nambo untuk menyebar ke beberapa media untuk mengejarmu," kata ayahnya.

"Kenapa?"

"Biar polisi yang lain terpancing buat mengejar dan mengikutimu. Kan, pas di rumah kamu mau ngejar pelaku," jawab Ayah.

"Kenapa tidak langsung berita Jyana saja?" tanya Sammy.

"Dari caranya Jyana itu cerdas. Lihat aja, sekarang dia kabur sembunyi dibalik jati diri yang lain. Kalau nyebar wajahnya di media elektronik. Dia malah sembunyi secara fisik bukan secara mental," jawab Ayah lagi.

"Alasan Ayah tidak masuk akal," tegas Sammy. "Bukankah seharusnya sama aja."

"Beda," sahut Ocha. "Orang jahat itu secara fisik, dia bisa sembunyi di manapun. Yang penting dirinya sebisa mungkin tidak tertangkap. Sedangkan saat ini, fisiknya ada. Hanya tinggal memancing keluarnya sosok dibalik pribadi lain itu. Kita hanya bisa menunggu Mira."

"Oh, begitu," balas Sammy. "Tapi, Ayah kejam. Kenapa harus aku yang dijadikan berita buronan. Namaku jadi jelek."

"Soal itu gampang, biar aku yang urus," sahut Ocha.

Saat mereka tengah makan, Mira datang dengan Ana dan membawa wanita separuh baya. Lani Ardila, wanita itu adalah salah seorang psikiater pribadi Reski Pratama hingga dua tahun silam. Dia datang karena mendapatkan surat kepolisian serta penanganan untuk memancing Jyana keluar. Mau tak mau dia harus mencobanya.

Reski Pratama dihadapkan oleh Lani. Sedangkan Ocha dan Dios menunggu dibelakang Reski kalau-kalau terjadi sesuatu.

Percakapan mereka ringan, menanyakan seputar kabar, keadaan, dan karir. Hingga pada titik tertentu, mereka dipancing oleh Lian, "Bagaimana kabar orang tua kalian?"

Orang itu langsung berdiam. Ekspresi wajahnya kaku. Tiba-tiba terjadi perhelatan dari ekspresi miliknya. Jika melihatnya secara langsung, dia benar-benar aktor unggulan.

"Itu salahmu, Reski!"

"Yang membuat gas itu bocor, kan, kamu, Pratama!"

"Tidak! Kalau kamu tidak melakukan hal aneh, gas itu juga gak akan pernah bocor!"

"Apa kamu bilang!? Jadi kamu nyalahin aku?"

Dalam satu tubuh itu, mereka bertengkar hebat. Dia bertengkar dengan pribadi itu sendiri. Ocha dan Dios mencoba untuk menghentikan tingkah laku yang gak jelas itu, tapi di hentikan oleh Lani dengan tangannya. Tanda untuk tidak ikut campur jika mereka menginginkan Jyana keluar dari tubuh itu.

"Jadi kenapa kalian tidak memaafkan satu sama lain?" ucap Lani.

"Hah? Memaafkannya? Tidak sudi!" balasnya.

Setelah berkata begitu, dosen psikolog itu terdiam cukup lama dengan menundukkan kepalanya. Mengeluh dengan kepalanya yang sakit, dia membangkitkan kepalanya. Dilihatnya wajah wanita tua yang ada di hadapannya.

"Wah, wah, Nenek kriput ini turut ikut campur juga ya?"

Jyana sosok pembuat aplikasi itu muncul. Tatapannya yang dingin, membuat Lani gemetaran. Cukup ditakuti saat menghadapi pribadi itu.

Matanya memandang di sekitar tempat. Kotak kecil dan dua cecunguk polisi berjaga di belakang.

"Wahahahahahaha! Tertangkap juga aku," ucapnya dengan tertawa. "Kayaknya, gara-gara Nenek tua ini ya?"

"Itu dia!" cetus Sammy yang menatap dari kaca satu arah.

"Jadi dia Jyana? Tapi, terlihat sama," ungkap Mira.

"Memang, tapi cara bicaranya saja udah kelihatan beda banget," sahut Sammy.

Jyana yang sudah memahami situasi tersebut bertanya, "Jadi ... Aku mau diapakan?"

Dios yang berada di belakangnya langsung menyambar, "Apa tujuanmu sebenarnya?"

Melirik seorang polisi yang bertanya itu, dia berhembus napas remeh. Dia tidak ingin menjawab pertanyaan dari seseorang yang di matanya terlihat sok ikut berpartisipasi. Ia meledeknya, "Heh, orang sepertimu kenapa mengulik tentang sebuah tujuan? Tujuanmu sendiri buat apa disini? Gaji buta?"

"Kurang ajar." Dios mengangkat kepalan tangannya dan berniat untuk menghantam orang itu. Namun, dihentikan oleh Ocha.

"Jadi, apa tujuanmu?" Ocha mengulang pertanyaan Dios.

Saat suara tegas itu bersuara, dia menjawab, "Wah, si manis tangguh juga."

Ocha menahan emosi agar tidak bertindak sembrono.

"Aku benci manusia!" lanjut Jyana. "Kalian pasti mengerti kan?"

"Dunia ini sudah busuk. Isinya para penjahat, kriminal, pendosa, dan kepalsuan semata," tukas Jyana.

Beberapa detik kemudian, dia memejamkan matanya dan tersenyum, "Petugas keadilan seperti kalian harusnya berterima kasih padaku, tanpa turun tangan aku membantu pekerjaan kalian. Mengurangi jumlah kejahatan dengan membunuh mereka satu per satu."

"Aku juga sudah menjelaskannya pada Sammy." Liriknya pada sebuah kaca yang tidak terlihat dari dalam. Mereka yang berada di satu ruangan dengan Sammy menatapnya.

"Mungkin akan aku tambahkan. Mengurangi orang-orang toxic di sekitar kita adalah cara mujarab untuk menciptakan dunia penuh kedamaian," lanjutnya.

Sammy tak kuat untuk berdiri saja di sana. Dia langsung menuju ruangan tersebut dan masuk. Spontan dia berucap, "Pemikiranmu yang terlalu idealis itu membunuh dirimu sendiri."

"Tak apa, yang penting dunia ini kembali tentram tak masalah aku dengan diriku."

"Lalu, bagaimana dengan Reski dan Jyana yang ada pada tubuhmu? Kamu mengorbankan mereka juga?" Sammy jadi terpancing.

"Oh, mereka? Aku tak peduli dengan mereka. Mereka hanyalah bidakku untuk menciptakan dunia yang sempurna."

"Tidak ada satu pun yang sempurna di dunia ini, Jyana."

Lani, psikiaternya mengeluarkan suara. "Aku pernah mengatakannya padamu. Kamu pun tak sempurna. Tubuhmu yang terbagi atas tiga pribadi itu tidak sempurna. Tingkahmu benar-benar kelewat batas. Sudah berapa jiwa yang kanu renggut demi keegoisanmu semata? Kamu pun sendiri terjebak dalam kejahatan itu sendiri."

Jyana tak peduli dengan perkataan nenek tua itu. Dia sudah sangat bangga dengan caranya sendiri. Tanpa ambil pusing, mereka melanjutkan interogasi padanya. Dia mengungkapkan semua yang telah diucapkan persis saat bersama Sammy.

***

Empat hari terlewati, proses penyelidikan masih berlanjut. Seluruh orang yang terlibat kasus ini ambil adil untuk membantu permasalahan. Mereka juga manusia, butuh untuk bernapas juga.

"Ren, aku ke rumah sakit dulu ya," kata Sammy di pintu keluar kantor.

"Mau jenguk Wawan?"

Sammy mengangguk.

"Yaudah, titip salam, ya. Semoga dia cepat sembuh," ungkap Ren.

"Melek saja belum, tidak bisa kukasih salam. Nanti salam sendiri aja langsung. Haha," gurau Sammy.

"Woe! Nyawa orang tuh, ya, didoain biar cepet sembut. Apa salahnya juga kalo orangnya belum bisa melek," ucap Ren.

Sammy tertawa dan meninggalkan kantor. Ocha yang melihat langsung mendekati Ren. "Gimana itu anak? Kayaknya tidak perlu mengurusi penelitiannya buat lulus," candanya.

"Tergantung kampusnya. Haha. Kasus berat yang mengaitkannya dengan banyak nyawa, harusnya bisa diringankan. Prestasi yang memukau untuk anak magang seumurannya."

Tatapan Ren masih fokus langkah Sammy hingga dia pergi dari tempat parkir dengan mobilnya. "Ayo, fokus kerja sana. Jangan hanya melamun di sini segala!"

"Bapak sendiri juga ngapain di sini?" balas Ocha.

"Beberapa hari lagi aku, kan, pensiun. Hahaha, aku malas banget nanganin kasus. Kepala sudah seperti mau meledak." Melewati Ocha yang masih berdiri di sana.

"Ih, Pak Ren! Jangan gitu dong!"

Mereka berdua masuk lagi ke dalam kantor.

***

Di rumah sakit, Wawan masih belum sadar dari koma. Butuh niat yang kuat dari dirinya sendiri untuk bangkit. Orangtuanya dan Linda sabar menanti kehadiran laki-laki itu. Mereka bergantian menjaganya.

"Tante pulang dulu ya, Lin," ucap ibu Wawan.

"Iya, Tante. Linda jaga Wawan kok."

Wanita itu mengambil tas jinjingnya dan membuka pintu. Berpapasan dengan Sammy. Mereka berdua hanya mengangguk saat bertemu. Ditutupnya kembali pintu itu oleh Sammy.

"Gimana, Lin?"

"Masih belum sadar, Sam. Kita juga tidak tau kapan dia bisa bangun," cemas Linda.

Sammy melihat kekhawatiran diwajahnya. Rasa bersalah selalu mengerubunginya, "Maaf ya, Lin."

Linda langsung menoleh, "Sam, Sam, sudah berapa kali kamu ke sini untuk meminta maaf? Itu semua juga bukan salahmu."

Saat mereka berdua berbincang, Wawan sudah mampu menggerak-gerakkan jarinya sedikit demi sedikit. Lekas, Sammy mendekat dan memberitahu gerakan kecil itu pada Linda. Mereka cukup senang. Memanggil namanya terus dan menyuruhnya untuk bangkit. Gerakannya makin besar, hingga matanya terbuka perlahan.

Linda segera memanggil dokter dengan menekan bel yang ada di atas keranjang tidur. Dia masih belum bisa berbicara, tapi bisa merespon panggilan dua orang terdekatnya.

Setelah dokter tiba dan memeriksanya, dia berkata, "Istirahat dulu, jangan lakukan hal berlebihan."

"Tolong, sebisa mungkin jangan keluar dari tempat tidurnya," lanjut sang dokter.

Linda mengangguk sekuat tenaga. Dokter serta suster yang merawatnya bergegas pergi. Sammy langsung mendekat pada sahabatnya itu.

"Yo! Masih hidup aja ternyata," guraunya.

Wawan terkikik pelan, "Tidak lucu kali, Sam." Setelah membalas candaannya, Wawan langsung menundukkan kepala. Wajahnya terlihat menyesal.

"Sorry."

Kata itu keluar dari mulut Wawan. Sammy dan Linda saling tatap. Tak mengerti maksudnya. "Sorry. Kayaknya, aku ngrepotin banget."

"Gak perlu minta maaf, kamu lagi ditunggu banyak orang buat menyatakan kesaksianmu. Saat ini kamu juga dalam pengawasan ketat kepolisian. Ucapin maaf dan terimakasihnya nanti aja. Sembuh aja dulu," jelas Sammy.

"Apa perlu aku patahin seluruh tubuhmu biar sembuh langsung bisa berdampingan sama yang diatas?"

Wawan membalasnya dengan cengengesan.

***

Setelah beberapa hari, Nambo yang cukup mengetahui aplikasi itu turut membantu tim IT polisi untuk mengutak-atik seluk beluk aplikasi itu. Ditemukan 326 jiwa yang telah melayang selama beberapa bulan terakhir setelah peluncuran aplikasi itu. Mereka berusaha keras untuk me-nonaktifkan aplikasi itu dan mencabut hak cipta aplikasi agar korban tidak bertambah. Pemerintah yang bekerjasama dengannya juga diselidiki lebih lanjut oleh KPK dan kepolisian.

Pernyataan Wawan terkait bagaimana dia bisa ikut campur hal tersebut karena disuruh oleh Dyaksoo. Nyawa, jabatan, bahkan orang terdekat bisa terancam olehnya. Lalu, tentang dia yang menulis sebuah artikel tentang Gavin adalah salah satu permainan yang dilakukan oleh Dyaksoo. Dyaksoo juga mengaku karena itu adalah salah satu cara untuk menurunkan orang yang kuat dengan menggunakan media.

Wawan dibebaskan dari tuduhan. Dyaksoo dijatuhi hukuman penjara seumur hidup. Ana dan Mulry dibebaskan bersyarat dengan pengawasan ketat pada kerjanya tiap hari. Jyana dijatuhi hukuman berat dengan penjara seumur hidup. Reski dan Pratama awalnya sangat menolak, tetapi karena orang bernama Jyana itu telah berulah mereka menurut dan dibawa ke penjara dengan rehabilitasi yang tinggi.

Media juga memberitakan tentang sosok Sammy yang mampu mengungkap sebuah kasus ini dengan baik. Pencapaian yang baik untuk seorang anak magang. Walau sebenarnya ada tindakan dari keputusan Sammy yang untungnya tidak diberitakan. Mira juga sudah melapor pada negara studinya tentang masalah ini. Mereka segera bertindak untuk membersihkan nama perusahaannya sendiri dan menangkap pelaku penyeludupan transaksi senjata yang masih dalam tahap perkembangan. Karena semester break-nya sudah hampir habis, dia harus kembali juga kesana untuk belajar dan membantu mereka.

"Sam, jangan kangen aku, ya!" teriak Mira sambil pergi keluar kamar inap rumah sakit.

"Apaan sih, cewek itu." Tetap saja Sammy hanya tenang tanpa membawa perasaan menghadapi perempuan yang sudah tak dihatinya.

"Hahaha. Kalian berdua masih aja kayak dulu," kata Wawan.

"Apa?"

Di ruangan kamar inap rumah sakit. Dua sahabat itu saling menatap. Mereka berdua saling membalas senyum. Tanpa tahu alasan apapun, mereka berdua tertawa di dalam ruangan itu dengan keras.

"Apa aku harus melibatkanmu lagi dalam kasusku selanjutnya?" tanya Sammy.

"Jangankan kasus, pernikahan, bahkan kematianmu pun kau harus melibatkanku," balas Wawan dengan memegang perutnya yang kram karena tertawa.

Mereka berdua terus tertawa tanpa peduli jika tempat itu adalah rumah sakit.

-Tamat -

_____

Terima kasih telah mengikuti kisah ini. 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro