Lakonmu
Seberapa persen kamu bisa mempercayai seseorang?
Sebesar itulah kamu menempatkan kepercayaan di dalamnya.
❤❤❤
Ziya terdiam kikuk ketika kakinya menapak di ruang tamu, terlihat pria yang bersama ayahnya tadi masih berdiam diri di sana. Ziya berusaha untuk tidak menanggapi, lagipula mereka hanyalah dua orang asing yang tidak sengaja dipertemukan.
Ziya tidak ingin memikirkan banyak hal yang mampu merusak akalnya, termasuk ketika pria tadi sama sekali tak melihat bahkan meliriknya. Lagipula apa yang Ziya harapkan?
"Ada apa?"
Ziya sedikit tersentak, ketika suara pria itu menerpa. Ia tak ingin melihat ke depan jadi dipalingkan wajahnya. Berusaha untuk mengontrol suasana yang semakin canggung ini. Lagipula kemana perginya ayah dan uminya?
"Tidak."
Satu jawaban selesai dan keheningan kembali menerpa. Dia tamu dan memang ayahnya selalu mengajarkan untuk tidak membiarkan tamu sendirian. Namun ia dan laki-laki itu adalah dua manusia yang tidak memiliki ikatan halal. Tidak semestinya ditinggal berdua.
"Maaf lama ya, nak." Selang beberapa menit, ayahnya datang.
Ziya mengangguk lalu pergi menuju halaman. Dan entah perasaannya atau bukan bahwa pria itu tersenyum tipis melihat kepergiannya.
"Astagfirullah." Di tengah jalan Ziya beristighfar. Entah apa yang membuat jantungnya berdegup kencang tidak seperti biasanya.
"Mbak, Ziy!" Dari arah berlawanan, Ziya bisa melihat sosok Annisa menghampirinya.
Gadis mungil yang beberapa hari ini tidak ditemuinya itu berlari kencang ke arah Ziya.
"Aku kangen." Annisa langsung memeluk Ziya erat. Sangking eratnya membuat Ziya cukup terkejut dan dibalas oleh tawa dari keduanya.
"Kamu ke mana aja, Mbak cari-cari ke rumah kok nggak ada?"
Ziya menunduk namun ada semburat merah di kedua pipinya. Gadis mungil itu meremat pelan kedua tangannya tanpa mau mengangkat tundukannya.
Ziya mengereyit tidak mengerti. Ada apa?
"Ada apa?" Lagi Ziya bertanya.
Annisa mengangkat kepalanya menatap Ziya. Ia memberikan senyuman teramat manis lalu menggenggam kedua tangan si gadis besar.
"Tenang mbak, Nissa kemarin nggak kemana-mana."
Dan seperti apapun itu bentuknya, Ziya paham bahwa Nissa bukanlah gadis yang mampu terbuka tentang apa yang dialaminya. Mungkin hanya menunggu waktu untuk mengetahui semuanya.
"Apa kamu masih berhubungan dengan Adrian?"
Diam. Annisa memalingkan wajahnya lalu mengangguk.
"Aku harap itu pilihan terbaik dan Adrian bisa memberikan kepastian untuk ke depannya."
***
Perjalanan Ziya dan Annisa ke desa sebrang harus terhenti ketika tidak sengaja ia bertemu dengan Sonya di jembatan. Ketiganya terdiam namun Sonya tetap mempertahankan senyumannya.
Bukan hanya Sonya, namun preman-preman desa yang selalu nongkrong di jembatan juga ada di sana. Sonya memang akrab dengan siapa saja, bahkan preman sekalipun segan terhadap dirinya.
Jiwa dominasi yang dimilikinya, bisa melakukan banyak hal. Bahkan tak ada yang berani membantahnya.
"Ah, Ziya! Kamu mau ke desa sebrang." Nada riang Sonya membuat Ziya tersenyum. Ia mengangguk sebagai balasan.
"Aku ikut!"
Sudah dibilang bukan, menolakpun tidak ada gunanya. Jadi Ziya mengiyakan saja kemauan gadis itu.
Ketiganya pergi dan semua itu tidak luput dari pandangan seseorang.
"Assallamualaikum, Mbak Aisy!"
Aisyah menoleh, ia menatap seorang gadis berlari ke arahnya. Gadis tersebut memeluk Annisa dengan eratnya, membuat gadis bercadar itu membeku. Aisyah menatap Ziya, namun hanya dibalas senyuman.
"Aku kangen~" Aisyah tersenyum, lalu membalas pelukan Sonya.
"Waallaikumsallam, Sonya."
Di keheningan itu lagi-lagi hanya diisi kecanggungan. Namun tidak dengan Sonya, gadis itu tersenyum dan mencoba menarik perhatian.
"Aisyah, bagaimana kabar bapakmu? Dia masih suka memukul ibumu, ya?" Sebuah pertanyaan yang diiringi senyuman.
Annisa tersentak, lalu menatap Sonya sedikit tidak suka. Senyumannya memang manis, namun berbanding terbalik dengan ucapan yang dilontarkan Sonya.
"Sonya~" Nada lembut dari Aisyah membuat Sonya menutup mulutnya.
"Maaf, soalnya aku khawatir."
Caranya mengkhawatirkan seseorang salah. Jelas Annisa kurang nyaman terhadap pertanyaan yang dilontarkan oleh Sonya. Ia tidak suka gadis itu bagaimana bentukannya.
"Apa kamu sudah menikah? Lagipula bukankah di desa kita, jika seseorang tidak berpendidikan tinggi harus segera menikah. Karena dia akan mengabdikan seluruh hidupnya kepada pernikahan."
Lagi. Annisa masih diam dan tidak ingin menanggapi.
Di balik itu, Ziya menggenggam erat jemari Nissa. Menoleh dengan senyuman untuk bersabar.
"Sonya... bagaimana jika kita belajar bersama anak-anak." Ajak Ziya, namun Sonya tampak tidak tertarik.
"Mbak Aisyah, Mas Yusuf sibuk ya? Kok aku nggak lihat?" Tanyanya.
"Iya, dia sibuk untuk mengurusi pekerjaan di luar kota."
"Yahhh... berarti Ilyas jarang bermain dengan ayahnya. Ah! Tidak masalah, aku akan sering ke sini untuk mengajak Yusuf bermain."
Semuanya diam. Karena mereka paham, Sonya adalah gadis keras kepala dan banyak berbicara. Ia akan membahas banyak hal, mencari topik baru untuk diperbincangkan.
"Maaf... Sonya cerewet."
Dan Sonya tetaplah Sonya, ia akan memasang senyuman termanisnya.
"Wah, aku mau main dengan anak-anak."
Sisi lain dari Sonya adalah bahwa gadis itu periang dan mudah bergaul dengan anak-anak, seakan ada magnet tak kasat yang ia ciptakan.
"Dia sulit ditebak."
Dan Sonya adalah pemain apik, yang mampu memerankan lakonnya dengan baik.
"Hah! Melelahkan bukan, saat kalian harus menebaknya."
Bersambung
Terimakasih
Salam sayang dan cinta
zeezii23
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro