Bagian 21
Meghan Terkikik melihat Zander nyaris melompat dari ranjang demi menutup pintu, ia begitu semangat. Meghan melipat tangan kemudian meletakkannya di bawah pipi. "Aku baru tahu kau bisa bergerak secepat itu," candanya penuh senyuman.
Zander tadinya belum menyadari keterburu-buraannya, sekarang saat Meghan berkata begitu dirinya jadi tersenyum sendiri. Zander kembali ke tempat tidur, langkahnya tidak secepat tadi. Zander tak ingin Meghan mengejeknya lagi. "Kau sengaja menyiksaku?" Meghan menjerit kecil tatkala Zander menindihnya. "Kau senang mempermainkanku, huh?"
Menyingkap rambut dari pelipisnya, Meghan menatap Zander. "Aku takkan berani," ujarnya, membiarkan Zander menelusuri tubuhnya dengan tangan. "Kau yang memegang kendali."
Zander tidak percaya. Bibir Meghan yang kecil bisa saja berkata demikian, tapi tatapannya sebaliknya. Iris bulat gadis itu penuh tawa, dan kecerdikan. "Aku menembus badai hanya demi dirimu, Meg."
"Aku tidak meminta."
"Kau memang tidak memintanya. Tapi dalam hatimu pasti menertawakanku."
"Kau tidak tahu apa isi hatiku." Jari telunjuknya menyentuh di sepanjang rahang Zander.
Zander memejamkan mata, menyukai bagaimana gadis itu menyentuhnya. "Beritahu aku isi hatimu." Meghan menggeleng, menaikkan sedikit wajahnya, dikecupnya bibir Zander. Pria itu membuka mata. "Kumohon!" Bisiknya serak.
Menggigit bibir bawahnya, Meghan tampak ragu sesaat. "Aku ingin kau memilikiku malam ini."
*****
Meghan mengikat rambutnya asal, sekilas melirik pria di sampingnya. Zander masih tidur. Selimut menutupi tubuh bagian bawahnya, menyisahkan dada telanjangnya. Meghan meraih daster katun pendek dari lemari lantas keluar dari kamar.
Ia menemukan Tere di dapur tengah menuang sereal ke mangkuk untuk sarapan, Tere menyiapkan untuk kakaknya juga.
"Pagi," kaki telanjang Meghan menapak lantai yanh dingin, sensasinya mengalir ke seluruh tubuh. "Terimakasih," ucapnya sembari menerima mangkuk sereal dari Tere.
"Di luar ada motor besar, kak." Lapor Tere. "Punya siapa?"
"Oh," otak Meghan berputar cepat mencari jawaban, pinggulnya iasandarkan ke meja makan. "Punya temanku, tadi malam dia kehujanan. Motornya dititip lalu dia pulang naik taksi online." Masih pagi dan Meghan sudah berbohong. Meghan berdecak dalam hati.
"Aku tidak sempat membuat sarapan," cengiran bersalah terlukis di wajah Tere. "Aku terlambat bangun."
"Tidak papa," Meghan meneguk susunya. "Biar aku yang masak."
"Terimakasih, kak."
"Sama-sama."
Tere pergi kuliah sementara Meghan masih di dapur. Saat Tere tak lagi bisa diajaknya bicara, Meghan mengalihkan tatapan kosongnya ke gelas berisi susu yang tinggal sedikit. Saat ini Zander sedang berbaring di kamarnya, di tempat tidurnya. Zander adalah laki-laki pertama yang diaijinkan masuk ke kamarnya. Kecuali Ayahnya. Meghan tak tahu apa yang bisa dilakukannya pada Zander. Pria itu tiba-tiba saja sudah memiliki tempat di hatinya, namun Meghan belum tahu tempat seperti apa itu.
Meghan membuka kulkas, bermaksud membuat sarapan untuk Zander. Ia membuka penanak nasi, nasi ada. Meghan memutuskan memasak nasi goreng, itu adalah pilihan tercepat.
Semua bumbu-bumbunya dia siapkan, Meghan juga ingin membuat telur orak-arik. Tak membutuhkan waktu lama, kedua masakannya sudah masak. Aroma di dapur penuh dengan rempah yang menggugah selera.
"Ya ampun," Meghan terkujut merasakan sebuah tangan melingkar di pinggangnya. "Kau mengejutkanku, Zan." Meghan membersihkan sisa kotoran di kompor.
"Aku menunggumu," bisik Zander di telinganya, mengendus-endus di kulit lembut gadis itu. "Kenapa kau lama sekali." Zander berusaha bersabar berdiam di kamar menunggu Meghan. Namun setiap detik yang berjalan rasanya lama sekali, karena tidak sabar akhirnya Zander keluar dan mencarinya.
"Aku membuatkanmu sarapan."
"Aromanya enak."
"Nasi goreng dan telur orak-arik."
"Aku pasti menyukainya."
"Kuharap juga begitu." Meghan meletakkan piring, nasi goreng dan telur orak-ariknya di atas meja. "Duduklah."
Zander tertawa. "Perilakumu seperti seorang istri."
Sentakan kilat di dada Meghan berlangsung begitu cepat mendengar kata-kata itu, ia menggeleng. "Aku ingin tamuku merasa nyaman di rumahku."
Kerlingan mata Zander menggodanya, "kalau begitu aku harus sering-sering bertamu."
Meghan ikut duduk, ia memelih kursi di sebrang Zander. Pria itu merengut. "Kenapa kau duduk di situ?" Ditepuknya kursi di sampingnya. "Kemarilah, Meg."
Meghan menurut, ia duduk di sebelah Zander. "Bagaimana?" Lamat gadis itu memandang Zander. "Rasanya enak."
Zander senang Meghan mendengarkannya. Walau permintaan kecil sekalipun, rasannya mengesalkan jika Meghan menentangnya. Mengunyah terlebih dulu, lalu Zander mengangguk. "Apalagi kalau dimakan sambil melihat wajahmu."
Wajah Meghan memerah. "Kau terlalu terbiasa melontarkan godaan seperti itu."
"Kupikir kau menyukainya." Zander mengusap dadanya yang telanjang, tubuh tegapnya hanya terbalut celana olahraga milik Meghan. Ukurannya terlalu pendek untuknya.
"Cepatlah habiskan makananmu," cibir Meghan. "Aku harus siap-siap ke kantor."
"Ngapain kau ke kantor? Kau bekerja untukku. Aku saja masih di sini."
Zander benar, Meghan tak tahu bagaimana mendebatnya. "Baiklah, aku akan menunggu kau selesai."
Zander tersenyum, disendoknya nasi goreng itu kemudian iaberikan ke Meghan. "Makan!"
"Aku sudah sarapan tadi. Tere membuatkanku sereal dan susu."
"Sedikit saja," bujuk Zander. "Aku keberatan makan sendirian."
Bola mata Meghan berputar, walau demikian ia tetap membuka mulut. "Kau pria memaksa."
Zander tidak mengacuhkan tuduhan Meghan, sisa nasi goreng dipiring dibaginya dengan Meghan agar gadis itu ikut makan bersamanya. "Aku kenyang sekali," ujarnya setelah menandaskan segelas air putih. "Terimakasih untuk sarapan serderhana namun nikmat ini."
"Sama-sama."
Zander memegang tangan Meghan ketika hendak merapikan piring di meja. "Biar aku yang melakukannya."
"Tidak usah," Meghan menolak. "Kau duduk saja. Aku bisa mengerjakannya."
"Kubilang aku saja, Meg. Kau sudah memasak untukku. Kau pikir aku tidak pernah membersihkan piring?"
*****
"Meg?"
"Hhmm?" Setelah debat soal siapa yang akan mencuci piring---tentu saja dimenangkan oleh Zander---Meghan dan Zander mandi, Zander pun demikian. Dan saat ini mereka berdua tengah bersantai di sofa panjang dengan TV menyala tanpa suara.
Zander memilin-milin rambut Meghan, gadis itu berbaring di dadanya. "Kau masih sering pergi ke rumah judi?" Zander memiliki bayangan mengerikan tentang Meghan yang berada di tengah-tengah bajingan yang ada di sana. Zander mengenal sebagian besar pengunjungnya, mereka sama sepertinya, bajingan. Karena itulah Zander tidak suka bila Meghan datang ke tempat itu. Laki-laki di sana, tak peduli berapa usia mereka, menatap Meghan seolah Meghan adalah daging lezat dilumuri bumbu lezat. Air liur pria-pria itu seakan keluar. Tak ubahnya Zander, yang segera menginginkan Meghan begitu melihatnya.
"Sesekali," ucap Meghan. Berada di dada Zander yang bidang terasa hangat dan nyaman, ditambah usapan-usapan lembut yang pria itu berikan di kepalanya, jika kucing Meghan pasti sudah mendengkur. "Kenapa?" tanyanya pelan.
Ada keraguan di benak Zander melarang Meghan pergi ke sana. Bagaimana jika gadis itu keberatan kebebasannya terganggu? "Aku tidak suka kau berada di rumah judi," Zander mencoba peruntungannya. Semoga Meghan berpikiran sama dengannya.
Meghan hanya mengenakan kaos kebesaran dan celana dalam, seluruh pahanya terlihat saat ia bergerak. "Aku pergi ke sana tidak sering. Hanya jika suntuk saja."
"Hiburan apa yang bisa kau dapat dari tempat seperti itu?" Tangan Zander merambat turun ke kerah kaos yang dipakainya. "Gelap dan bau rokok."
"Pertanyaan yang sama juga berlaku untukmu! Kenapa kau suka ke sana."
"Di sana banyak orang tolol yang bisa memberiku uang banyak." Yang dimaksud Zander adalah judi. Setiap kali bergabung di meja judi, Zander selalu meraup kemenangan.
"Aku suka mencuci mataku dengan memandang pria-pria berdompet tebal penghuni tempat itu," ujar Meghan, tahu Zander takkan menyukai kata-katanya. "Aku juga senang jadi pusat perhatian." Dengusan Zander tak menghilangkan semangat Meghan. "Aku tahu mereka memperhatikanku."
Hal itulah yang membuat Zander geram. Pria-pria hidung belang itu mendambakan ranjang Meghan. "Mulai sekarang kau dilarang mengunjungi rumah judi."
Meghan membalik badan jadi telungkup. "Atas dasar apa kau melarangku?" tantangnya.
Zander menatap Meghan, tahu permintaannya tidak begitu saja dituruti gadis itu. "Kau kekasihku, Meg. Kita sudah punya perjanjian untuk itu."
"Aku berjanji tidak tidur dengan laki-laki lain. Itu saja. Kita tidak ada membicarakan larangan-larangan lain." Mereka beradu pandang. "Aku menginginkan rumahku kembali, bukan berarti kebebasanku hilang karena itu."
Zander mengangguk, menggeser Meghan dari tubuhnya. "Aku mengerti," gumamnya tanpa memandang Meghan. "Aku tidak bisa melarangmu. Lakukan apapun yang kau suka." Ia masuk ke kamar Meghan, mengenakan kembali pakaiannya yang masih lembab.
Meghan berdecak, menyadari suasana hati Zander yang berubah. Ia mengikuti Zander. "Kau mau kemana?"
"Pulang."
"Kau bilang hari ini tidak kerja." Itu yang tadi dikatakan Zander saat Meghan menanyakan pekerjaan hari ini.
"Aku berubah pikiran."
Meghan menghela napas, mengerti apa yang membuat Zander marah. "Aku ke rumah judi hanya untuk main-main," ia menjelaskan. "Itupun tidak sering. Kau bisa pergi, kenapa aku tidak?"
Memakai jaketnya, Zander mengabaikan Meghan. "Kau ingin mengontrolku?" tambah Meghan ketika Zander terus menutup mulut. "Iya, kan?"
Tatapan Zander menjadi tajam, ia menyudutkan Meghan ke dinding. "Aku tidak akan mengontrolmu, Meg. Pastikan saja setiap malam Tere tidur tepat waktu, aku ingin kunci duplikat rumah ini."
Meghan mengerjap. "Apa yang kau inginkan?"
"Yang kuinginkan adalah menidurimu, Meg. Memastikan kejantananku terpuaskan. Aku akan berada di dalammu, lalu pergi. Itu yang kau inginkan, kan?"
"Kau takkan melakukannya," ucap Meghan getir.
"Rumahmu sudah ada di tanganku, lakukan yang kumau atau kuratakan bangunan itu dengan tanah." Zander mundur, ia menadahkan tangan. "Berikan aku kunci rumahmu."
"Biar aku yang ke rumahmu," Meghan berusaha mengubah pikiran Zander.
Zander menggeleng. "Aku lebih suka memilikimu di tempat tidurmu. Berikan kuncinya, Meg."
"Kau bersikap seperti binatang." Kedua tangan Meghan terkepal.
Darah di tubuh Zander semakin mendidih. "Kau tidak tahu bagaimana binatang kalau marah, Meg."
Bersambung....
_________________________________________________________
Hola...hola, ini akan jadi part terakhir yang dipost di wattpad. 😊
Jika mau versi lengkapnya, cus po novelnya. Harga 70k belum ongkir. Atau bisa juga beli novel With Love (yang secara otomatis langsung dapatin pdf Meghan)
Yang mau ikutan po masih bisa ya, say. Masih ada waktu sampai tanggal 07 ini. Langsung aja hubungi
wa 0812 7727 2027
Atau bisa pesan ke online shop biasa kamu beli buku🥰🥰
Dan untuk yang udah po tapi belum melakukan pembayaran, ditunggu selambat2 nya sampai tgl 7 ya😘😘
Terimakasih dan salam sayang💋💋
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro