10. Terlalu Baik
Hal-hal seperti ini sama sekali tidak akan pernah terbayang oleh kepala Jieun. Sebab, dia sudah sadar diri sejak lama dan Jieun tentu saja tidak akan berani bersikap tidak tahu diri dengan membayangkan akan bergandengan tangan dengan Jeon Jungkook lagi, bukan?
Jieun tahu dirinya terlihat sangat menyedihkan selama ini. Bahkan noda di ujung sepatunya yang sering terinjak-injak tidak bisa dibandingkan dengan betapa menyedihkannya Jieun. Lantas, kenapa tiba-tiba semesta sebercanda ini padanya?
Jieun tahu ia mulai tidak tahu diri ketika dadanya kembali berdebar hebat dan pipinya bersemu memanas saat Jeon Jungkook menggandeng tangannya. Jieun tidak bisa berbohong bahwa otaknya masih tidak bisa memikirkan apa-apa selain tangan Jungkook yang lembut dan hangat yang masih saja menggenggam tangannya ketika pintu lift terbuka.
Jeon Jungkook sama sekali tidak menoleh pada Jieun dan hanya menatap lurus ke arah pintu silver di depannya yang masih tertutup. Bersikap seolah-olah tidak ada siapa pun di sampingnya padahal tangannya menggenggam kuat-kuat tangan seseorang di bawah sana. Dan Jieun pun sama saja tololnya. Alih-alih membuka percakapan, dia malah memilih untuk menatap Jungkook di sampingnya dengan bibir sedikit terbuka tanpa berusaha berkata apa-apa.
Hingga akhirnya pintu abu-abu terang itu terbuka dan mereka segera melangkah masuk. Entah ada kejadian apa pula sampai-sampai kotak lift itu kosong tanpa ada orang di dalamnya. Jadi, masih dengan ekspresi biasa sajanya Jeon Jungkook melangkah masuk diikuti oleh anak bebek yang mengekor di belakangnya.
Jieun mengulum bibirnya, sebelum akhirnya kuluman itu berubah jadi gigitan kuat dan dia terlonjak sendiri lalu secara refleks menarik tangannya sembari mengerang. Jieun bodoh.
Jieun ingin memaki-maki dirinya saja rasanya saat ini. Kenapa, sih, dia tidak bisa menikmati situasi saja membiarkan tangannya digenggam oleh Jeon Jungkook? Kapan lagi coba dia bisa mendapatkan kesempatan seperti ini, hah?
"Kau baik-baik saja?" Jungkook tentu saja langsung menoleh dan segera berubah khawatir dengan perlakuan tiba-tiba Jieun yang menyentak tangannya.
Jieun menutupkan tangan kanannya ke mulut. "Ya, aku baik-baik saja. Cuma tidak sengaja menggigit bibir tadi," katanya, lalu mengangguk-anggukkan kepala meyakinkan.
Bukannya kembali tenang dan bersikap biasa saja seperti tadi, Jeon Jungkook malah mengerutkan keningnya semakin dalam. "Kenapa menggigit bibirmu? Ya ampun Lee Jieun. Kenapa, sih, tidak pernah berubah? Kau masih saja suka menggigit bibirmu jika terlalu memikirkan sesuatu. Coba kulihat, siapa tahu kita perlu mengobatinya."
Jeon Jungkook menggerakkan tangannya, menyentuh punggung tangan Jieun yang menutup mulut itu, lalu menggesernya sedikit. Mengamati mulut Jieun yang sedikit menganga dengan serius, lalu mengangguk-anggukkan kepalanya. "Tidak berdarah, tapi ada luka kecil. Kau harus minum vitamin C biar tidak berubah jadi sariawan, Ji," katanya.
"Okay, terima kasih," balas Jieun sebelum akhirnya Jieun berdehem, lalu mengalihkan tatapannya dengan canggung.
Tidak Jeon Jungkook, jangan berbuat lebih jauh.
Jieun tahu betul bahwa dirinya tidak akan pernah kuat untuk bertahan dari pesona Jeon Jungkook jika laki-laki itu terus bersikap perhatian dan baik-baik saja begini padanya. Jieun takut dia melupakan semua dosa yang pernah dia lakukan kepada laki-laki itu.
Jungkook memasukkan kedua tangannya ke dalam saku-saku celana setelah itu, lalu ikut-ikutan menatap ke arah pintu lift yang tertutup. Ada keheningan yang menjeda di sana beberapa saat dan tidak ada yang berniat untuk mengenyahkan semua kebisuan itu.
Jieun masih cukup punya sedikit kesadaran untuk tidak bersikap sok asik, sok kenal, dan sok dekat kepada Jungkook. Jadi, dia harus mencoba keras menahan dirinya untuk tidak mengumbar rasa senang yang kentara ketika berada dalam radius yang sedekat ini dengan pria Jeon itu. Meskipun sejujurnya Jieun ingin sekali memulai obrolan kecil seperti misalnya membahas buku yang dia sukai, penulis favoritnya, penulis menyebalkan yang suka hilang-hilangan, dan hal-hal kecil lainnya. Namun, itu semua masih terlihat begitu tidak mungkin di kepala Jieun.
"Eum—Ji, jika boleh aku ingin mengatakan bahwa jangan terlalu memaksa otakmu untuk berpikir terlalu keras. Aku tidak tahu apa saja yang sedang kau alami, tetapi hidup itu cuma sekali, Ji. Jadi, lakukan hal yang membuat kau bahagia dan jalani hidupmu dengan baik," ujar Jeon Jungkook akhirnya. Meski dia tidak menoleh pada Jieun, suaranya menjelaskan bahwa dia serius dengan semua kalimat itu. "Aku punya beberapa kotak teh chamomile di ruanganku. Kata seseorang itu bagus untuk meredakan stres dan menenangkan pikiran. Jadi, aku akan memberimu satu nanti."
Jieun mengangguk-anggukkan kepalanya sembari menatap lantai tempat mereka berpijak. "Terima kasih sudah memperhatikanku, Jeon," balasnya, "terima kasih untuk semuanya. Terima kasih telah membawaku pergi dari bawah sana dan menyelamatkanku, terima kasih untuk semua perhatianmu, terima kasih karena sudah mau berbagi teh chamomile-mu. Pokoknya terima kasih," sambung Jieun lalu mengangkat kepalanya, menatap Jeon Jungkook yang kini juga balas menatapnya dalam-dalam.
Jieun menelan salivanya yang tiba-tiba terasa berat dengan bibir sedikit terbuka. Air mata tiba-tiba saja sudah menggenang di pelupuk matanya dan Jieun berusaha keras agar air-air itu tidak tumpah di sana. "Tapi, tolong jangan bersikap terlalu baik kepadaku, Jeon. Aku ini manusia lemah yang mudah sekali berubah jadi tidak tahu diri. Jangan bersikap seolah-olah aku ini orang paling baik sedunia dan pantas menerima semua kebaikanmu. Mungkin waktu itu kau bilang sudah memaafkanku, tetapi aku masih tidak bisa memaafkan diriku sendiri. Mungkin kau baik-baik saja dan bisa bersikap seolah-olah tidak pernah ada apa-apa di antara kita, tetapi aku tidak bisa melupakan semua itu setelah semua yang kulakukan padamu. Bagaimana bisa kau menyuruhku untuk hidup dengan bahagia, Jeon? Aku ... terlalu tidak pantas untuk menerima kalimat seperti itu darimu, Jeon Jungkook." Dan Jieun menatap Jungkook dengan sorot memelas dan dada yang berubah naik-turun. Setidaknya, Jieun berhasil mengatakan semuanya kepada pria itu.
"Ji." Jungkook menatap Jieun gamang. "Jangan—"
"Jangan bersikap baik padaku, Jeon. Sekarang aku akan berusaha keras untuk tetap profesional dan hanya menjadi bawahanmu saja. Tolong abaikan saja aku seperti saat pertama kali kedatanganmu ke mari," potong Jieun segera, lalu meluruskan tubuhnya dan segera melangkah keluar ketika pintu lift terbuka. Berjalan cepat meninggalkan Jeon Jungkook di dalam sana yang hanya menatap punggung Jieun dengan getir dan mulut yang kembali terkatup rapat. [ ]
A/N : Hallooo. Apa kabar? Aku nggak tahu apakah masih ada yang nungguin cerita ini atau enggak. Hehe
Hari ini aku update satu bab karena kangen banget nulis, tapi nggak janji bisa update lagi dalam waktu dekat. Huhu😭
Aku harus ikut ujian, jadi doain ya semuanya lancar🥺 Nanti kalau semuanya dah selesai, aku akan berusaha update lagi. Makasih sudah membaca Melt sampai sejauh iniii. Maaf juga kalau rasanya agak kaku karena aku udah ninggalin Melt terlalu lama😭😭
I luv yaaaa. See you.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro