13. Pembagian Tugas
Tiga hari berlalu. Pagi hari, setelah makan roti bakar dan segelas susu, Bas pamit untuk bekerja.
"Aku berangkat dulu. Jangan capek-capek dan nggak boleh lupa minum obat!" pesan Bas, mencium pucuk kepala Keisha.
"Iya, Sayang." Istrinya menjabat dan mencium tangannya.
Mereka keluar. Bas mengucap salam dan dijawab Keisha. Pria itu mulai mengendarai motor. Setelah motornya tak terlihat, Keisha menutup pintu dan kembali ke kamar.
Tiba-tiba, dia merasa sangat pusing dan mual. "Duh! Aku kenapa, ya?"
Seper sekian detik kemudian, dia langsung menuju toilet dan muntah makanan yang baru saja dimakan bersama Bas tadi. Keisha menitikkan air mata, karena tak ada sang suami yang memijat tengkuknya seperti biasa.
"Ya Allah. Astagfirullah," gumam Keisha, sambil membersihkan diri.
Dia merasa lemas tak berdaya, segera berbaring di ranjang. "Kehamilan benar-benar menyusahkan seperti ini. Tapi, anak di dalam rahimku nggak salah dan harus diperjuangkan." Perempuan itu mengelus perutnya sambil menatap ke langit-langit kamar.
Keisha mencoba memejamkan mata, tetapi tumben tak juga bisa tidur.
"Mendingan bersih-bersih." Lagi-lagi, Keisha berbicara sendiri.
Dia bangun, menuju belakang rumah. Kemudian, mulai menyapu seluruh lantai rumah dan teras.
Selesai menyapu, dia mandi dan merasa lumayan fresh. "Alhamdulillaah. Akhirnya dengan mandi, terasa agak mendingan badanku."
Dia pergi ke ruang tamu sambil bermain ponsel. "Udah lama nggak telepon Kakak. Dia apa kabar, ya?"
Keisha memulai panggilan video dengan kakaknya yang tinggal di luar negeri. Namanya Jennie.
"Assalaamu'alaikum, Kak," salam Keisha dengan senang, ketika panggilan telah tersambung.
"Wa'alaikumussalaam. Apa kabar, Dik? Kakak di sini alhamdulillaah sehat," jawab Jennie.
Keisha menyahut, "Aku juga sehat, Kak. Tapi, aku diusir dari rumah, karena ...."
Jennie menyela, "Iya, aku sudah tahu. Jadi sekarang, kamu udah punya suami dan ikut dengan dia, ya?"
"Kamu udah tahu, Kak?" Kedua netra Keisha terbelalak, khawatir akan dimarahi oleh Jennie. "Maaf, Kak. Aku gagal menjaga diri. Terus, kenapa kamu mau mengangkat video call dariku? Iya, sekarang ikut suami."
"Iya, nggak papa. Yang udah terjadi, biarlah. Namun, kamu harus menerima konsekuensinya, diusir sama Papa. Aku nggak marah, karena kamu udah dewasa dan tahu kalau itu dosa. Selamat adikku yang lucu dan imut, sekarang udah jadi istri orang, hehe," sahut saudarinya.
"Syukurlah kalau kamu nggak marah. Seenggaknya, aku masih bisa curhat. Hehe, kamu juga pasti akan segera bertemu dengan jodoh di masa depan," jawab istri Bas.
Jennie tersenyum. "Jangan sedih! Yang penting, kamu harus fokus membangun rumah tangga dan memperbaiki diri. Semoga suatu saat nanti Papa sama Mama bisa menerimamu kembali. Tapi, tentu semuanya membutuhkan waktu yang lama, Dik. Aamiin, makasih doanya."
Keisha mengembuskan napas panjang. "Iya, deh! Pasti setelah ini, cuma kamu satu-satunya putri cantik Papa dan Mama. Selalu dimanja, dikenal penurut dan nggak pernah aneh-aneh. Tapi, di sana kamu jangan pacaran sampai kebablasan kayak aku, lho! Ikutan diusir nanti, Kak!"
"Ya gimana? Itu, kan, kesalahanmu sendiri. Aku juga nggak tahu, kenapa Papa-Mama membedakan sikap dengan kita berdua. Soal pacaran nggak akan kebablasan, kok. InsyaaAllaah. Doain aja, di sini aku juga berusaha terus menjaga diri. O ya, besok, ada kejutan buat kamu!" jawab Jennie, dengan raut bahagia.
"Kejutan?" Kening Keisha berkerut. "Apaan, tuh? Baju atau tas baru? Jangan, lah, Kak! Bosan."
Kakaknya menjawab, "Enggak. Bukan itu. Pokoknya ada, deh! Kalau aku kasih tahu sekarang, namanya bukan kejutan, dong?"
"Oke. Udah dulu, ya, Kak? Aku ngantuk banget. Mungkin karena efek hamil muda. Kapan-kapan disambung lagi," pamit Keisha, hendak mengakhiri panggilan.
"Iya. Sehat-sehat kamu, jaga calon keponakanku, ya! Bye!" Jennie melambaikan tangan.
Keisha mengucap salam dan dijawab oleh kakaknya. Mereka menutup panggilan video itu.
"Kak Jennie mau bikin kejutan? Kira-kira apa, ya?" Keisha jadi penasaran.
Dia menuju kamar karena merasa sangat mengantuk.
**
Siang hari, Keisha terbangun. Dia mengambil air wudu untuk menunaikan Salat Zuhur. Setelah selesai, dia lapar sekali.
"Mau masak apa, ya?" gumamnya, sambil beranjak menuju dapur.
Namun, sampai di ruang makan, tiba-tiba dia limbung.
Keisha memegangi kepalanya. "Ya Allah! Kenapa jadi pusing banget?"
Selama beberapa menit, dia memejamkan mata. Perutnya sudah tak bisa menahan lapar, sehingga dia segera memesan makanan lewat aplikasi G* F**d.
"Udah lapar, pusing lagi." Keisha memijat keningnya sembari menunggu pesanannya datang.
Dia berulang kali mengirim pesan pada driver supaya segera mengantarkan makanan. Namun, belum dibalas.
Setelah menunggu cukup lama, akhirnya pesanannya datang juga. Keisha keluar dengan badan yang sedikit terombang-ambing, berusaha menggapai tiang atau tembok agar tidak jatuh. Driver itu menyodorkan makanan dan menyapa dengan ramah.
"Makasih, Pak. Ongkirnya udah saya transfer, ya?" ujar Keisha.
Dia masuk rumah dan segera melahap makanan.
Ketika hari menjelang petang, Bas datang.
"Assalaamu'alaikum. Sayang?" sapanya.
Tak ada jawaban. Dia masuk kamar, mendapati Keisha muntah-muntah di toilet.
"Astagfirullah! Kei?"
Baskara segera berlari dan memijat tengkuk istrinya.
"Kasihan banget kamu, Yang. Sebenarnya nggak tega ninggalin kamu sendirian di kontrakan. Tapi, gimana lagi, kita butuh uang," keluh Bas, sambil tetap memijat belakang leher Keisha.
Setelah reda, Keisha berkumur. Keduanya kembali ke kamar.
"Sayang, aku minta izin malam ini buat nggak masak, ya? Soalnya aku nggak kuat. Tadi siang aja pesan makanan karena keburu lapar. Udah gitu, hampir limbung pas bukain pintu. Eh, malah barusan makanannya keluar semua," kata Keisha.
Baskara tampak berpikir. "Nggak papa nggak masak. Yang sabar, ya, perjuangan bumil memang berat. Membayangkan kalau aku jadi kamu, kayaknya nggak sanggup. Terus, karena kamu muntah makanan tadi siang, berarti sekarang lapar lagi, kan?"
Keisha mengangguk. "Tapi kalau makan lagi takut muntah lagi."
"Nggak papa, asalkan kita coba dahulu. Calon bayi kita tetap butuh makanan sebagai sumber nutrisinya. Aku yang masak. Gimana?" tawar Bas.
"Emangnya kamu bisa masak?" Keisha tak percaya.
"Hehe. Jangan heran! Gini-gini, aku punya bakat masak, loh!"
Putri Azka mengerutkan dahi melihat suaminya yang PD. "Masa, sih? Buktikan aja kalau gitu?"
"Beres, Sayang! Tapi, aku mandi dulu. Tunggu di sini, ya?"
Bas beranjak untuk mandi. Setelah selesai, dia sibuk di dapur untuk memasak. Keisha menunggunya sembari berselancar di media sosial.
"Taraa! Makanan sudah siap!" seru Bas di depan pintu kamar.
"Beneran? Penasaran kamu masak apa dan rasanya gimana?" Keisha langsung mengunci ponsel dan menghampiri suaminya.
Mereka menuju ruang makan. Indra penciuman Keisha langsung menangkap bau sedap begitu melihat dia piring nasi goreng di atas meja.
"Nasgor yang lengkap dengan ayam dan lalapan khusus untuk istriku tercinta." Suami Keisha tampak bangga.
"Jadi lapar banget aku! Makasih, Mas!" Putri Fara mencium Bas secara tiba-tiba.
Suaminya jadi kaget, lalu senyum-senyum. "Sama-sama. Ini nggak pedas, kok."
Keisha langsung mencicipi nasi goreng dan menikmati rasanya. "Wow! Enak banget! Lebih lezat dari yang dijual abang-abang!"
"Abang?"
"Abang pedagang kaki lima," jawab istri Bas cepat, takut pria di hadapannya cemburu.
Putra Danu terkekeh. "Oh, kirain." Dia mulai ikut makan.
"Besok, kakakku mau bikin kejutan katanya. Ntar sekalian aku kenalin ke kamu, ya, Mas?" ujar Keisha.
"Oke. Nah, gitu! Nggak canggung lagi panggil 'Mas.' Namanya siapa?" tanya Bas.
Keisha menyahut, "Lagi membiasakan diri panggil dengan sebutan itu. Namanya, Kak Jennie."
Mendengar nama itu, Bas tiba-tiba tersedak.
"Pelan-pelan, Mas! Ada apa?" Keisha langsung mengambilkan minum untuk Bas.
Setelah batuk suaminya reda, dia menjawab, "Kak Jennie, ya? Aku nggak papa, cuma terlalu cepat menelan tadi. Abisnya enak banget!"
"Yee kamu ini, memuji masakan sendiri! Tapi beneran, enak banget!" sahut Keisha, lalu lanjut makan.
**
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro