Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

16

Setelah lolos dari kejaran polisi kedua mobil itu malah menemukan jalan buntu.

“Ya, segeralah kemari. Rekan kerja pelaku tertangkap.” Telepon itu langsung dimatikan oleh Mira dari dalam mobil. Dia keluar serta mengenakan sarung tangan. Mendekatkan diri dan menodongkan senjatanya pada kaca. Meminta pengemudi perempuan itu untuk membuka pintu.

Mira menahan Ana yang sudah tidak berkutik di tempat. Mengeluarkannya dari mobil dan memborgol kedua tangannya di tiang listrik terdekat. Setelahnya mobil itu segera digeledah dan mengambil revolver yang ada. Dia tak habis pikir kenapa senjata yang masih dalam tahap penyempurnaan ini bisa di tangan mereka.

“Apa tujuanmu membeli barang-barang yang masih dalam proses pengerjaan?” tanya Mira sambil membungkus barang bukti dengan kantong plastik.

Ana tidak menjawab, sementara Mira masih menggeledah tempat itu. Ana yang merasa dirinya sudah tak lagi aman langsung berbicara, “Sis, lagi ada di penangkapan Jyana, ya?”

Mira berhenti sejenak dari aktivitasnya dan keluar dari mobil. Menyandarkan tubuhnya di pintu belakang yang masih tertutup. Kedua tangan disilangkan.“Aku bertanya lebih dulu kenapa malah kamu yang mengajukan pertanyaan?” Wajah Mira jadi terlihat lebih garang terhadap tawanan itu.

“Tolong, pinjam HP-mu,” pinta Ana tiba-tiba.

Mira berteriak dengan tegas, “Tidak! Untuk apa? Memanggil bantuan?” Matanya melotot pada orang itu.

“Tidak, bukan itu. Aku lebih membutuhkan bantuanmu,” ungkap Ana.

Raut wajahnya memelas seperti seekor kucing yang meminta makanan sisa pada penjaga warung. Mira tidak menuruti satu kata pun permintaannya hingga mobil polisi terdekat sudah tiba di tempat mereka berdua berada.

Ana tak henti-hentinya memohon padanya. Untuk sesama perempuan, akhirnya Mira mencoba mendengarkan permintaannya sebelum para polisi itu mendekati mereka berdua.

“Bicaralah, atau tidak sama sekali!” kata Mira padanya.

Ana tersenyum cerah. Tanpa berkata apa-apa lagi dia membuka mulutnya, “Tangkap Jyana secepatnya. Sebelum orang-orang itu mati.”

Perempuan berbaju serba hitam dan kacamata yang tersangkut di poninya memandang rekan Jyana dengan wajah datar. Mengapa rekannya sendiri menginginkan Jyana ditangkap? Batin Mira. Para polisi setempat lekas melepas borgol yang melingkar pada tiang listrik itu dan membawa wanita itu.

“Sekaligus, jangan dekatkan aku dengan ponselku,” teriak Ana. Polisi yang menggiringnya memaksa kepalanya untuk masuk ke dalam mobil.

“Terima kasih atas kerjasamanya, Mira,” kata kepala polisi setempat. “Omong-omong, kenapa bisa temanmu tega membunuh orang-orang ini?”

Mira yang memeriksa mobil itu mengambil ponsel yang dimaksud Ana. Sambil mengamankannya dia membalas tidak mengerti. “Maksudmu?”

“Temanmu, Sammy jadi tersangka atas kematian banyak orang akhir-akhir ini.”

“Ha?” Mira terkejut saat mendengar berita ini sampai kepalanya terbentur pintu mobil. “Maksudnya?”

“Kamu belum melihat beritanya? Sammy dikejar-kejar kawanan polisi lain. Berita itu barusan terbit.” Kepala polisi itu menjelaskan bagaimana Sammy bisa menjadi target seluruh kota Jakarta.

***

Jyana tak berkutik saat dia ditodong pistol dari belakang.

“Gimana kabarmu, nak?” tanyanya pada Sammy.

“Pak Joko!” sapa Sammy dari tempatnya berdiri.

“Hai,” balas Joko.

“Jalan!” teriak seseorang dari balik tembok. Mulry yang bersembunyi juga ditodong senjata oleh orang lain. Mereka berdua keluar dari tempat itu.

Sammy melirik sumber suara tersebut. “Pak Dimas!” teriaknya lagi.

“Yo, Sam!” Dimas melambaikan tangan satunya pada Sammy.

“Bagaimana kalian bisa mengetahui tempat ini?” tanya Sammy.

Joko mengambil sesuatu dari saku celananya dan mengangkatnya. Layar ponsel menunjukkan sebuah lokasi saat ini. “Adikmu cerdas sekali, dia mengirim lokasi tepat saat kami dekat dengan daerah ini,” jelas Joko. “Kami juga disuruh ayahmu buat mengikutimu.”

“Kita udah di area sekitar sini sebelum kamu datang. Lalu pas kamu pisah sama Mira, kita juga mengikutimu dari belakang,” kata Dimas menjelaskan tentang keberadaan mereka.

Kali ini Sammy terselamatkan oleh mereka berdua. Sujud syukur patut dilakukan, tetapi tidak memungkinkan jika dilakukan saat ini. Keadaan benar-benar kritis.

“Wah, wah, kenapa tidak menyenangkan sama sekali rumahku ini. Aku jadi tidak dapat bergerak bebas di rumah sendiri.” Senyum tipis terlihat dari wajah Jyana.

“Tempat untuk bermain sudah selesai. Saatnya kamu ikut kami ke kantor polisi,” jelas Joko.

“Okay, okay. Tapoi, kalian tidak akan pernah bisa menangkapku. Sepertinya aku harus kabur. Selamat jalan,” kata Jyana.

Jyana memejamkan mata beberapa detik dan kembali terbuka. Dia mengerutkan dahinya dengan wajah-wajah asing yang terlihat. Seorang bocah yang berdiri tegang di depan mata. Adiknya yang ditodong oleh senjata, dan dirinya sendiri juga sedang dalam posisi yang sangat sulit dipercaya. Lalu, saat melihat ada senjata di genggaman tangannya, dia terkejut dan membuangnya jauh-jauh. Kebingungan terlihat dari waut wajah orang itu.

“Siapa kalian?” teriaknya, “Kenapa kalian ada dirumahku? Mau apa kalian?”

Mulry yang sedari tadi ketakutan tiba-tiba berteriak dengan ceria, “Kak Reskii!”

Reski?, gumam Sammy.

Saat Mulry memanggil, orang itu membalas, “Dik! Ini kenapa orang-orang asing ini ada di tempat kita? Siapa mereka? Kenapa mereka membawa senjata? Terus kenapa ada senjata yang aku pegang?” Pertanyaan beruntun tak berhenti keluar dari mulutnya.

“Jangan berlagak tak mengerti situasi ini, bangsat!” Joko berteriak jengkel padanya dengan terus mengarahkan pistol api itu pada wajahnya.

“Dengar! Aku benar-benar tidak paham dengan apa yang kalian bicarakan!” balasnya, “Kalianlah yang tidak mengerti. Tidak punya sopan santun sama sekali! Menodong orang di rumahnya sendiri dengan sembarangan!”

Joko tak bisa menahan amarahnya. Dia mendorong, hingga orang itu jatuh ke tanah dan segera melancarkan pistol. Sammy melihat pergerakan Joko yang terpancing.

“Tunggu, Pak Joko!” Teriakan Sammy menghentikan aksi Joko. “Mulry memanggilmu Reski?” tanya Sammy untuk memastikan pendengarannya tidak salah.

“Iya, aku Reski! Kenapa?” Suara yang keluar dari orang itu sangat tegas. Tidak ada keraguan. Hanya keyakinan yang terdengar Jyana.

Tidak salah lagi. Dia mengambil kesimpulan jika kata ‘kabur’ yang dimaksud Jyana adalah bukan kabur secara fisik, tetapi kabur secara pikiran. Orang yang ada pada tubuh itu adalah Reski bukan Jyana. Membuat dirinya hilang dan memunculkan sosok Reski benar-benar tindakan pengecut. Tidak berani menghadapi masalah yang dia munculkan karena perilakunya sendiri dan mengatasnamakan orang lain untuk menerima akibatnya. Walau satu tubuh tetap saja, kepribadian seperti itu bukanlah tindakan lelaki jantan.

“Coba kenalkan dirimu, Reski,” pinta Sammy.

“Apa? Sebelum bertanya, kamu harus perkenalkan dirimu sendiri terlebih dahulu. Tata cara yang wajib pada saat berkenalan,” balas Reski dengan menggeram dengan tubuh yang tertindih oleh Joko.

“Okay, aku Sammy August Frans, mahasiswa S2 Kriminologi. Yang sedang menahanmu itu adalah Joko dan di sana yang sedang menodongkan senjata pada adikmu adalah Dimas. Mereka berdua adalah anggota KPK,” sapa Sammy dengan sopan.

“Ha? Aku tidak ikut campur permasalahan korupsi negara! Kenapa aku terikat sama kalian,” kata Reski.

Dia pikir dia telah melakukan sesuatu pada uang negara. Makanya dia tidak terima jika dirinya dituduh tanpa bukti.

“Sudah jawab saja pertanyaan, Sammy!” Joko memaksa. Reski hanya menggertakkan giginya saja.

“Reski Pratama Jyana, seorang psikolog dan dosen Psikologi. Sudah, puas?” Rasa tidak lega turut mengikuti.

“Di mana Pratama?” Sammy mencoba memancingnya dalam berbagai pertanyaan.

“Pratama? Dia masih keluar kota. Kau kenalannya?” tanya Reski balik.

“Kalau Jyana?”

Seketika tubuh Reski diam. Tidak berkutik. Badannya bergetar seperti orang yang menggigil karena kedinginan.

Matanya tak berkedip sangat lama. Keringat mengucur dari tubuhnya. Sosok orang yang ketakutan terlihat jelas dari ekspresi wajah itu.

“Jy… Jyana… Siapa dia? Aku tidak mengenalnya.” Sangat terlihat sekali dari wajahnya jika dia mengenal nama itu dan bermaksud menyembunyikannya.

“Pak Joko, Pak Dimas, turunkan senjata kalian,” kata Sammy.

“Loh? Sam? Kenapa? Akan bahaya bila dia dilepas gitu aja,” sangkal Joko.

“Dilonggarkan saja penjagaannya, lalu tetap dibawa ke kantor buat interogasi lebih lanjut,” pinta Sammy tegas.

Dimas dan Joko melonggarkan pengamatannya pada kedua orang itu. Digiringlah mereka berlima menuju pintu keluar. Ternyata, kawanan polisi lainnya juga sudah berkumpul di sana. Bala bantuan telah datang. Namun, kegembiraan saat mereka datang tidak berlangsung lama.

“Sammy August Frans, angkat tangan!” Salah seorang polisi dengan perlengkapan lengkap buka suara.

Seorang mahasiswa yang tidak mengerti apa pun langsung kebingungan dengan tindakan polisi itu. “Apa? Aku tidak salah dengar kan?”

“Angkat tangan!” Polisi itu tidak mempedulikan pertanyaan Sammy. Dengan terpaksa, dia mengangkat kedua tangannya tanpa mengerti situasi sebenarnya.

“Kalian berempat juga!”

Mereka semua hanya menurut. Saat polisi sudah mengamankan mereka, Mira datang menghentikan tindakan polisi itu. Namun, sia-sia. Orang-orang dengan baju lapangan itu tak menghiraukan kedatangannya.

Bahkan dianggap sebaga bualan belaka. Usaha yang dilakukannya percuma untuk menghentikan perintah yang telah dikomandokan. Seluruh unit pergi dari tempat itu.

***

Para wartawan pun sudah berkumpul di kantor pusat kepolisian kantor magang Sammy. melewati kerumunan manusia yang penuh dengan banyak pertanyaan. Tanpa mendapatkan jawaban dari kelima orang tersebut, mereka langsung masuk dan ditutup lagi oleh penjaga yang bertugas di depan pintu. Mereka bertemu Dyaksoo. Dia juga ditahan bersamaan dengan kelima orang yang dibawa oleh kepolisian Jakarta Selatan.

“Sepertinya, nasibmu juga jelek,” ucap Dyaksoo pada lelaki gundul yang dalam pengawasan.

Reski merasa tidak mengenal sosok itu. “Siapa kamu? Tidak usah sok kenal. Tidak tahu tata krama ya,” cetus Reski.

Dyaksoo tersenyum sinis, “Heeeehh, jadi setelah ketangkap pura-pura tidak kenal?” Sindiran halus itu ditujukan pada Reski.

“Aku tidak mengenalmu, jadi jangan anggap seolah-olah kita pernah bertemu sebelumnya.” Reski kesal saat melihat orang asing itu mendadak menyindirnya tanpa mengenal siapa Reski sebenarnya.

“Kalian berdua bisa diam, tidak?” teriak Dios. Dia berbicara dengan petugas disana.

Sammy melihat Ren juga ada di sana. Mata mereka bertemu dan pria tua bangka itu mengerti sinyal anak didiknya itu. Menapakkan kaki ke depan Sammy.

“Kenapa aku juga ikutan ditangkap?” bisik Sammy.

Ren yang terus berjalan mengatakan, “Aku pernah bilang, jika ada masalah padamu akan susah mebantumu. Jujurlah, kamu akan selamat nantinya.” Setelah berkata seperti itu, Ren pergi menuju kantornya pribadi.

Satu per satu seluruh tersangka di interogasi. Joko dan Dimas aman. Dua orang tersebut bebas tanpa syarat. Dyaksoo tidak bisa menyangkal karena percobaan pembunuhan seorang warga sipil dan membunuh petugas kepolisian.

Saat mengintrogasi Mulry, jawaban yang dikeluarkan bukanlah harapan dari pihak kepolisian. Pikirannya bercabang dan selalu memanggil-manggil nama Reski terus-terusan. Dia masih diamankan karena belum ada jawaban yang sesuai. Saat giliran Sammy datang, pertanyaan-pertanyaan yang keluar hanyalah seputar formalitas.

Lalu, ketika petugas penasaran tentang bagaimana dia bisa mengungkapkan jika dia bisa menemukan nama Reski Pratama Jyana sebagai tersangka. Sammy menceritakan bagaimana alurnya dari awal sampai akhir. Akhirnya Sammy keluar dengan aman dan syarat.

Tibalah giliran interogasi sosok pencipta aplikasi pembunuh.
__________________

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro