Bagian Sembilan: [Oh, Matematika!]
Kamu seperti matematika, sulit dipahamin.
🎵🎵🎵🎵
JAM weker di atas nakas berbunyi nyaring membuat sang pemilik menutupi kedua telinganya dengan bantal. Dengan setengah sadar, dia melirik jam yang menunjukkan pukul 06.30 membuatnya segera menegakkan diri.
Dengan kesadaran yang belum lengkap, Melody segera berlari menuju kamar mandi sekitar lima belas pmenit lalu memakai seragam khas. Dengan terus melihat jam yang melingkar di pergelangan tangan, dia pun segera menyamber ransel yang sudah siap di kursi meja belajar. Dengan tergesa, Melody langsung menuju meja makan, di sana sang ibu dan Clara sedang menikmati sarapannya. Tidak ada waktu untuk sarapan, Melody mencomot roti tawar dengan selai coklat sembari meneguk susu segelas. Ibu dan Clara yang melihat Melody dalam kepanikan menahan tawa, dia pun tak menghiraukan mereka. Tak lupa dia berpamitan kepada sang ibu dan menarik Clara untuk cepat pergi ke sekolah.
Astaga jam segini bisa telat dong!
Clara yang sedari tadi duduk di belakang Melody berteriak histeris karena hari ini super ngebut pasca bangun kesiangan.
Sekitar sepuluh menit mereka sampai di sekolah, alhasil gerbang belum ditutup. Setelah sampai di parkiran Melody berlari menuju kelasnya, melihat Bu Ita belum datang dia pun bernapas lega duduk di samping Nadira. Setidaknya, semesta masih berbaik hati padanya kali ini.
"Lo kesiangan lagi, Dy?"
"Iya, gue telat bangun," jawab Melody dengan napas naik-turun.
"Lo enggak lupa, kan, kalau hari ini kita ulangan Matematika?" kata Nadira menatap Melody tajam, memastikan sahabatnya tidak lupa.
"Astaga ... gue lupa, Nad. Ya Tuhan! Gimana, nih?" Setelah mendengar kata ulangan harian Matematika Melody panik tujuh keliling. Deg-degan tidak jelas karena belum belajar sama sekali.
Dengan perasaan tak keruan, dia pun mencoba membuka buku catatan Matematika miliknya. Di mana dia berusaha mempelajari rumus-rumus dengan waktu yang singkat.
Tolong kerja samanya ya otakku!
Terdengar suara flatshoes yang masuk ke ruang kelas. Bu Ita. "Mampus gue!" lirih Melody yang sudah gundah melihat Bu Ita mulai membagikan lembar berwarna putih di tangannya.
"Baik Anak-anak, segera kalian kerjakan soal Matematikanya, setelah selesai langsung dikumpulkan. Ibu enggak mau lihat ada yang nyontek, ya? Sekali ketahuan nyontek, Ibu akan kasih hukuman," kata Bu Ita yang kini sedang duduk di kursinya.
Bu Ita memang dikenal guru yang paling tertib dan disiplin. Dia tidak mau kalau siswa-siswinya mencontek.
Melody melirik teman-teman kelasnya yang sibuk mengerjakan ulangan harian. a
Ada yang tenang, ada yang panik dan berbagai macam ekspresi lainnya. Lalu Melody pun melirik Nadira, dia juga menampilkan ekspresi bingung, tetapi masih bisa dikontrol. Sedangkan Melody, suhu tubuhnya terasa panas dingin melihat sepuluh soal di kertas putih itu.
Waktu bergulir sangat cepat, membuat Melody segera menyelesaikan menulis jawaban di lembar kerjanya.
Sembari melirik jam di tangannya, Bu Ita berjalan mengelilingi kelas untuk mengawasi situasi ulangan harian hari ini. "Waktunya selesai. Tolong segera dikumpulkan ke depan."
Setelah semua murid mengumpulkan lembar kerjanya, Bu Ita pamit ke ruang guru membuat Melody dan teman-teman sekelasnya bersorak gembira merayakan kebebasan.
"Ya ampun! Untung selesai ulangan, Bu Ita langsung pergi, kalau enggak bisa pingsan gue."
"Santai dong, Dy, woles," kata Nadira cekikikan.
"Santai-santai pala lu peyang! Gue takut nilai gue pasti dibawah enam," kata Melody sembari menutup mata.
"Tenang aja, Dy, Bu Ita enggak bakal jahat sama muridnya sendiri," ucapnya sembari merangkul bahu sahabatnya.
Setelah menikmati makanan dan minuman sebagai pengganti energi karena ulah ulangan Matematika, duo sejoli duduk di kursi kantin. Suasana kantin belum terlalu ramai karena masih pagi, kecuali kelas yang sedang olahraga atau jamkos.
"Dy, lo dipanggil Bu Ita, tuh," katanya datar.
"Di mana, Rul? Emangnya gue salah apa?" tanya Melody polos.
"Di ruang guru, lo udah ditungguin cepetan!"
"Sekarang?"
"Iyalah sekarang! Masa iya pas lulus!" kata Irul yang semakin jengkel.
"Oke, Rul. Makasih infonya," sahut Nadira diiringi Irul yang berjalan menjauh ke lapangan basket.
Melody menutup wajah dengan kedua tangannya. "Musibah apa lagi, sih, Nad, ya ampun!"
"Sabar, Dy, yuk ke ruang guru. Lo udah ditungguin Bu Ita," ajak Nadira.
🎵🎵🎵🎵
Di ruang guru suasananya sepi, karena ini masih pukul setengah sepuluh pagi, untung saja guru-guru yang lain masih mengajar di kelas. Melody dan Nadira menghadap Bu Ita di mejanya. Bu Ita yang mengetahui kehadiran murid yang dipanggilnya tersenyum masam, lalu mengangkat secarik kertas.
"Melody, kamu tahu kenapa saya panggil kamu ke sini?" kata Bu Ita yang masih tak berpaling dari kertas yang digenggamnya.
Melody dan Nadira saling bertukar pandang.
"Maaf, t-tidak, Bu, kalau saya tahu saya enggak bakal gugup kayak gini, Bu," jawab Melody sembari meremas jemarinya.
"Coba kamu lihat nilai kamu dibawah 6, apa kamu semalam enggak belajar? Sebentar lagi ujian akhir semester, bagaimana bisa semua nilai kamu bagus kecuali Matematikq?" jelas Bu Ita.
"I-i-ya, Bu, saya akan berusaha keras belajar Matematika."
Sembari menopang dagu, Bu Ita tersenyum kenarah Melody. "Ibu punya solusi terbaik buat kamu, kamu mau, kan, nilai Matematika kamu bagus?"
"Iya, Bu, saya mau, apapun solusinya saya mau Bu supaya nilai saya bagus!" ucap Melody dengan sungguh-sungguh.
"Baik, saya akan membuat jadwal bimbingan belajar Matematika buat kamu."
"Baik, Bu, saya ikut jadwal Ibu saja."
"Tapi kamu bimbingan belajarnya bukan sama saya, Melody. Soalnya jadwal Ibu padat sekali, jadi Ibu akan meminta tolong kepada murid kelas sebelas yang pandai Matematika," terang Bu Ita yang membuat Melody harap-harap cemas.
"Jadi, saya bimbingan belajar sama siapa, Bu?"
"Dengan Kevin Aditya 11 IPA 3, kamu sudah tau, kan? Dia sangat ahli dalam bidang Matematika. Ibu yakin, kalau kamu bisa belajar bareng dia, kamu bisa meraih nilai Matematika di atas 7. Baiklah, Ibu mau ke pergi dulu, jadwalnya nanti menyusul," jelas Bu Ita sembari meninggalkan dua insan yang masih termenung di tempat.
"Ya ampun, Dy! Lo bakal diajarin sama Kev, so sweet!" kata Nadira gemas.
"Apanya yang so sweet, so bad adanya. Gue enggak mau bimbingan belajar sama dia, emang enggak ada murid lain apa yang jago Matematika?" ucap Melody dengan emosi meledak-ledak.
"Mau enggak mau, lo harus mau, kan, yang nyuruh Bu Ita. Kalau lo nolak, lo tau, kan, akibatnya?"
"I-iya, sih, tapi masa dari sekian ratus anak kelas sebelas yang jago Matematika cuman si Kev, sih?" kesal Melody sembari meninggalkan ruang guru, tak mau jika dia meluapkan emosi di ruang guru.
"Ya, kan, lo enak bisa deket terus sama dia, bisa modus, ya, kan?" kata Nadira sembari menyenggol lengan sahabatnya.
Melody menatap tajam sahabatnya, yang dilirik malah cekikikan tak jelas. "Apaan, sih, modus-modus. Gue malah enggak pengin papasan muka dia lagi!"
"Ya ... lo harus tetep bisa ngontrol emosi, lo harus tenang, sabar. Lo fokus aja sama Matematikanya, jangan sama orangnya. Simple, kan?"
"Ngomong mah enak, ngejalaninnya susah!"
🎵🎵🎵🎵
Bel pulang sekolah berbunyi, semua murid mengemas barang-barang yang tergeletak di meja masing-masing. Hari ini tidak ada semangat-semangatnya, apalagi harus berhadapan dengan rival musiknya yang sekarang menjelma mentor bidang Matematika.
"Ciee ... yang mau bimbingan sama Beruang kesayangan," goda Nadira.
Melody menatap tajam Nadira yang berdiri di sampingnya. "Apaan, sih, rese lo Nad!"
"Goodluck, ya, babe, semoga sukses bimbingan belajarnya!"
"Gue mau kabur aja Nad, nanti kalau Beruang Galak itu nyari gue bilang aja gue ada urusan," ucap Melody sambil menyambar ranselnya lalu berjalan keluar kelas.
"Eh, kok lo gitu sih Dy? Nanti kena hukuman tahu rasa," jawab Nadira dengan nada khawatir.
"Whatever!" balas Melody acuh tak acuh dengan celotehan Nadira.
Melody pun berjalan menuruni anak tangga dan ingin berbelok ke arah parkiran sekolah yang harus melewati kelas 11 IPA 3. Sebelum ketahuan Kevin, Melody ingin langsung kabur saja. Dengan santainya dia berbelok ke kanan. Deg! Ternyata si Kevin sudah menunggu di depan kelasnya, untungnya dia sedang mengobrol dengan teman sekelasnya. Bersyukurnya lagi, dia membelakangi Melody.
Lo selamat Dy, akhirnya!
"Heh, lo mau kabur ke mana?" Terdengar suara yang tak asing.
Duh, mampus!
Dia menarik ransel navy milik Melody, mau tak mau dia menghentikan langkahnya.
"E-e-enggak, kok, gue enggak mau kabur, siapa juga yang mau kabur. Sotoy deh lo!" ucap Melody cengengesan.
"Lo pikir gue bego? Bisa lo bohongin gitu aja?" celetuknya dengan tatapan mengintimidasi.
"G-gue cuman mau ke toilet kok, emangnya gue harus izin sama lo dulu apa?" balasnya tak kalah sinis.
"Kebanyakan ngeles lo! Cepetan ikut gue, lo udah buang-buang waktu gue," kata Kevin sembari menarik ransel Melody menuju kelas.
Di kelas 11 IPA 3 yang merupakan kelasnya Kevin, lumayan sepi. Masih ada beberapa murid yang belum pulang mungkin masih betah wifi-an. Melody memeluk pintu depan kelas, berusaha bertahan dari tarikan si Beruang Galak, tetapi dia lebih kuat daripada pertahanan Melody. Untungnya, teman-teman sekelas Kevin fokus dengan ponsel masing-masing, jadi tidak terlalu memerhatikan aksi drama melepaskan diri dari terkaman beruang. Dan akhirnya, Melody menyerah.
Kevin menyuruh Melody duduk, tetapi mereka malah adu pandang. Melody menatap dengan tatapan tajam, dia pun tak mau kalah dan membalasnya.
Merasa jengah dengan situasi tak menyenangkan ini, Melody pun segera mengeluarkan beberapa buku paket, catatan, dan buku tugas Matematika, di mana kali ini membahas tentang Trigonometri.
Setelah Melody mencoba memahami isi soal, dia pun menutup kedua mata dengan tangannya. "Ini soal apaan, sih? Ngeliat aja bikin puyeng!"
"Cepetan kerjain contoh soalnya!"
"Iya-iya sabar kenapa, sih, Pak! Ntar kena⁶ lagi udah kaya jembatan Suramadu aja!"
"Belom apa-apa aja udah nyerah, payah lo!" katanya dengan nada meremehkan.
Brak!
Melody ingin lari ke ujung dunia agar tidak bertemu dengan Kevin.
"Bukannya ngajarin yang bener malah ngeremehin gue lagi!" ketus Melody sembari menatap sengit rivalnya.
"Lo kerjain dulu soalnya, lo harus usaha dulu, kalau ada yang bingung nanti tanya gue," tukasnya dengan kedua tangan disilangkan ke depan.
"Gue enggak paham semuanya!" teriaknya sembari menutup kedua mata dengan telapak tangannya.
_______________________________________
Halooo gaisss gimana tertarik sama ceritaku? Jangan lupa kasih Vote sama komentar kalian ya:). Maafkeun kalau ada typo di mana-mana. Semoga kalian suka ceritanya. Tunggu part selanjutnya
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro