Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

3. Berjuang untuk Keisha

Baskara mengerjapkan mata berulang kali, untuk memastikan apa yang di depannya bukan mimpi.

'Plak! Plak!'

Pria itu sampai menampar pipinya yang kanan dan kiri. Setelah itu, dia mendesis.

"Kamu beneran hamil? Ada benihku di dalam rahimmu?" tanya Bas lagi.

Keisha mengangguk lemah. Bola mata Bas mulai berkaca-kaca, merasa sedih sebab betapa malang nasib mereka berdua.

"Kalau aja waktu itu aku nggak khilaf! Sial! Bagaimana ini?" gumam pacar Keisha.

Gadis di hadapannya merasa tak sanggup menerima kenyataan. Tubuhnya terhuyung. Bas cepat-cepat menangkap Keisha dan membantunya untuk duduk di tepi ranjang.

Bas berkata, "Aku minta maaf. Kita akan hadapi ini semua sama-sama."

Keisha tak menjawab. Dia menenggelamkan kepala di dada Bas, lalu menangis sejadi-jadinya. Bas memeluk wanitanya dan membiarkannya sampai selesai.

Setelah merasa cukup puas menangis, Keisha menarik kepalanya dan Bas menghapus sisa-sisa air matanya.

"Gimana? Udah tenang? Aku janji akan segera ke rumah Ayah dan Ibu untuk memberi tahu bahwa aku akan masuk Islam dan menikahimu. Kita nggak usah pedulikan, mau mereka setuju atau tidak! Bahkan, sudah diusir dari rumah dan cinta kita nggak direstui. Jadi, mau mengharapkan apalagi dari mereka?" kata Bas dengan sangat yakin, sambil memegang kedua tangan kekasihnya.

Keisha mengangguk dan tersenyum. "Iya, aku percaya sama kamu. Hanya saja, aku sangat malu dengan kehamilan ini. Bahkan, Papanya adalah seorang non muslim. Apa kata orang nanti?"

Bas menghela napas panjang. "Begini, aku punya rencana."

Lelaki itu mendekatkan bibir ke telinga Keisha dan membisikkan sesuatu.

Wajah Keisha pun berbinar mendengarnya. "Kamu cerdas sekali! Oke, kalau begitu. Aku setuju!"

"Nah! Gitu, dong!" timpal Bas, "sekarang, kita ke dokter kandungan dulu, ya? Bagaimanapun, bayi itu tidak salah. Yang khilaf adalah kita berdua."

Keisha mengangguk. "Kamu benar. Kehadirannya di dunia ini sudah ditakdirkan oleh Tuhan. Dia tidak berdosa dan kita harus menjaganya dengan baik sebagai amanah dari Yang Maha Kuasa. Jangan sampai kita melakukan kesalahan lagi dengan menyia-nyiakannya." Dia mengelus perutnya dengan mata berkaca-kaca.

"Iya. Aku akan mengirim pesan pada bosku kalau aku ambil cuti hari ini," jawab Bas.

"Ya udah. Kamu tunggu di luar, ya?"

Bas mengiyakannya lalu keluar. Keisha segera bersiap untuk mandi.

**

Siang hari setelah makan, Bas dan Keisha sampai di klinik milik seorang dokter kandungan yang mereka percaya. Setelah mengambil nomor antrean, keduanya duduk di ruang tunggu. Kebetulan, suasana agak sepi karena masih pagi, sehingga tak lama, mereka dipanggil untuk mendaftarkan diri.

Selanjutnya, sepasang kekasih itu masuk ke ruang periksa. Petugas mengambil darah Keisha di bagian lengan, lalu meminta Keisha ke toilet untuk tes urine.

Kemudian, petugas itu meminta Bas dan Keisha lanjut ke ruangan dokter seraya menunggu hasilnya. Jantung Keisha bertalu-talu karena ini pertama kalinya dia periksa ke dokter kandungan.

Sebelumnya, Keisha sudah sering menemui dokter ketika sakit, tetapi bukan kondisi hamil di luar nikah seperti ini.

Dokter melakukan tes USG. Kedua mata Keisha dibuat terharu oleh pemandangan layar di hadapannya yang menampilkan kondisi calon bayinya. Dokter menerangkan mulai dari usia janin, posisinya di dalam rahim dan keadaannya yang sehat. Beliau berpesan tentang beberapa pantangan makanan untuk ibu hamil.

Bas dan Keisha mangut-mangut serta mengiyakannya. Setelah mendapatkan resep vitamin serta sebuah surat keterangan, mereka pamit serta berterima kasih pada dokter.

Sebelum pulang, Bas menebus resep itu di apotek yang tersedia dan membayar semua biayanya.

**

Menjelang sore, Bas berpamitan dengan Keisha di depan kontrakan, lalu menjalankan motornya menuju rumah Danu, dengan membawa surat keterangan dari dokter.

Sesampainya di sana, Bas sedikit ragu. Namun, semua akan tetap dia perjuangan demi Keisha.

"Ayah! Ibu! Ini aku, Bas!" panggilnya, sambil perlahan mengetuk pintu.

Lama tak ada yang menyahut, padahal pintu terbuka lebar.

"Ada hal penting yang harus aku sampaikan, Ayah, Ibu!" seru Bas, sekali lagi.

Kemudian, Jovita keluar dengan membawa kipas tangan. Cuaca memang sedang sangat panas.

"Kamu, Bas? Ada keperluan apa sampai berani datang ke sini?" ketus Ibunya.

Bas menelan saliva, merasa sakit tetapi juga paham kalau sang ibu masih membencinya. "Aku mau memberi tahu satu hal penting, yang akan membuat kedua orang tuaku langsung merestui pernikahanku dengan Keisha."

Jovita membelalakkan mata. "Apa kamu bilang? Jangan mimpi!"

"Ayah ada, Bu? Aku harus segera berbicara dengan beliau," tanya Bas, berusaha tetap sopan.

"Ada, masuk aja!" jawab Jovita, lalu masuk ke rumah.

Bas melangkahkan kakinya di ruang tamu itu lagi, setelah sekian lama diusir dari sini.

Danu muncul dari balik pintu ruang makan sambil berdeham. "Buat apa kamu datang ke sini lagi?"

Bas menyerahkan secarik kertas, setelah Ayahnya duduk tak jauh darinya. "Ini, Yah. Tolong baca dan restui pernikahan kami."

"Jadi, wanita itu hamil?" bentak Danu, setelah membaca surat di tangannya.

Jovita ikut melihat kertas itu. "Apa? Bagaimana mungkin kamu melakukannya, setelah tak mendapat restu dari kami?"

"Benar, Ayah. Dia mengandung anakku. Bayi itu tidak berdosa. Jadi, tolong izinkan aku menikahi Keisha," pinta Bas, memelas.

Danu menyunggingkan senyum licik. "Kamu pikir dengan begini, kami jadi malu pada orang-orang karena punya anak yang menghamili perempuan di luar nikah? Jangan harap, Bas!"

Pemuda itu bersimpuh lagi di kaki Danu. "Tolong, Ayah. Aku mohon, restui hubungan kami. Kesalahan itu terjadi, karena kalian tak kunjung memberi izin agar kami menikah."

'Plak!'

Tamparan keras melayang, kali ini dari Jovita. "Kurang ajar kamu, Bas! Kamu menyalahkan kami karena kesalahanmu sendiri? Memang benar, cinta telah membutakan mata anak Ibu, sampai jadi durhaka seperti ini!'

Bas mendesis, menahan sakit di pipinya.

"Licik sekali pikiran kamu! Pasti ini hanya akal-akalan kamu dan wanita itu. Sengaja berbuat di luar batas, supaya segera dinikahkan. Begitu?" Suami Jovita curiga.

"Tidak, Ayah. Ini murni kekhilafan kami berdua dan tidak ada rencana licik apapun di balik semuanya." Bas menunduk, tak berani menatap lelaki di hadapannya.

Danu membuang napas kasar. "Nggak nyangka, anak yang dulu Ayah banggakan berbuat keji seperti itu! Asal kamu tahu, meskipun pacarmu itu mengandung anakmu, kami tetap tidak merestui hubungan kalian berdua sampai kapan pun! Kejadian ini nggak akan membuat hati Ayah luluh!"

Bas membalas, "Baiklah kalau begitu. Aku akan tetap masuk Islam dan menikahi Keisha. Maaf, bila aku lancang, tetapi ini bentuk tanggung jawabku untuknya."

Kemudian, Jovita menangis pilu, sampai terdengar dari luar.

"Pergi sana! Mulai detik ini, jangan pernah menginjakkan kaki di rumah Ayah. Selain itu, Ayah sudah tak menganggap kamu sebagai anak!" tegas Danu, menatap lurus ke depan, tegas dengan keputusannya.

"Oke. Aku akan keluar dan tidak akan kembali ke sini lagi. Sekali lagi, Bas minta maaf yang sebesar-besarnya. Bukan maksud membangkang, tetapi aku punya keputusan sendiri untuk kehidupan selanjutnya," balas Bas.

"Terserah kamu mau bilang apa! Kamu tega sama Ayah dan Ibu! Sudah salah memilih pacar non Kristen, masih ditambah menghamilinya pula! Mau ditaruh mana muka Ayah di hadapan Tuhan? Kalau perkataan masyarakat, sih, kami nggak akan peduli!" sahut Danu, terdengar bergetar.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro