Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Chapter 10

Sakura melirik pakaian yang telah tersusun rapi di dalam kopernya. Perjalanan akan berlangsung selama 5 hari dengan waktu kosong di malam kedua dan ketiga. Ia bisa menggunakan waktu itu untuk berjalan-jalan sendirian dan memutuskan membawa pakaian kasual.

Rencananya, ia akan berangkat ke bandara pukul tiga pagi dan menaiki pesawat pertama pukul lima. Ia sungguh berharap agar Sasuke bersantai di dalam pesawat sehingga ia bisa tidur.

Sesudahnya ia menutup koper dan menguncinya. Ia melirik koper berbahan stainless berukuran 24 inch itu dan mengulurkan tangan serta mengetuknya.

Koper itu adalah koper mahal pertama yang ia beli seumur hidupnya dan menghabiskan seperlima gajinya. Ia merasa ia sudah kehilangan kewarasannya saat memasuki toko itu dan membelinya.

Sebelumnya, ia bertanya soal koper dan katanya koper itu berkualitas tinggi terlepas dari harganya yang mahal. Karena berpikir bahwa ia mungkin akan lebih sering melakukan perjalanan bersama Sasuke, ia mau tak mau membelinya.

Sudah lebih dari seminggu telah berlalu sejak ia tinggal di apartemen dan bertetangga dengan sang bos. Telinganya bahkan sudah kebal dengan berbagai gosip soal dirinya dan Sasuke. Namun tidak ada gosip lebih dari sekedar kebersamaan karena mereka berdua sungguh bersikap profesional di kantor.

Sakura menyadari bahwa sekarang adalah waktu makan malam dan ia berniat untuk mengisi perutnya sedikit. Namun ia terlalu malas untuk memasak kemudian membersihkan seluruh peralatan masak. Pergi ke luar juga rasanya terlalu malas.

Ia baru saja akan menggunakan layanan pesan antar sebelum ponselnya mendadak bergetar. Bibirnya bergerak-gerak, mengucapkan umpatan hampir tanpa suara sebelum menerima telepon di jam yang sangat sempurna.

"Halo," ucap Sakura dengan nada setenang mungkin meski ia sedang jengkel.

"Kau sudah makan?"

Sakura begitu terkejut sampai menjauhkan ponselnya dan memastikan bahwa nama yang tertera memang Sasuke. Ia pikir salah lihat, ternyata memang sunguhan.

"Hah? Belum, aku baru mau pesan online. Kenapa, Pak?"

"Aku juga  mau pesan online. Mau sekalian?"

Sakura ingin menolak. Selama ia mengenal Sasuke rasanya hampir tidak pernah melihat lelaki itu makan makanan cepat saji. Ia membayangkan berapa harga makan malam lelaki itu dan meringis.

Sebelum Sakura menjawab, Sasuke segera menambahkan, "Kutraktir."

"Oh? Kenapa? Bapak ulang tahun?"

Sakura tak tahu kalau Sasuke merasa terhina di seberang sana. Lelaki itu menjawab, "Karyawanku tidak bisa bekerja dengan efektif kalau perutnya kosong.

"Sungguh? Terima kasih."

"Cepat ke rumahku sekarang juga. Aku butuh rekomendasi darimu."

Sakura belum sempat menjawab ketika panggilan mendadak dimatikan. Ia terkejut setengah mati dan mengecek history panggilan untuk memastikan. Ternyata ini bukan halusinasi.

.
.

Sasuke menatap ponselnya sendiri. Malam ini ia sedang ingin pesan delivery. Ia bahkan sudah men-download aplikasi pesan antar, namun tidak tahu ingin memakan apa. Yang jelas, ia lapar.

Seketika, ia teringat akan tetangganya. Jam segini, apa perempuan itu sudah makan? Mendadak ia jadi ingin makan malam bersama seseorang sekaligus meminta rekomendasi.

Sasuke menepuk wajahnya sendiri. Apa-apaan ini? Rasanya sudah lama ia tak merasakan perasaan seperti ini pada seseorang.

Dulu ia pernah tertarik pada seseorang. Jatuh cinta, lebih tepatnya. Ia ingat kalau ia ingin berbincang dengan orang itu sepanjang hari, ingin menghabiskan akhir pekan bersama. Ia ingin mengenal orang itu lebih banyak dan melakukan segala hal yang ia bisa untuk menyenangkan orang itu.

Namun ia ditolak dan berakhir dengan kekecewaan. Akan tetapi, ia bersyukur karena sesudahnya perempuan sakit itu menghancurkan jiwa dan raga lelaki yang dipilihnya.

Sekarang, Sasuke mulai mempertanyakan dirinya sendiri. Apakah ia mulai jatuh cinta lagi setelah sekian tahun? Soal ketertarikan, ia jelas tertarik dan ingin mengenal perempuan itu lebih dalam.

Ia lemah akan perempuan yang berbeda dengan perempuan kebanyakan yang ia temui selama ini. Barangkali, ini adalah manifestasi dari sosoknya yang kekurangan figur perempuan di luar sana.  Namun bagaimana bisa ia jatuh cinta secepat itu?

Sasuke terhempas kembali pada realita ketika ponselnya bergetar. Nama Sakura tertera di layar dan ia segera menerima telepon.

"Halo?"

"Pak, aku di depan."

"Oh, oke."

Intonasi suara Sasuke terdangat sedikit lebih riang di ujung kalimat. Dia bahkan mempercepat langkahnya menuju pintu, kemudian membukanya sendiri. Ia mendapati Sakura berpenampilan santai serta tanpa riasan wajah sama sekali.

"Maaf menelpon. Soalnya aku sudah menekan bel berkali-kali dan Bapak tidak membuka pintu."

"Maaf."

Sakura mendelik seketika. Kata maaf keluar begitu saja dari mulut seorang Uchiha Sasuke? Jangan-jangan lelaki itu baru tergelincir di kamar mandi dan kepalanya terbentur, makanya begitu lama membukakan pintu.

"Jadi, Bapak butuh rekomendasi? Masakan apa?"

Sasuke mengendikkan bahu, "Aku butuh rekomendasi, apa yang biasanya dipesan orang-orang?"

"Mmm ...." Sakura terdiam sesaat, sepertinya pria ini tidak punya common sense kehidupan rakyat jelata. Lelaki itu mungkin terlalu banyak makan di restoran middle up.

"..., Crispy chicken."

"Ayam broiler kurang sehat," sahut Sasuke.

"Kalau begitu pizza."

"Kalorinya tinggi."

Sakura meringis. Lelaki yang satu ini cukup merepotkan. Ia sendiri  tidak pernah berpikir soal kalori atau soal kesehatan, yang penting mengenayangkan dan tidak basi.

" Atau mau dari salah satu restoran yang biasa Bapak kunjungi?"

Sasuke menggeleng, "Aku mau yang biasa dimakan orang-orang."

"Ya itu yang tadi kusebutkan, Pak."

Sasuke berpikir sejenak. Ia merasa ragu, namun kemudian segera berkata, "Oke, crispy chicken."

Kemudian Sasuke menyodorkan ponselnya pada Sakura tanpa mengatakan apapun, membuat perempuan itu keheranan. Dia masih cukup waras untuk tak begitu saja memegang ponsel bosnya tanpa diminta meski bukan di kantor. Sebaliknya, ia menatap lelaki itu dengan heran, dan Sasuke membalas tatapannya.

Beberapa saat Sasuke menunggu hingga lelaki itu memecah keheningan, "Ambil. Pakai itu buat memesan."

"HP Bapak?"

Sasuke berdecak. Ia benar-benar tidak suka harus mengulang ucapannya kepada siapapun.

"Memangnya buat apa aku menyodorkan HP?"

Sakura merasa tidak enak karena membuat atasannya jengkel. Ia segera bertanya, "Oke. Restoran apa? Bapak sudah lihat menunya?"

"Pesankan apa saja yang menurutmu enak."

Hal sederhana semacam ini membuat Sakura pusing. Mana ia tahu seperti apa selera sang bos? Bagaimana kalau apa yang ia anggap ternyata malah tidak enak?

"Terserah, nih? Kalau aku pesan ayam bertabur emas gimana?"

Ucapan Sakura membuat Sasuke mengalihkan atensi. Ia penasaran seperti apa olahan ayam bertabur emas? Dulu ia pernah memakan lapisan emas sebagai penghias hidangan pencuci mulut. Rasa emas ternyata hambar, tidak ada rasa khusus. Hanya saja memakan emas dianggap bisa meningkatkan prestige.

"Ada? Pesan itu juga boleh."

Sakura seketika meringis,reaksi lelaki itu berbeda dengan dugaannya. Pria ini benar-benar tidak memiliki common sense. Mana mungkin kedai cepat saji menjual ayam goreng berlapis emas? Harganya pasti sangat mahal dan hanya mampu dibeli oleh segelintir orang.

"Nggak ada menu itu, Pak. Di resto semacam ini nggak mungkin menjual menu begitu," jelas Sakura.

"Kenapa nggak mungkin?"

Sakura kembali meringis. Apakah lelaki ini benar-benar polos? Bagaimana bisa ada seorang pemimpin perusahaan yang bahkan tidak menyadari hal semacam ini.

"Kurasa Bapak kurang common sense. Restoran cepat saji menyasar semua kalangan, kalau menjual menu semahal itu tidak banyak yang bisa membeli. Harga emas kan mahal."

Sakura tidak menyadari apa yang ia ucapkan hingga menyadari bahwa Sasuke menatapnya dengan tatapan yang seolah ingin melubangi kepalanya dan ia berjengit. Ia lupa memasang filter hingga berbicara seenaknya. Karena bertetangga dan sering bertemu, tanpa sadar ia merasa jarak di antara mereka sedikit berkurang sehingga ia bersikap lebih santai.

Sekarang, ia harus berbuat apa? Ia tidak ingin kehilangan pekerjaan seketika karena ucapan bodohnya.

"Lihat, siapa yang waktu itu bilang ingin menjaga hubungan dengan rekan kerja karena tidak punya perusahaan? Atau kau tidak menganggapku rekan kerja?"

Sakura merasa benar-benar tidak enak. Seketika ucapannya menjadi formal dan ia segera berkata, "Saya benar-benar minta maaf, Pak. Saya tanpa sadar berbicara keterlaluan kepada Bap--"

"Aku tidak akan memecatmu cuma karena ini," sanggah Sasuke. Lelaki itu segera melanjutkan ucapannya, "Sebagai gantinya, kau harus memberikan kompensasi."

"Kompensasi?"

Sasuke tak mau mengakuinya, sebetulnya ia tidak keberatan sama sekali. Ia malah berharap perempuan itu tidak usah bersikap terlalu formal padanya. Padahal biasanya ia malah tidak suka jika asistennya bersikap tidak profesional.

"Demi strategi perusahaan yang lebih baik, kau harus mengajarkan common sense padaku."

Sakura merasa heran dengan permintaan Sasuke yang aneh. Ekspresi Sasuke lebih aneh lagi. Ia bersumpah baru saja mendapati seulas senyum simpul terpatri di wajah itu selama beberapa detik sebelum menghilang dengan cepat.

-TBC-

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro