Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 4

Menjadi CEO benar-benar tak semudah yang dibayangkan Sakura selama ini. Baru dua minggu bekerja, Sakura sudah menyadari betapa sulitnya menjadi seseorang yang berada di posisi puncak perusahaan, lebih tepatnya puncak jika para pemegang saham tidak diperhitungkan.

Pekerjaan Sasuke bukan hanya berkaitan dengan internal perusahaan, melainkan juga eksternal perusahaan. Jika terdapat masalah, entah berkaitan dengan masalah hukum atau langkah perusahaan yang tidak tepat, lelaki itu yang akan bertanggung jawab dan dipersalahkan.

Meski terlihat ringan, namun Sakura menyadari jika jadwal lelaki itu padat. Dan ia sendiri bukan hanya sekedar menyusun jadwal, namun juga mempersiapkan berbagai kebutuhan lelaki itu, baik kebutuhan pribadi hingga kebutuhan terkait perusahaan. Bahkan jika harus melakukan presentasi, Sakura lah yang membuat isi presentasi itu. Dan jika melakukan pertemuan bisnis, ia diharuskan mencatat inti-inti penting dari isi pertemuan serta berada di sisi lelaki itu sepanjang waktu.

Sakura belum pernah pulang pukul lima sore karena harus membantu mengurus berkas ini dan itu selain hari pertamanya bekerja. Ia sendiri malah merasa senang karena tak perlu menghabiskan banyak waktu di rumah, namun di sisi lain ia bahkan tak memiliki waktu untuk mengurus kepindahannya karena kesibukannya. Sejujurnya ia bahkan belum mencari tempat tinggal sama sekali.

Jam telah menunjukkan pukul tujuh dan ia baru saja selesai membuat presentasi yang diminta Sasuke. Lelaki itu akan meeting mengenai prospek kerja sama bisnis baru dengan pihak alin besok pagi dan sejak tadi ia diminta mencari banyak informasi mengenai perusahaan itu.

Sakura segera mengirimkan pesan ke email Sasuke dan memasukkan file itu ke dalam flash disk sebagai cadangan. Sesudahnya ia segera memasuki ruangan lelaki itu dan mendapati lelaki itu sedang membaca laporan yang sebelumnya telah ia ringkas mengenai perusahaan yang akan menjadi mitra. Lelaki itu tampaknya begitu fokus hingga tak menjawab meski tampaknya menyadari kedatangannya.

"Pak, untuk bahan presentasinya sudah dikirimkan lewat email. Saya juga memberi informasi tambahan soal perusahaan calon mitra dan informasi lainnya."

Sasuke hanya mengangkat kepalanya sedikit dan menganggukan kepala.

Seharusnya pekerjaan Sakura sudah selesai hari ini dan ia ingin segera pulang. Namun ia merasa sangat tidak enak kalau ia pulang sebelum sang bos. Ia segera bertanya, "Mmm ... maaf, Pak. Bolehkah saya pulang terlebih dulu? Ada urusan lain yang harus saya kerjakan."

Napas Sakura seolah tercekat ketika lelaki itu malah menatapnya dengan tajam, "Semua pekerjaanmu sudah selesai? Laporan riset pasar? Informasi soal kompetitor?"

"Sudah. Semuanya sudah dikirim via email."

Sasuke terdiam sejenak dan mengecek emailnya. Ketika sudah menemukan email yang dimaksud Sakura, lelaki itu malah menutup laptopnya setelah melirik jam sekilas.

"Aku akan mengantarmu."

Sakura benar-benar terkejut akan ucapan sang bos. Lelaki itu sangat aneh, sewaktu pesta penyambutan saja tidak mengantarnya. Untuk apa malah berniat mengantarnya sekarang?

"Ah, tidak usah, Pak. Lagipula saya juga tidak langsung pulang ke rumah. Mungkin saya ingin pergi ke kantor agen perumahan dulu."

Sasuke melirik perempuan itu. Ia tak ingin mengatakannya, namun ia berniat mengantar karena perempuan itu tampak lelah. Kemarin perempuan itu bahkan sampai tidur di kantor karena pekerjaan selesai di tengah malam dan ia terlalu lelah untuk pulang.

"Agen perumahan? Untuk apa?"

Sakura merasa heran. Untuk apa lelaki itu ingin tahu? Toh ini urusan pribadinya dan tidak memengaruhi kantor sama sekali.

"Saya ingin mencari tempat tinggal baru."

Sasuke mengetahui dari perempuan itu kalau ia tinggal di rumah keluarganya selama ini. Sakura baru mulai bekerja dan ia tahu menyewa properti di dekat kantor tidak murah. Selain membayar uang sewa, juga harus membayar uang deposit seharga satu tahun biaya sewa.

Sesungguhnya ia sengaja mencari tahu latar belakang perempuan itu melalui koneksinya. Tentunya bukan tanpa alasan, ia melakukannya untuk mengetahui probabilitas gadis itu menjalin hubungan dengan ayahnya. Dan ternyata ia malah mengetahui fakta yang tak terduga soal keluarga gadis itu. Setidaknya ia sedikit paham mengapa Sakura bersedia menerima kontrak kerja dan sekarang berusaha keluar dari rumah.

"Kapan kau ingin pindah, hm?"

"Kalau bisa sebelum akhir bulan. Saya berkata pada keluarga saya kalau saya akan pindah bulan depan."

"Bagaimana kalau kusewakan salah satu propertiku padamu?" tawar Sasuke tiba-tiba, membuat Sakura terkejut.

Sakura meneguk ludah. Kalau sudah begini, bagaimana ia bisa menolak? Ia khawatir bosnya akan tersinggung. Namun di sisi lain, ia tidak bisa menerima kalau harga propertinya terlalu mahal.

"Mmm ... kalau boleh tahu, berapa harga sewa properti termurah?"

Sakura sudah mempersiapkan diri mendengar angka yang membuatnya terkejut dan ia tidak menyesal telah mempersiapkan dirinya sendiri.

Sebetulnya bukan hanya satu properti yang dimiliki Sasuke secara pribadi. Ia sendiri memiliki beberapa apartemen baik menengah bawah, menengah, hingga di daerah elit yang disewakan. Semua apartemennya sedang disewakan, kecuali satu yang berada di sebelah kediaman pribadinya. Ia sendiri sengaja mengosongkan apartemen itu agar tak perlu bersebelahan secara langsung dengan siapapun.

"Ada satu yang kosong. Tujuh ratus ribu yen, belum termasuk biaya maintenance."

Sakura langsung terbelalak secara refleks. Apakah lelaki itu lupa kalau gajinya saja tidak sebesar itu.

"Ah, itu ... saya benar-benar minta maaf, namun sepertinya saya tidak bisa. Gaji saya belum mencukupi untuk menyewa apartemen Bapak."

"Aku tahu."

Rasanya Sakura merasa jengkel seketika. Kalau sudah tahu kenapa ditawarkan padanya? Buang-buang waktu dan energi saja.

"Kau bisa tinggal secara gratis dengan bayaran dalam bentuk lain," lanjut Sasuke seraya menatap gadis berambut merah muda itu.

"Eh? Dalam bentuk apa?"

"Kau harus membersihkan rumah itu dan melakukan perintahku."

Kali ini Sakura segera berkata tanpa basa-basi, "Jika melanggar etika dan hukum, saya tidak bisa melakukannya."

Sasuke tersenyum tipis dan membuat Sakura menatapnya dengan tajam serta tampak berusaha bersikap defensif. Perempuan itu menarik baginya, tanpa tedeng aling-aling dan berbeda dari kebanyakan perempuan.

"Hitam di atas putih, kalau kau membutuhkannya sebagai jaminan."

Sakura segera menyahut, "Tentu saja saya membutuhkannya. Dan terima kasih atas tawarannya, saya bersedia menerima."

Sasuke menatap perempuan merah muda itu dan memperlihatkan seringaian tipis di wajahnya. Ia sudah  bisa menebak reaksi perempuan itu, tetapi terkejut ketika prediksinya benar-benar menjadi kenyataan.

Belum pernah ia menemukan perempuan yang benar-benar menjaga kehormatannya ketika para perempuan di sekelilingnya sebaliknya.

"Buatlah surat kontrak itu dan berikan padaku. Lokasi propertinya di samping tempat tinggalku."

Jantung Sakura seolah ikut berhenti ketika napasnya mendadak tercekat saat mendengar kalimat terakhir.

Tinggal di samping rumah sang bos, berarti ia harus kehilangan privasi sekaligus berada dalam posisi bahaya.

Kalau lelaki itu berani melakukan hal di luar etika, apalagi sampai melakukan pelecehan seksual, akan ia habisi lelaki itu. Persetan dengan statusnya.

"Omong-omong Bapak menguasai bela diri?" tanya Sakura tiba-tiba.

Sasuke merasa terkejut tetapi ia segera menjawab, "Dulu pernah belajar.  Kenapa?"

Sakura segera menggelengkan kepala serta tersenyum kikuk karena merasa canggung, "Oh, tidak. Hanya bertanya karena penasaran."

Sesudahnya ia mengabaikan reaksi keheranan Sasuke dan menatap lelaki itu dari ujung kaki hingga kepala.

Jangan-jangan ia harus mempelajari beladiri baru demi melindungi dirinya dari kemungkinan predator di samping rumahnya nanti.

.
.

Sasuke menyandarkan tubuhnya di sofa dan melepaskan dua kancing kemeja teratasnya. Segelas wine yang terisi setengah berada di hadapannya, sedangka gelas lain milik Naruto tersisa seperempat.

Malam ini lelaki berambut kuning jabrik itu sengaja datang dan membawakan sebotol wine yang katanya sesuai dengan seleranya sebagai oleh-oleh.

Naruto adalah satu-satunya teman yang paling lama berteman dan sudah tahu pasti apa yang disukainya.  Momen seperti ini bukan kali pertama terjadi dan ia tidak begitu kaget kalau Naruto datang tiba-tiba.

"Gimana sekeretaris barumu?" Naruto mengalihkan topik sesudah bercerita soal liburannya.

"Dia akan pindah ke sebelah nanti."

Naruto terdiam sesaat sebelum mendadak memekik, "SEBELAH? MAKSUDNYA RUMAHMU?"

"Hn."

Naruto benar-benar terkejut. Padahal baru dua minggu lalu lelaki itu seolah alergi pada perempuan.

Bagaimana tidak? Sasuke seolah memiliki dendam pada perempuan. Ia belum pernah melihat lelaki itu berpacaran. Bersikap sedikit ramah pun hanya sekedar demi bisnis dan hubungan benar-benar dibatasi secara profesional.

Bahkan lelaki itu juga cenderung dingin pada ibunya. Ia tahu keluarga Sasuke tidak begitu harmonis meski lelaki itu tampak tidak memikirkannya.

Bagaimana bisa lelaki semacam ini berubah dalam waktu dua minggu?

"Kau ... bagaimana bisa berubah dalam waktu secepat ini? Ini benar-benar tidak seperti Uchiha Sasuke yang kukenal."

Sasuke terdiam. Iya juga,kenapa ia berubah begini? Mungkin karena bersimpati dengan perempuan itu? Biasanya ia tidak semudah itu iba dengan orang lain.

"Menyewa orang untuk membersihkan properti kosong membuang-buang uang."

"Hei, biasanya kau bahkan tidak berpikir dua kali soal uang kalau sudah menyangkut privasi dan kenyamananmu."

Sasuke menyahut, "Kurasa malah dia yang mengkhawatirkan keamanan dan privasinya."

Naruto tertawa dan mengangkat gelasnya serta mengosongkan isinya. Buatnya alkohol selera Sasuke sedikit terlalu kuat namun tidak buruk juga. Ia berpikir menghabiskan satu gelas terakhir dan segera mengisi botolnya sendiri.

"Kau dikira predator?"

"Sepertinya," sahut Sasuke seraya mengangkat gelasnya dan ikut menyesapnya sedikit.

Sesungguhnya ia merasa terhina karena disamakan dengan lelaki semacam itu. Namun di sisi lain ia merasa lucu karena tak menyangka julukan itu akan melekat padanya.

Kalaupun ia predator, bukankah seharusnya perempuan merasa senang karena mendapat uang? Salah satu kekasih ayahnya bahkan pernah mengenalkan pada keponakannya melalui sang ayah dan sang keponakan adalah perempuan yang setipe dengan sang bibi, hanya menginginkan uang.

"Kalau yang semacam kau disebut predator, aku ini apa? Aku berani bertaruh kau masih perjaka."

Sasuke tak menyahut. Ia tak begitu suka privasinya dibahas. Sebagai laki-laki ia merasa harga dirinua sedikit tercoreng karena dianggap kurang jantan meski ia memang tidak tertarik. Toh seks bukan prioritas pertama hidupnya. Ia kan bukan hidup hanya demi gundukan di selangkangannya.

Naruto menyadarinya bahwa Sasuke tak mau membahasnya dan segera berkata, "Aku jadi penasaran seperti apa sekretarismu. Kapan-kapan ajaklah sekretarismu itu kalau kita makan bersama."

"Hn."

Sasuke merasa heran sesudahnya. Kenapa ia malah mengiyakan ajakan menemui perempuan itu di luar pekerjaan?

"Tunggu, aku tidak beniat bertemu di luar urusan kerja, Dobe," ralat Sasuke.

Reaksi Sasuke malah membuat Naruto tersenyum dan menyahut, "Kuanggap sebagai persetujuan."

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro