14. Kejutan dari Jennie
Bas melalui waktu yang panjang dan pikirannya penat hari ini di tempat kerjanya. Tiba juga saat yang ditunggu, yakni jam pulang kantor.
"Alhamdulillaah untuk hari ini. Capek sekali. Kasihan Keisha, pasti dia udah menunggu dan mungkin sedang menghadapi muntah-muntah berulang kali," gumam Bas, sambil mengendarai motornya.
Tak butuh waktu lama, dia sampai di depan kontrakan. Namun, ada yang beda. Sebuah mobil keluaran terbaru terparkir di halaman.
'Mobil siapa ini?' batinnya.
Dia masuk rumah sambil mengucap salam. Di ruang tamu, ada Keisha yang sedang berbincang dengan seorang perempuan berambut panjang. Bas belum melihat wajah tamu itu, karena posisi duduknya yang membelakangi pintu depan.
"Wa'alaikumussalaam. Itu suamiku datang, Kak. Panggilannya Mas Bas," jawab Keisha, dengan raut senang, lalu beralih menatap suaminya. "Sayang, ini kakakku, namanya Kak Jennie."
Perempuan itu menoleh, sontak matanya terbelalak. Bas pun sangat terkejut melihatnya, sambil terus mendekat.
"Hai, Kak ... Jennie?" sapa Bas, berusaha menutupi kegugupannya.
Jennie masih sangat syok. "Berarti yang kamu maksud Bas itu, dia?"
Keisha mengangguk. "Iya. Apa kamu mengenalnya, Kak?"
"Dia ...." Jennie tak bisa melanjutkan kata-katanya.
"Sayang, ternyata kejutan dari Kak Jennie itu, dia pulang ke Indonesia tanpa ngasih kabar dulu ke aku. Jadi kaget banget tadi, tiba-tiba langsung nyamperin ke sini. Jail banget, ya, kakakku?" Keisha merangkul lengan suaminya dengan mesra.
"Oh? I-iya." Bas masih tak percaya dengan kenyataan di hadapannya. "Kamu kakaknya Keisha?"
Istrinya merasa ada yang aneh. "Kamu kenapa, sih, Sayang? Jadi linglung gitu?"
Jennie menarik napas panjang dan mengembuskannya kembali. "Iya." Dia menoleh ke arah Keisha. "Dik, dia mantan pacarku. Seseorang yang begitu berharga di masa lalu. Kenapa kamu malah menikah dengannya?"
"Apa?" Mulut Keisha menganga. "Aku ... aku nggak tahu kalau Bas itu mantannya Kakak."
"Kenapa di saat aku mulai menemukan kebahagiaanku, kamu malah muncul lagi, Jen? Ya Allah, berat sekali ujian ini." Bas menunduk dalam.
Keisha bingung harus bersikap bagaimana.
"Mm ... maafkan aku, Bas. Waktu itu aku nggak bermaksud untuk pergi. Kamu benar-benar mengagumkan sekarang. Udah mualaf, tambah fasih lagi menyebut asma-Nya." Tatapan mata Jennie pada Bas masih sama seperti saat keduanya masih pacaran dulu.
"Kak, dia suamiku! Jangan mengganggunya lagi!" Keisha maju, memberi jarak antara kakak dan suaminya.
Bas tersenyum miring. "Kamu bukan hanya pergi, tapi juga selingkuh dengan pria lain. Allah Maha Baik, mematahkan hati ini dari cinta yang salah. Ternyata, aku adalah jodoh adikmu." Pria itu merangkul pundak istrinya. "Tenang saja, Sayang, aku sudah sangat beruntung memilikimu dan tak akan sedikit pun tertarik pada Jennie lagi."
Istrinya mengembuskan napas panjang, merasa agak lega.
Jennie memasang wajah memelas. "Mungkin belum terlambat, Bas, kalau kamu mau mulai semuanya dari awal. Maafkan aku yang dulu merasa, orang tua kita tak akan merestui hubungan kita karena perbedaan agama. Tolong, berikan kesempatan kedua!"
Keisha mendorong kedua bahu saudarinya sampai mundur selangkah. "See? Setelah Mas Bas masuk Islam, kamu mengemis cintanya lagi? Perempuan macam apa Kakakku ini?"
"Apa maksudmu? Sombong karena sudah mendapatkan Bas? Mungkin setelah bertemu denganku, kamu harus meragukan cintanya dia. Tidak jarang seseorang berubah karena kembali bertemu dengan masa lalunya! Menyadari kalau masih ada rasa sayang seperti dahulu, saat masih bersama-sama," balas kakaknya, dengan yakin.
"Itu cuma khayalanmu saja, Kak. Sadar, dong! Kamu harus menerima kenyataan, bahwa kami sudah sah menjadi suami-istri. Jadi tolong, pergi dari sini dan jangan berharap apapun dari Mas Bas!" Kali ini, Keisha menatap tajam ke arah Jennie.
"Tidak ada yang tidak mungkin selama kita berusaha, Keisha sayang. Adik cantik, nurut sama Kakak, ya? Lepaskan Bas! Biar dia jadi milikku." Ucapan putri sulung Azka lembut, tetapi begitu menyakitkan di hati Keisha.
"Cukup, Jen! Tak ada kata maaf untuk pengkhianat sepertimu! Lebih baik kamu nggak usah pulang ke Indonesia kalau hanya untuk menghancurkan rumah tanggaku! Kisah kita telah usai. Lupakan saja semuanya! Aku nggak akan pernah melepaskan istri sebaik Keisha! Kelakuan dia tidak seburuk kamu!" ketus Bas.
"Kelakuan baik kamu bilang? Berzina sebelum menikah itu apa namanya kalau bukan dosa? Kalau mau sombong di hadapanku itu, dipikir dulu! Jangan bikin boomerang untuk kalian sendiri! Kamu juga, Keisha, bikin malu! Pantas Papa sama Mama usir kalian dari rumah," balas Jennie.
"Sudah, Kak, cukup! Kamu memang putri kesayangan Papa dan Mama. Kata mereka, tak pernah berbuat kesalahan apapun. Tapi aku meragukan hal itu. Kita berdua akan selalu dibedakan, padahal kita sama-sama anak kandung. Entah apa alasan mereka. Semua yang ada padaku telah kamu rampas! Apa belum puas?" tanya Keisha dengan suara parau.
Jennie menggeleng. "Sayangnya belum. Serahkan suamimu dulu, baru aku puas! Haha!"
Istri Bas mulai menitikkan air mata. "Tolong, jangan ambil suamiku dariku. Semuanya sudah kamu minta. Kebebasan berpendapat di depan Papa atau Mama, izin untuk kuliah dan kerja di luar negeri, hingga mereka berikan fasilitas serta barang mewah ke Kakak. Mas Bas adalah milikku seorang!"
"Kita lihat saja nanti. Hidup kalian pasti akan sengsara karena telah menyakiti hatiku! Sia-sia aku menghampiri kamu dan mendukungmu supaya tetap tegar karena diusir dari rumah, Dik! Tapi, it's OK! Dampaknya bagus, pasti setelah ini Papa dan Mama akan semakin sayang padaku, hanya percaya padaku seorang dan melupakan anak bungsunya bernama Keisha ini!" Jennie tertawa terbahak-bahak dan merasa di atas angin.
Bas sudah sangat jengah. "Cepat pergi dari sini dan jangan pernah kembali!"
Mantan pacarnya menjawab, "Oke! Aku akan pergi. Kelak, pasti kamu yang akan mengejar-ngerjar aku dan meninggalkan Keisha!"
"Terserah mau bilang apa juga, aku nggak peduli!" Bas tak terpengaruh dengan ancaman itu.
Jennie berlalu keluar dengan langkah angkuh. Selanjutnya, Keisha menangis pilu dan langsung dipeluk oleh Bas.
"Sayang, jangan nangis! Aku sangat mencintai kamu. Bersyukur sekali tidak ditakdirkan dengan kakakmu yang nggak bisa setia itu." Baskara menangkupkan kedua telapak tangannya di pipi Keisha.
Istrinya menatap sendu ke arahnya. "Beneran, Mas? Aku takut banget kehilangan kamu. Baru aja ngerasain bahagia, karena selama ini dibedakan sama Papa dan Mama. Tapi kenapa harus pupus lagi? Ternyata Kak Jennie itu mantanmu. Kenapa nggak cerita dari awal?"
Bas menunduk. "Maaf, aku kira kita nggak perlu membahas masa lalu, karena aku benar-benar sudah move on. Nggak ada rasa yang tersimpan sampai saat pertemuan pertama kita. Bukannya lebih baik memikirkan masa depan? Yang dulu cukup diambil sebagai pelajaran.
"Nggak penting kamu bilang? Justru itu sangat penting, karena menyangkut kelanjutan rumah tangga kita. Belum lagi, orang di masa lalumu itu adalah kakakku. Mau tidak mau, kita akan terus berinteraksi dengannya. Namanya juga saudara," keluh Keisha, dengan suara serak karena menangis.
"Sekali lagi, aku minta maaf, belum menceritakan tentang Jennie. Tapi sekarang, tanpa diberi tahu pun, dia datang sendiri. Yang penting, aku udah nggak ada perasaan lagi ke dia, kan? Ini nggak gombal, tapi serius, hatiku udah penuh sama kamu. Hanya namamu, tak ada yang lain." Suaminya memegang kedua bahunya untuk meyakinkan.
Keisha mengembuskan napas kasar. "Ya sudah, lah, Mas. Tapi, bisa saja setan memakai tipu dayanya yang sangat halus, untuk menggodamu supaya memandang Kak Jennie dengan pandangan cinta, kan? Padahal aku istrimu, bukan dia!"
"Udah, ya? Kamu lagi dikuasai emosi. Setelah ini, kita Salat Magrib dan berzikir supaya hati kita tenang. Abis itu makan. Pikiran-pikiran negatif itu kadang berasal dari perut yang lapar," jawab Bas, dengan bijak.
"Iya, Mas."
Keisha menurut, meskipun pikirannya berkecamuk dengan begitu banyak pertanyaan tentang Bas dan Jennie. Namun, dia juga lelah untuk berdebat. Mungkin suaminya benar, dia lapar sehingga mudah marah dan menangis.
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro