Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

12. Suami Penyayang

"Kenapa lagi kamu, Yang?" tanya Bas.

Keisha masih terus muntah. Bas tak henti memijat tengkuk istrinya.

"Padahal semalam sudah minum obat, ya?" Bas terus berpikir apa yang salah, meski dia tahu tak ada sahutan dari Keisha.

Beberapa saat kemudian, muntahan Keisha berhenti. Namun, perempuan itu jadi lemas, tak berdaya.

"Mau digendong ke kasur?" tawar Bas.

Keisha menggeleng. Dia masih diam sambil berdiri, menyiram muntahannya tadi, lalu mencuci muka. Setelah itu, dia kembali ke tepi ranjang untuk duduk. Bas mengikutinya.

"Ini semua wajar, Sayang. Dari yang aku pelajari di buku kehamilan, mual dan muntah merupakan salah satu dari tanda-tanda kehamilan. Kamu nggak perlu khawatir." Keisha tersenyum, tetapi tampak getir.

Baskara mengusap wajahnya dengan gusar. "Gimana nggak panik? Orang kamu tadi tiba-tiba muntah banyak banget. Sebelumnya juga aku nggak pernah lihat, kirain kenapa."

Keisha memegang tangan suaminya. "Makasih banget, kamu sesayang itu sama aku. Tentu saja kamu baru melihatnya, karena istrimu ini baru hamil sekarang. Yang penting, aku butuh obat anti mual."

"Eits! Kamu belum sarapan. Sebentar!" Bas bergegas menuju dapur.

Beberapa menit selanjutnya, dia kembali dengan sepiring roti tawar dengan selai kacang, air putih hangat, serta obat dari dokter.

"Makan dulu sedikit, baru minum obat. Hanya ada ini, keburu waktu Subuhnya habis," ujar pria itu.

Keisha tersenyum lebar, lalu segera makan dan minum obat. Setelah itu, keduanya beranjak berwudu dan salat Subuh berjamaah.

**

"Assalaamu'alaikum wa rahmatullaahi," salam Bas, mengakhiri salat, diikuti oleh Keisha.

Bas berbalik badan. Keisha menyalami dan mencium tangannya dengan khidmat. Suaminya tersenyum dan mencium pucuk kepalanya.

Kemudian, keduanya menunduk untuk membaca zikir sesudah salat. Bas menghadap kiblat lagi untuk mengangkat tangannya, berdoa kepada Allah. Begitu pula dengan Keisha.

Setelah selesai, perempuan yang memakai mukena putih itu maju dan bersandar di pundak Bas.

"Makasih, Sayang. Aku bersyukur banget punya suami sebaik dan penyayang seperti kamu," ujar Keisha.

Bas mengusap kepala istrinya. "Iya, aku juga makasih banget. Kamu itu cantik dan hatinya baik. Selain itu, suka mengingatkanku tentang kebaikan. Jangan pernah bosan seperti itu, ya?"

Istrinya tak menjawab dan hanya mengangguk. Mereka larut dalam suasana damai seperti itu. Hati terasa tenang setelah salat berjamaah dan berzikir kepada Allah.

Namun, setelah itu Keisha merasa lemas. Dia melepas mukena lalu beranjak untuk tidur lagi.

"Tidur aja dulu, nggak papa. Darurat, karena ibu hamil perlu istirahat yang cukup. Aku mau belajar ngaji dulu. Jangan diketawain, ya?" kata Bas.

"Ya enggak, lah, Yang. Masa diketawain. Aku dengerin, sekalian buat pengantar tidur," jawab Keisha, dari atas kasur.

Bas tersenyum, lalu mengambil iqro' dan ponsel. Dia membuka aplikasi Y**Tub* untuk memutar video tutorial membaca huruf Hijaiyah, karena memang belum bisa dan harus belajar dari nol.

Keisha mengamati Bas. Suaminya menggunakan sandaran Alquran untuk menaruh iqro' dan mulai mengikuti bacaan seperti di tutorial. Terbata-bata, kadang menyetop video, membaca, lalu memutar lanjutannya.

Dalam hati, Keisha bersyukur punya imam yang bersedia belajar dari nol dan semangat untuk menjadi muslim yang baik. Diam-diam, dia menitikkan air mata. Beberapa saat kemudian, dia mulai terpejam.

**

Pukul delapan pagi, Keisha terbangun. Tak ada Bas di kamar. Dia beranjak, menyisir seluruh isi rumah.

"Yang?" panggilnya.

Suaminya tak ada di rumah. Keisha menuju dapur, ternyata tidak ada makanan. Dia mengecek keranjang cucian dekat mesin cuci, tak ada pakaian kotor.

"Ke mana baju-baju kotorku dan punyanya Mas Bas?" gumamnya.

Tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang.

"Ciee, ada yang panggil aku dengan sebutan 'Mas' lagi, nih?" Suara orang itu, ternyata Baskara.

Keisha berbalik lalu mengelus dadanya, karena kaget. "Kamu, Yang? Jantungku hampir aja copot! Lagian, kenapa aku nggak dengar langkah kakimu? Hmm, mengendap-ngendap, ya?"

"Kalau iya, kenapa? Romantis, kan? Eh, panggil 'Mas' lagi, dong!" goda Bas, senyum-senyum.

"Romantis, sih, romantis. Tapi jangan kagetin aku gitu, dong! Kalau mau dipanggil 'Mas', jangan dibercandain! Ntar malah nggak jadi panggil gitu, soalnya malu," balas Keisha, ikut senyum-senyum.

Bas mengusap pipi istrinya. "Hehe maaf."

"Kamu dari mana? Terus, pakaian kotor kita, kok, nggak ada?" selidik Keisha.

"Dari depan kontrakan. Semua baju kotor udah aku taruh di laundry langgananku waktu sebelum menikah. Biar kamu bisa istirahat," jawab putra Danu.

Belahan jiwanya tersenyum manis sambil memeluknya. "Uu, co cweet! Makasih, Sayangku."

Bas menjawab, "Sama-sama, tapi mungkin ini semua nggak berlangsung lama. Begitu kamu udah nggak mual-mual, kita harus menghemat pengeluaran, gimanapun caranya. Kan, sumber uangnya cuma dari aku sekarang."

"Oke. Aku nurut aja. Kan, kamu yang jadi pemimpin rumah tangga." Istrinya memahami keadaan.

Bas mengajak Keisha duduk di ruang makan. Kemudian, dia mengambil sebuah buku dan mulai menulis sesuatu.

"Ini rencana kebutuhan yang harus kita beli selama sebulan. Aku harap gajiku cukup," ujar pria itu, sambil tetap menulis.

Keisha masih terdiam, sambil mengamati apa yang ditulis suaminya. Beberapa menit berlalu. Baskara menyerahkan buku itu padanya.

"Aku mandi dulu. Kamu boleh ganti di bagian yang misalnya kamu nggak suka dan diskusikan sama aku," imbuh Bas, beranjak dari duduknya.

"Oke." Keisha membuka buku itu.

Isinya adalah daftar tugas yang harus dia kerjakan di rumah, juga tugas untuk Bas.

Perempuan itu menghembuskan napas panjang, berharap kuat untuk melaksanakannya.

Dia menuju dapur untuk menanak nasi. Selain itu, menyiapkan bahan tumis ayam kecap--menu yang sering dia buat saat di kontrakannya dulu.

Bas selesai mandi. Dia menyapa Keisha, lalu merebus air untuk diseduh menjadi teh sesuai daftar tugasnya.

"Enak, ya, Yang. Kalau kita bisa kerja sama terus seperti ini?" ujar Keisha, sambil menyediakan nasi dan tumis ayam kecap di meja makan.

"Iya, rumah tangga, kan, kerja sama. Makanya aku bikin daftar tugas supaya kita merasa ringan menjalankannya dan tidak membebani satu sama lain," jawab Bas.

Keisha menunggu di ruang makan. Tak lama kemudian, Bas datang membawa nampan berisi dua gelas teh hangat.

Putri Azka menghirup dalam-dalam aroma teh itu dengan mata terpejam. "Wah, nggak sabar mau menikmati minuman buatan suamiku."

Bas menaruh minuman itu, lalu duduk di samping istrinya. "Eh! Tunggu dulu, masih panas."

"Hehe iya." Keisha mengambilkan nasi dan lauknya untuk Bas.

Mereka menikmati sarapan pagi dengan lahap. Tiba-tiba, Keisha teringat sesuatu.

"Kalau kamu udah mulai berangkat kerja, gimana kita bagi tugasnya?" tanyanya.

"Bebas aja. Kalau nggak kuat mencuci, bisa laundry. Malas masak, tinggal beli ke rumah makan terdekat, demi keselamatan calon bayi kita. Cuma, kamu harus bisa menyesuaikan pengeluaran. Jangan sampai lebih besar dari pemasukan," saran Bas.

Keisha masih terdiam, sambil menguyah makanannya.

Beberapa saat kemudian, istri Bas bertanya, "Oke, aku paham. Terus, yang bersihkan rumah siapa? Kalau nanti muntah dan lemas, gimana?"

"Mau cari pembantu?" tawar putra Jovita.

"Jangan! Nggak cukup uang nanti. Aku minta izin buat bersihkan rumah, kalau pas lagi mood dan sehat aja, ya? Please." Keisha memohon-mohon.

Suaminya mengangguk. "It's OK. Don't worry!"

"Beneran?" Kedua mata Keisha terbelalak saking senangnya. "Yes! Makasih, kamu memang suami idaman."

"Sama-sama, Sayangku." Bas mengangkat kedua sudut bibir ke atas.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro