Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21. Halangan yang Menerpa

Satu bulan kemudian, usaha Bas dan Keisha bertambah laris dan memiliki banyak pelanggan. Kesehatan Keisha mulai stabil dan bisa membantu Bas semampunya. Jika sudah lelah, dia segera beristirahat.

Bas merasa menemukan passion-nya kembali. Dia bersemangat menjalani usaha,"Nasi Goreng Rasha".

Video yang diunggah Keisha di sosial media pun semakin viral, sehingga mulai bermunculan pesanan via online. Dari uang hasil penjualan, Bas bisa memberikan nafkah yang pantas untuk Keisha. Semakin bertambah dan bertambah banyak.

Keisha mulai menabung secara diam-diam, untuk kelangsungan hidup bersama Bas.

**

Setelah melewati hari yang melelahkan, Keisha salat Isya' dengan duduk karena perutnya yang mulai membesar. Dia kesulitan ketika berdiri setelah sujud.

Kewajiban empat rakaat itu selesai. Wanita itu merasa dadanya sesak. Dia melepas mukena dan membiarkannya berantakan di atas sajadah, lalu merapalkan zikir supaya lebih tenang.

Keisha teringat dengan Papa-Mamanya. Dia menangis menahan rindu itu. Sesenggukan sendirian di kamar.

"Ya Allah, mengapa sesakit ini, kangen yang mendalam pada orang tua sendiri, sedangkan hamba malu untuk menampakkan muka di hadapan mereka. Bukakanlah hati Papa dan Mama, agar menerima permintaan maaf kami, lalu kami sekeluarga kembali berdamai. Aamiin." Dia menutup doa dengan mengusap telapak tangan ke wajah.

Dari celah pintu, tampak Bas yang baru pulang dari masjid. Dia kaget mendapati wajah istrinya yang penuh air mata.

"Astagfirullah! Kamu kenapa, Sayang?" Dia membuka pintu pelan, lalu memeluk Keisha.

Belahan jiwanya masih terus menangis. "Aku kangen sama Papa-Mama, Mas."

Bas diam sejenak, lalu berkata, "Sabar, ya, Sayang. Mungkin, ini semua teguran dari Allah, karena kamu pernah melanggar larangan orang tua. Ya, kekhilafan kita berdua waktu itu. Maafkan aku."

"Kamu nggak salah, aku yang tak bisa menahan diri malam itu." Keisha sangat menyesali perbuatannya.

"Udah, ya? Masa lalu biarlah berlalu. Apakah kita tidak boleh memperbaiki diri dan bertobat kepada Allah? Bukankah pintu ampunan-Nya Maha Luas?" pesan putra Jovita.

Tangisan Keisha mulai mereda. "Iya. Allah yang Maha Memiliki hati kedua orang tuaku, maka aku selalu memohon supaya Dia membukakan hati Papa-Mama untuk memaafkan kita dan menerimaku lagi sebagai anak mereka. Namun, kapan itu terjadi? Mungkinkah doaku terkabul?"

Bas mengangguk dan memenenangkannya. "InsyaaAllaah, suatu saat nanti. Sabar, ya?"

Seperti biasa, Keisha menghabiskan tangisannya di pundak Bas. Namun, kali ini lebih lama dari biasanya. Bas pun memindahkan kepala istrinya ke pangkuannya, supaya lebih nyaman.

"Semua perbuatan ada konsekuensinya, Sayang. Termasuk perbuatan kita di malam itu. Kita memilih jalan yang salah, sampai-sampai tak pantas untuk dimaafkan oleh Papa-Mama dan diterima kembali di keluargamu. Yang bisa dilakukan sekarang, hanya terus bertobat kepada Allah dan memperbaiki diri. Allah Maha Pengampun," imbuh Bas, mengelus kepala Keisha.

Putri Azka tak menjawab, sedang berpikir bahwa yang dikatakan suaminya itu benar.

Bas berkata lagi, "Kapan pun kita mau, kita bisa memohon ampunan kepada Allah. Tidak seperti manusia yang sulit memaafkan orang lain. Tapi, wajar kalau Papa sama Mama marah, karena kesalahan kita memang fatal. Apalagi, berlawanan dengan prinsip yang selama ini mereka pegang. Mereka butuh waktu."

"Iya, tapi sampai kapan?" cecar Keisha, masih menitikkan air mata.

"Aku pun tak tahu, Sayang. Mungkin, sampai Allah membukakan hati mereka. Yang penting, kita terus mendekat pada Allah dan berdoa pada-Nya," sahut pria itu.

Istrinya mengembuskan napas panjang. "Iya, kamu benar. Bukankah hamba yang dekat pada Allah itu doa-doanya akan dikabulkan."

Bas tersenyum. "Itu tahu. Udah, kamu istirahat aja. Jangan pikirkan apapun yang membuat kamu stres. Semuanya di luar kuasa kita. Hanya Allah yang Maha Mengetahui, apakah Papa-Mama akan memaafkan kita atau tidak. Bila memang iya, entah kapan itu terjadi."

Keisha tak bisa berkata-kata lagi. Dia memilih membaca doa sebelum tidur, lalu memejamkan mata. Baskara terus mengelus kepala wanitanya dengan lembut. Tanpa terasa, lima belas menit kemudian, istrinya benar-benar tertidur.

"Tidur aja dia cantik," gumam Bas pelan.

Pria itu menggendong Keisha untuk dipindah ke kasur dan sedikit merasa keberatan.

**

Hari berikutnya, seperti biasa Bas melayani pembeli, dibantu oleh Keisha. Namun, Keisha banyak beristirahat karena perutnya kini lebih sering kencang-kencang. Hal itu membuat Bas kewalahan sehingga butuh waktu lebih lama untuk menyiapkan nasi goreng dan es teh.

"Mas, lama banget? Bu Keisha ke mana?" tanya pelanggan yang mendapat giliran untuk dilayani.

"Maaf, ya. Kehamilan Keisha sekarang semakin besar. Dia jadi cepat lelah. Mohon kesabarannya," jawab Bas, sambil berusaha tetap cekatan menggoreng nasi.

Pelanggan itu mengembuskan napas panjang. "Kalau gitu, mending saya beli di warung lain aja. Di sini lebih enak, tapi, kalau pelayanannya lama, keburu kelaparan, Pak!"

"Iya, betul itu! Mana masih antre banyak lagi!" kesal yang lain di belakangnya.

"Apalagi aku, yang dapat giliran terakhir. Entah, mungkin kalau ada yang datang lagi, paling cuma lewat dan nggak jadi beli!" seru pembeli paling belakang.

Telinga suami Keisha pun menjadi panas. Dia ingin marah, tapi berusaha untuk menahannya. Semua demi reputasi sebagai penjual yang harus selalu ramah, supaya pelanggan betah. Kalau Bas melampiaskan emosi saat ini, pasti mereka akan lari dan dia tidak jadi dapat uang.

"Sekali lagi maaf, memang seperti ini keadaannya. Saya akan berusaha melayani Anda dengan semaksimal mungkin, dengan tetap menjaga rasa nasi goreng yang khas di warung ini," pinta Bas memelas, seraya menyerahkan satu kantong kresek putih pada pelanggan yang marah tadi.

Pembeli itu langsung merebutnya dan melempar uang ke atas meja. "Lain kali tolong lebih cepat, ya! Maaf, keburu lapar."

Bas hanya mengangguk, tanpa membalas ucapannya, takut malah kelepasan emosi.

"Capek antrenya, lain kali aja aku," ujar seseorang yang berdiri di bagian tengah.

Beberapa yang lain juga ikut pergi, merasa pelayanan nasgor terlalu lama. Hanya ada tiga orang yang berdiri di barisan tadi.

"Silakan bila ada yang mau pindah ke warung lain. Pelayanan nasi goreng kali ini, sudah paling maksimal yang bisa kami lakukan sebagai manusia biasa," ujar putra Danu, tetap sopan, "Mbaknya beli apa?"

Perempuan yang mendapat giliran, menyebutkan menu yang hendak dia beli.

"Baik, tunggu sebentar!" pinta putra Danu.

Tiga puluh menit kemudian, semua pembeli sudah selesai dilayani. Bas masuk rumah sambil menyeka keringat yang membanjiri keningnya.

"Duh! Capek banget. Mana pembelinya pada bawel lagi. Ya Allah!" keluhnya, seraya duduk di kursi ruang tamu dan menyandarkan punggungnya.

Keisha yang muncul dari ruang makan, menghampirinya. "Sabar, Mas. Semua ada ujiannya."

Bas membelalakkan mata. "Ka-kamu dengar omelan dari pelanggan ta-di?" Dia tampak gugup.

"Iya, aku sempat dengar ribut-ribut, terus ingin mengintip dari balik jendela. Ternyata pada nggak sabaran," sahut istrinya.

"Maaf, kalau mengganggu waktu istirahatmu. Jujur, aku kewalahan," kata Bas, merasa tak enak pada Keisha.

"Enggak papa, keganggu dikit. InsyaaAllaah udah nggak stress lagi. Semoga nanti ada solusi dari masalah ini. Kamu mau mandi dulu? Biar aku siapkan kopi kesukaanmu." Putri Azka tersenyum manis.

Baskara mengangguk, lalu memijat pelipisnya. Dia pusing memikirkan halangan yang menerpa usahanya.

**

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro