Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Amir itu...?

Ketika kita tak memiliki akhlak dan moral, maka sudah jatuh harga diri sendiri.

🐦🐦🐦

Ziya terjatuh seketika, ia terkejut melihat tali panjang yang ditarik dari arah berlawanan. Dirinya menatap segerombolan anak muda yang tengah tertawa di balik pohon. Mereka tengah mengerjainya.


Ziya bangun dari terjatuhnya, ia menatap mereka dengan keterdiaman.

"Senangnya bisa ngerjain mbak Ziya yang cantik ini." Salah satu dari mereka menatap Ziya dengan senyuman. Senyum remeh.

Laki-laki muda yang seumuran dengan adiknya itu, menatap Ziya dengan tawa lelakinya. Ia bertos ria dengan teman-temannya yang lain, seakan baru saja mendapatkan sesuatu yang menyenangkan.

"Oh iya, kita belum memperkenalkan diri. Salam kenal dari kami, temannya Amir di sekolah."

Mereka mempunyai dendam kepada Amir, namun tidak disangka bahwa dendam itu mereka balaskan kepada kakaknya. Karena sudah jelas, ia sangat benci dengan keluarga Amir yang selalu suci itu.

"Amir dan mbaknya itu ternyata sama saja, ya? Sama-sama merasa dirinya paling suci. Amir yang sok jagoan dan mbaknya yang sok sholehah." Lelaki muda itu berdecih pelan, ia melangkan pelan ke arah Ziya.

"Coba kita lihat, seberapa tangguhkah perempuan ini." Satu lelaki mengkode ke lelaki lainnya, dengan tatapan yang jahil.

Sekitar 6 orang pemuda yang masih memakai seragam sekolah, mengelilingi Ziya. Mereka tertawa dengan jahilnya, tak urung juga menggoda.

"Jangan macam-macam." Peringat Ziya. Namun mereka tidak takut. Mendekat dengan tatapan tajam yang mengintimadasi.

Di dalam dunia persekolahan, kita pasti akan selalu menemukan preman-preman sekolah yang selalu membuat onar, membolos, bahkan jika kita melihat ada juga anak-anak yang sudah berani merokok bahkan meminum-minuman keras.

Ketika akhlak mereka sudah tiada dan ketika agama dipandang rendah. Mereka hanya menginginkan kesenangan dunia di masa muda. Membebaskan diri sebebas-bebasnya. Bukan hanya yang duduk di bangku sekolah menengah atas, namun beberapa anak SMP juga ada yang melewati batasannya.

Ketika peran guru dan orang tua sudah tidak dipedulikan lagi, lalu seperti apalagi yang akan mereka tempuh di dunia ini? Tinggal kita menunggu, Allah yang bermain peran di dalamnya.

Kenakalan remaja bukanlah hal tabu lagi di negara kita. Perkelahian, minum-minuman, narkoba, sex bebas dan penyimpangan terhadap kodrat-LGBT, sudah kian merajalela. Ketika negara kita darurat akhlak serta moral, ketika kata-kata kasar sudah seperti makanan sehari-hari. Dari satu binatang ke binatang yang lain, tidakkah mereka berpikir bahwa ada orang tua yang berusaha mendidik anak-anaknya dengan baik dan mumpuni dengan moral yang ditumbuhkan dari semenjak kecil.

Ketika orang tua berdoa setiap malam, agar anak-anaknya mampu tumbuh menjadi pribadi yang sholeh dan sholehah, namun lagi-lagi lingkungan yang kotor membuat hati dan ucapan semakin kotor.

"Aku penasaran dengan wajahnya tanpa kerudung." Ziya melotot, ia merasa waswas ketika salah satu yang lain mendekat, memegang ujung kerudung Ziya.

"Sepertinya seru kalau kita mencicipi sedikit wajahnya." Ziya ingin lari, namu dirinya dikepung. Mereka mengelilingi Ziya dengan tatapan yang menggelikan.

"Harusnya kalian sadar, kalau kalian itu menjijikkan." Mereka geram mendengar ucapan Ziya yang meremehkan.

"Sekali kalian menyentuh, ada konsekuensi yang harus ditanggung. Tugas kalian masih banyak di sekolah, tidakkah kalian sadar itu menyakiti orang tua kalian sendiri."

"Kalau kalian hidup seperti ini terus, apa bedanya kalian dengan orang gila yang tanpa tujuan hidup. Binatang saja masih berkelas, karena mereka masih mau mempertahankan hidup dan mempunyai tujuan."

Cih!

"Banyak omong!" Salah satunya menarik kerudung Ziya, membuat ia berjengit dan terjatuh lagi.

Ketika Ziya terjatuh, mereka tertawa terpingkal. Tontonan gratis yang menyenangkan, mereka tidak peduli yang lainnya.


"Mbak Ziya!" Dari arah berlawanan, Ziya melihat Amir tengah mengayuh sepedanya dengan kecepatan tinggi.

Amir merasa marah, ketika melihat mbaknya tersungkur. Ia tidak segan ingin meninju teman-temannya, namun Ziya segera menghalangi.

"Beraninya kalian!" Amir marah, wajahnya gelap dan matanya melotot penuh dendam. Napasnya tersenggal menahan amarah. Ia tidak suka ketika keluarganya diusik, apalagi mbaknya sampai terjatuh seperti itu.

Mereka boleh saja mengganggu dirinya  namun tidak dengan keluarganya.

Amir dengan kemarahannya adalah sesuatu yang fatal. Ia melepas pegangan mbaknya,  maju ke depan memukul salah satu temannya.

Bugh!

Amir itu pintar berkelahi. Entah satu lawan satu atau keroyokan, ia sudah biasa.

"Jangan sentuh mbakku!" Ia menarik kemeja salah satu dari mereka yang mendorong Ziya. Sudut bibirnya sudah mengeluarkan darah dan Amir tidak peduli.

Ziya menarik Amir, namun ditepis sang adik. Ia harus menghentikan perkelahian ini, karena jika tidak, masalah baru akan muncul dan akan susah untuk diredakan.

"Amir, sudah!" Ketika Ziya membentak, Amir menatap mbaknya. Ia bisa melihat wajah sang kakak yang kotor oleh tanah dan di sudut dahinya berdarah. Kerudungnya sedikit sobek karena tarikan yang cukup kuat.

"Siapa yang ngedorong mbakku!" Amir berteriak, ia menarik kembali kerah baju temannya yang tak lain bernama Dev, ia hampir mencekik Dev jika saja tidak dihalau Ziya.

Sedangkan teman-teman Dev yang lain, hanya mampu menelan ludah pelan. Awalnya mereka berpikir, jika datang bergerombolan maka kekuatan akan bertambah. Namun mereka melupakan sesuatu, bahwa Amir itu pintar membaca taktik lawan. Ilmu bela dirinya sudah diasah semenjak kecil.

"Aku diam bukan berarti takut selama ini, tetapi aku diam karena mbak Ziya yang meminta. Dan kalian tahu, kalau aku sudah tidak mendengarkan omongan mbak Ziya, siap-siap rumah sakit menyambut."

Dan ketika Amir menarik kepalan tangannya untuk meninju Dev, Ziya langsung menghentikannya.

"Amir, sudah. Jangan, dek!"

"Pukul!" Dan Dev adalah kompor dari segala hal. Ia yang selalu membenci Amir, akan menghalalkan segala cara untuk menjatuhkan rivalnya.

Karena Dev benci kedamaian, ia suka keributan. Dia yang licik, memang suka mengorbankan diri dan Amir selalu jadi bahan kelicikannya.

"Kenapa?! Takut?"

Bugh!

Amir menggeram, ia langsung melayangkan tinjuannya. Ziya terkejut dan langsung menarik Amir. Jangan ada lagi perkelahian, ia akan sedih nantinya.

Amir dan kamarahannya adalah sesuatu yang membahayakan. Dia lelaki muda pendiam, namun akan bergerak ketika diusik. Hidupnya selalu damai namun ketika ada sesuatu yang menyentuh keluarganya, ia akan seperti pembunuh. Tidak peduli konsekuensi akhirnya.

"Amir, Istighfar. Lihat, Mbak!" Amir menatap Ziya. Matanya yang memerah akan amarah sedikit meredup.

"Kamu melanggar janji kita."

"Maaf." Amir menunduk, ia tahu itu.

"Drama keluarga yang menjijikkan." Amir menatap Dev. Amarahnya bisa saja tersulut lagi, namun ada Ziya yang mencoba menenangkan.

"Jangan didengerin. Ayok, pulang!" Ziya tersenyum, lalu menuntun Amir untuk mengambil sepedanya.

"Woy, Ziya! Lihat saja nanti!"

Ya... itu Dev. Si muda yang bersekolah di tingkat SMA akhir. Sebentar lagi lulus sekolah. Entahlah, lulus atau tidak. Haha










Terimakasih
Salam sayang dan cinta
Zii

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro