Bagian 11
Vote! Vote! Vote!
Comment! Comment! Comment!!
Warning: 21+
Yang masih dibawah umur, part yang ini di skip aja dulu!!!
Selamat membaca!!!
____________________________________________________________
Jarum jam nyaris ke angka dua. Sekarang bukan lagi malam, melainkan subuh. Meghan belum bisa memutuskan, akankah ia pergi menemui Zander atau membiarkan pria itu menunggunya hingga pagi. Benar-benar keputusan yang sulit.
Meghan sedikit mabuk. Karena pikirannya yang kacau, ia meminta bir pada pelayan. Igor memperhatikannya, tidak memperbolehkan Meghan memperoleh alkohol lebih dari yang gadis itu mampu minum.
"Aku bukan ana-anak lagi," dengus Meghan. Tatapannya mulai tidak fokus. Lampu-lampu di atas kepalanya seperti bergoyang-goyang. "Aku boleh meminum apapun yang kusuka."
"Kau memang bukan anak-anak, Meg." Igor terang-terangan melirik payudaranya. "Tapi bukan berarti kau bisa teler di sembarang tempat. Itu bukan hal yang bagus untuk dilakukan."
"Kenapa kau bergerak-gerak?" Meghan mencoba menatap lurus, namun ia gagal melakukannya.
"Aku tidak bergerak, Meg." Igor sudah selesai bermain kartu. Pria tua itu memenangkan beberapa juta uang. Meski tidak banyak, tetap saja ia menang. Yang dilakukannya hanya duduk menemani Meghan. Jika gadis itu melihat hal yang lain, itu berarti alkohol sudah bekerja di dalam tubuhnya.
Malam itu yang berhasil menang banyak lagi-lagi Zander. Zander bukan hanya mempunyai keberuntungan dalam permainan kartu, namun ia juga pandai mengola kartunya. Dua kombinasi tersebut sangat sulit dikalahkan. Di kemudian hari Igor mengingatkan dirinya agar tidak bermain di meja yang sama dengan Zander.
"Aku tidak melihat Zander," ungkap Igor. Tak lama setelah menang, Zander berdiri dari kursinya. Igor mengira Zander akan kembali. Hingga sekarang batang hidung pria itu belum terlihat. "Kau tahu di mana dia?" Meghan sudah malas bicara. Kepalanya sakit. Untung saja Igor segera membawanya ke sofa panjang yang ada di sana. Kalau tidak bisa-bisa Meghan berbaring di lantai. Tidak biasanya Meghan banyak minum.
"Mungkin dia sudah tidur," ucapnya dengan nada kurang jelas. Meghan hanya menebak-nebak.
Igor memanggil pelayan. Ia meminta segelas air putih kemudian memberikannya pada Meghan.
Meghan mengambil gelas berisi air tersebut. Ia meneguknya hingga habis setengah. Gelas itu lalu dikembalikannya ke pelayan.
"Terimakasih."
"Tadi aku melihat kalian berbicara. Apa yang kalian bicarakan?" Dengan lambaiyan tangan Igor menyuruh pelayan tersebut pergi. Tatapannya kembali ke Meghan.
"Aku tidak tahu," bibir Meghan tersenyum. "Dia memerasku."
Kening Igor mengernyit, ia melirik ke sekeliling ruangan yang sudah tidak terlalu ramai lagi. Sebagian besar dari pria-pria tadi pergi dengan wanita yang dibayar. Kalau tidak ada Igor di dekat Meghan, kemungkinan besar perempuan itupun akan dibawa. Meghan mulai mabuk, dia tidak akan sadar hingga semuanya telah terjadi.
"Zander memerasmu?" Terdengar tidak mungkin. Zander punya segudang aset sementara Meghan nyaris melarat. "Kau mabuk sampai-sampai lupa apa yang kalian bahas. Sebaiknya kita pergi istirahat." Meghan memijit hidungnya, ia menggeleng. "Atau kau mau kuantar pulang."
"Jangan." Tere akan bingung jika melihat kakaknya kacau seperti sekarang. "Aku ingin ke hotel tempatmu kemarin menginap."
"Malam inipun aku akan tidur di sana." Walau tidak banyak, Igor juga meminum bir. Jika sudah ada alkohol di tubuhnya, Igor tidak berani lagi mengendarai mobil. "Kau ikut bersamaku."
Meghan menggeleng lagi. "Ada seseorang yang harus kutemui."
"Zander?"
"Aku tidak boleh memberitahumu sekarang."
"Baiklah." Igor menduga orang itu adalah Zander. Itulah yang mereka bicarakan tadi. "Kita pergi ke sana."
"Aku bisa sendiri."
"Tidak. Kau tidak bisa. Di luar tidak aman. Kau ikut denganku."
Ketika tiba di hotel, Igor meninggalkan Meghan di depan sebuah pintu yang tertutup. "Kau yakin tidak perlu kutemani?"
"Pergilah," Meghan mendorong Igor. "Dia sudah ada di dalam."
*****
Meghan mengetuk pintu di depannya. Terlalu kuat hingga ia meringis karena tangannya jadi sakit.
Zander, yang memang sedari tadi menunggu Meghan, mengumpat. Ia kesal karena gadis itu lama sekali datang. Zander tidak mengenakan apapun selain jubah tidurnya. Kakinya berderap membuka pintu.
"Kau pikir ini sudah jam berapa?" Bentaknya tepat di depan wajah Meghan. Ditariknya gadis itu masuk lantas mengunci pintu. "Kau minum?" Zander mencium bau alkohol, bau itu berasal dari Meghan. Rasa kesalnya bertambah besar. "Kau datang kesini sendiri?" Jantung Zander berdetak cepat memikirkan bahaya yang bisa saja menimpa Meghan. Di daerah itu tidak aman jika sudah larut. Dan dengan Meghan berpakaian seperti saat ini? Zander menggeleng. Tidak ingin mengkhayalkan yang terburuk.
"Igor juga menginap di hotelmu," kata Meghan memberitahu. "Aku bersamanya tadi."
"Dia tahu kau bertemu denganku?"
Karena kepalanya mulai berputar, Meghan menyandarkan punggungnya ke dinding agar tidak jatuh. "Tidak. Aku tidak memberitahunya."
Wajah Meghan terlihat kusut. Tidak salah lagi, sepanjang malam hanya pembicaraannya dengan Zander yang ia pikirkan. Itu membuatnya gundah, namun tak berdaya.
Zander menyelipkan rambut Meghan dari wajahnya ke balik telinga. "Apa yang membuatmu lama, hhmm?" tanya Zander dengan nada lembut. Sebenarnya ia tidak tega membuat Meghan tersiksa, ketidakpedulian gadis itulah yang memaksanya melakukan ini.
"Aku minum." Wajah Meghan menengadah. Matanya yang sayu menambah desir di kulit Zander. "Aku ingin menghindarimu, nyatanya tidak bisa."
"Kenapa harus menghindariku?" Kedua tangan Zander menangkup pipi Meghan. "Aku takkan menyakitimu."
"Kau ingin bercinta denganku."
Senyum Zander mengembang. "Kau akan menikmatinya, Meg. Aku janji."
"Zann." Meghan menyebut nama pria itu dengan nada lemah.
"Hhhmm?"
"Aku akan jatuh ke lantai."
Suara tawa Zander menggelitik telinga Meghan. "Aku memegangmu, sayang. Kau tidak akan jatuh."
"Aku tak ingin jadi pelacurmu." Itulah yang ada dipikiran Meghan. Jika Meghan tidak memiliki kuasa untuk meminta selesai, dengan kata lain ia adalah wanita milik Zander.
Zander terdiam sesaat. Ia menatap dalam bibir penuh milik Meghan. "Kau memang bukan pelacur, Meg. Kenapa kau bisa berpikiran seperti itu?"
"Lalu bagaimana kau akan menyebutku?"
"Kau kekasihku." Zander mendekatkan wajahnya ke Meghan. Ia mengecup lembut bibir gadis itu. "Katakan kau tidak menyukai percintaan kita." Ciuman-ciuman kecil Zander turun ke leher Meghan. "Katakan, Meg."
Meghan mengerang saat Zander menjilat di sepanjang lehernya yang putih mulus. Meghan beraroma mawar, itu membuat Zander semakin mabuk oleh gairah. "Jangan tutup matamu, Meg." Meghan membuka kembali irisnya. "Tatap aku."
"Aku tidak bisa berdiri," Meghan merengek.
"Lepas sepatumu, sayang." Meghan melakukannya. Ia jadi harus semakin menengadah menatap Zander. Sebagai gantinya ia menjinjitkan kakinya.
Zander memojokkannya semakin rapat ke dinding, bibirnya kembali melumat Meghan. ''Berapa banyak yang kau minum?"
"Aku tidak tahu. Aku tidak ingat." Meghan meremas jubah Zander bagian depan, ia takut jatuh.
"Aku tidak suka kau minum banyak kalau tidak ada aku."
"Kenapa?" Meghan mengerjap. Ia menggigit bibir bawahnya. Ia melakukannya tidak sengaja, namun Zander menganggapnya sebagai undangan.
"Kau tidak tahu separah apa bajingan-bajingan di luar sana. Apakah ada yang mengganggumu?"
Meghan terlihat berpikir lalu menggeleng. "Kurasa tidak."
"Tidak ada yang menyentuhmu?"
"Menyentuh seperti apa?"
Zander menurunkan bagian atas gaun Meghan. Di dalamnya Meghan tidak mengenakan apapun. Payudaranya yang putih dan kencang menggantung indah. Zander meremasnya. "Seperti ini."
"Tidak." Remasan tangan Meghan di jubah Zander semakin kuat, apalagi ketika Zander menghisap putingnya. Meghan mendesah.
"Kau menyukainya?" Kepala Meghan pening, ia menjilati bibirnya sendiri. Zander melakukan hal serupa pada payudaranya yang lain. Meghan mengerang merasakan tangan Zander memasuki celana dalamnya. Tangan besar milik pria itu menangkupnya di bawah sana. Zander mengusapnya. "Kau basah, Meg."
"Aagghh," Meghan menjatuhkan kepalanya ke belakang, dadanya membusung ke depan. Ia merasakan jari Zander memasukinya. Awalnya hanya satu jari, bergerak keluar masuk membuatnya semakin basah. "Eennggh." Zander menambah satu lagi jarinya.
Mulut Zander meraup bibir penuh Meghan sementara jari-jarinya terus menghunjam keluar masuk. Hasrat Zander akan kebutuhan memiliki Meghan terlihat jelas. Darahnya mendidih menginginkan gadis itu.
Setelah membuat bengkak bibir Meghan, lumatannya kembali ke payudara Meghan. Ia menghisap puting nya sampai Meghan mengerang.
"Aku sangat menginginkanmu, Meg." Otot di setiap tubuh Zander menegang. Dengan cepat ia menarik turun celana dalam gadis itu, gaunnya ia naikkan hingga ke perut. Kemudian Zander membuka tali jubahnya sendiri. Zander mengeras ke ukuran yang tak dapat ia tahan lagi. Diangkatnya satu kaki Meghan lantas menggantikan jarinya dengan kejantanannya.
Meghan berteriak, tidak siap dengan ukuran yang memasukinya. Zander begitu kalut, ia keluar masuk keras seperti yang ia inginkan.
"Aaghh...agghh...aghhh!!" Meghan memilin putingnya yang tidak dihisap Zander.
"Ssshh," Zander memuja ekspresi Meghan ketika bergairan. Merah merona dan terlihat panas. Mereka berdua menginginkan hal yang sama.
"Naikkan kakimu satu lagi ke pinggangku, Meg." Zander membantu Meghan melakukannya. Gairahnya dan Meghan bersatu. Meghan menyebut namanya. Zander menyukai bagaimana Meghan memanggilnya saat dipenuhi gairah.
Zander memeluk Meghan erat. Semuanya begitu lepas. Zander mencapai puncaknya dengan keras. Ia mengerang dan tubuhnya bergetar. Meghan pun merasakan hal yang sama. Kepuasan itu milik mereka berdua. Zander meletakkan kepalanya di dada Meghan yang telanjang. Matanya terpejam dan merasa puas. Ia tidak tahu ada kepuasan semacam ini. Meghan memberinya rasa baru dalam bercinta. Zander tidak tahu apakah ia akan bisa bosan bercinta dengannya.
Bersambung....
Hayooo!! Yang mau tambahan apdet siapa?
Ingat, ya!! Bacaan ini untuk yang sudah di atas umur. Yang masih anak-anak kakak harap bisa mencari cerita yang tidak bergenre adult..
Atas pengertiannya aku ucapin terimakasih..
Salam sayang
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro