Tidak Terduga
Jika perasaan jatuh cinta membuatku semakin jatuh pada-Nya, maka aku ingin jatuh cinta pada orang yang tepat agar kelak dia mampu membuatku semakin terjatuh untuk berlari ke hadapan-Nya.
***
Kesalahan terbesar dalam mencintai adalah saat aku tahu, bahwa tak selamanya mencintai seseorang harus terikat dalam hubungan berpacaran. Ini bagaimana semestinya kita harus tahu, bahwa akupun pernah merasakan apa yang namanya "sangat mencintai" kepada makhluk-Nya.
Ziya menutup laptopnya. Ia baru saja menuliskan sebuah cerita yang diambil dari kisah nyata. Cerita tentang dua manusia yang memutuskan untuk berpisah karena alasan ingin mengenal-Nya lebih dekat. Ziya berpikir, jika suatu hari dirinya dipertemukan oleh seseorang dan ternyata orang itu memintanya untuk memiliki hubungan yang lebih serius, apakah Ziya bisa untuk menolak? Kenapa?
Malam ini suasana desa kembali rame. Dia melihat bahwa sebentar lagi, seorang gadis akan dipinang oleh laki-laki kota. Tidak perlu ditanya, bahwa kehidupan gadis di sini adalah bisa menikahi pria kota yang kaya. Mereka tidak akan mau menikah dengan laki-laki yang sama di desanya, karena menurut mereka itu sangat membosankan dan tidak ada tantangannya.
Satu hal lagi yang membuat Ziya cukup membosankan adalah saat di mana dia harus menjawab pertanyaan yang sama, Kenapa belum mau menikah?
Perihal jodoh, siapa yang tidak selalu bertanya-tanya, kapan akan datang? Atau jelas bahwa mereka beranggapan, saat umur melewati 20 tahun, maka sudah sepatutnya seorang perempuan mulai berlomba-lomba untuk menarik laki-laki agar meminangnya.
Dan ketika usia 20 tahunan akan dicerca untuk segera mencari pasangan, karena anggapan umur sudah matang. Tak serta merta, membuat mereka menjadi keobsesian semata untuk menuntaskan hasrat yang ada.
"Kak Ziya." Seorang gadis kecil menarik gamisnya dengan pelan. Ziya menunduk, ia tersenyum menatap gadis kecil yang begitu asing di matanya. Dan darimana gadis ini tahu namanya?
"Hai, cantik." Ziya berjongkok, mensejajarkan tinggi badannya dengan anak tersebut.
Si kecil tersenyum, lalu tertawa. Dia berlari meninggalkan Ziya yang terlihat kebingungan. Gadis kecil itu melambai dengan riang ke arahnya, lalu berbalik ditelan oleh belokan dari sebuah gang yang tak jauh dari rumah Ziya.
"Anak baru mungkin, ya?" Ziya bermonolog kepada dirinya sendiri, karena baru pertamakali melihat si kecil yang berhasil mencuri hatinya.
***
Ziva menatap canggung ke arah Ziya. Tidak sengaja dirinya bertemu dengan gadis berkerudung panjang itu. Ia menatap Ziya dari atas sampai bawa, lalu dalam hati berkata, Apa nyaman berpakaian seperti itu?
Dalam diam Ziya merasa bahwa ia diawasi. Wajahnya menoleh ke arah Ziva, lalu gadis tersebut memalingkan wajahnya ke arah lain. Ziya tersenyum dan mendekat ke arah Ziva.
"Ada apa, Ziv?" Ziva tersentak, lalu menatap Ziya dengan sinis.
"Bukan urusanmu!" Nada bentakan itu sudah biasa Ziya dapatkan, ia hanya merespon dengan senyuman serta gelengan kepala.
Ziva menghentakkan kakinya lalu pergi meninggalkan Ziya. Sangat menggemaskan ketika melihat seseorang yang memiliki dendam kepadamu, namun tidak disangka-sangka ia juga mencari perhatianmu.
***
Ziya terkejut saat ia sampai di rumah, terlihat Uni yang duduk di samping sang Ummi. Uni terlihat lesu, ia menggenggam jemarinya dengan takut.
"Uni." Panggilan pelan dari Ziya, membuat Uni bangun dari duduknya lalu memeluk Ziya dengan erat.
Uni menangis.
"Kenapa, Un." Tidak ada jawaban, hanya suara isakan tangis yang terdengar.
"Ziya..." Panggilan lemah dari Uni, membuat Ziya sadar bahwa gadis itu sedang tidak baik-baik saja. Ia lalu menuntun Uni untuk duduk dan mencoba menenangkan gadis itu.
"Kalau kamu sudah merasa baikan, kamu bisa cerita sama aku." Uni memeluk Ziya lagi dan kali ini tangisanya lebih keras. Ziya menatap sang Ummi dan ia mendapat isyarat yang tidak terduga.
"Aku takut..." Uni meremas kerudung Ziya, lalu menumpahkan kembali tangisannya.
"Jangan takut, Uni. Kamu punya Allah dan masalah sebesar apapun, aku tetap terselesaikan." Uni menggelengkan kepala, ia seperti dihantam oleh batu yang besar. Sebuah fakta memukulnya telak!
"Aku takut, Ziya. Ini di luar batas dan aku baru mengetahuinya."
Bukankah ini seperti lelucon yang diperbuat oleh keadaan. Uni ingin marah dan mencaci mereka, namun apa yang bisa diperbuatnya. Ia di satu sisi takut, namun di sisi lain ingin menghancurkan segalanya.
"Fakta itu... membuatku merasa jijik."
Ziya terdiam, ia bertanya-tanya untuk masalah yang dihadapi oleh Uni. Dengan kehidupan mewahnya sekarang, sebenarnya apa yang tengah terjadi?
"Ada apa?" Uni menatap wajah Ziya, lalu ia kembali menangis. Ada perasaan sakit yang menyanyat hatinya, ia seperti dipermainkan oleh takdir.
"Ziya, aku ingin marah tetapi tidak bisa. Mereka berkuasa dengan segala hal, tetapi aku seperti dipermainkan. Ziya... apa ini hukuman dari Allah buat aku?"
Suaranya terdengar putus asa dan itu membuat atensi Ziya semakin terjatuh.
"Mereka menjijikkan Ziya!" Luapan emosi Uni membuatnya tidak terkontrol. Ia menangis kembali dengan kesakitan yang kentara. Ia meremat bahu Ziya dan terjatuh menangis di pundak si gadis berkerudung.
"Takdir itu permainan dan aku tidak tahu, bahwa ini seperti lelucon semata."
Uni mengangkat kepalanya, memandang Ziya sebentar lalu merogoh sesuatu di dalam tasnya.
Sebuah handphone ia keluarkan, lalu memperlihatkan sesuatu ke arah Ziya.
Ziya awalnya tidak mengerti, namun ketika melihat kode yang diberikan Uni, ia langsung menoleh.
Ziya terdiam dengan ekspresi terkejut.
"Menjijikkan bukan, Ziy?"
Bersambung...
Kira-kira menurut kalian, masalah apa yang tengah menimpa Uni? 😁😁😁
Terimakasih masih setia membaca cerita ini gengs~😊🤣
Salam sayang dan cinta
Zii
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro