Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Bagian 1

Meghan memutus benang dengan giginya, memperhatikan lagi gaun malam yang telah selesai ia perbaiki. Gaun itu berwarna biru gelap dengan aksen manik-manik di bagian leher, sekaligus menjadi gaun bagus terakhir yang ia punya. Meghan tidak punya waktu---dan uang---untuk membeli gaun baru. Meskipun acara malam ini begitu penting---karena berkaitan dengan keberuntungannya---Meghan terpaksa memakai gaun lama yang tersimpan di lemarinya. Meghan hampir bosan mengeluhkan keadannya yang sekarang. Kehilangan kedua orangtua, kehilangan rumah, Meghan bahkan nyaris kehilangan harapan dalam hidupnya. Yang tersisa hanyalah dia dan Teresya. Tere membantunya mengenakan gaun itu.

Tere memiliki tinggi 170 dan berambut hitam. Tere mirip sekali dengan ayahnya. Sedangkan Meghan berperawakan mungil, rambut pirang dan bermata bulat, dia mirip ibunya. Tere mengambil sisir, mulai membantu kakaknya merapikan rambut.

"David tadi pagi datang," ujarnya sembari menarik rambut Meghan ke satu sisi, pandangannya bergantian antara wajah kakaknya di cermin dan rambut yang tengah ia pegang. "Dia mencarimu."

David tidak pernah membuat Mehgan senang. Laki-laki itu selalu menggangunya walaupun tak jarang Meghan mengusirnya dengan terang-terangan. David seorang duda, perangainya buruk. Meghan pernah diberitahu kalau David sering memukul mantan istrinya. David pernah melamar Meghan tapi ia menolak. David boleh saja memiliki harta yang banyak namun Meghan tidak menginginkan pria kasar menjadi teman hidupnya.

"Kaubilang apa padanya?" tanya Meghan, berharap David tidak melanjutkan keinginan untuk memperistri dirinya.

"Kubilang kau sedang ke pasar. Kau memang sedang ke pasar, kak. Kukatakan agar dia datang lagi nanti."

Meghan menghela napas, adiknya terlalu polos. Tere berusia 17 tapi lebih sering bersikap seperti anak 10 tahun. "Lain kali kalau dia datang tidak usah dibukakan pintu."

"Itu tidak sopan namanya," seru Tere tidak setuju.

"David tidak peduli pada kesopanan, jadi lakukan saja apa yang kukatakan."

"Setiap David datang dia mencarimu, kupikir dia menyukaimu, kak."

"Dia pernah memintaku menjadi istrinya." Mendengar hal itu mata Tere membesar. "Aku menolaknya."

"Kenapa?" Tere tampak tidak percaya. "David tampan. Mobilnya bagus."

"Tapi pikirannya tidak bagus," ujar Meghan ketus. Bibir Tere cemberut. "Cepatlah sedikit, atau aku akan terlambat. Aku tidak boleh terlambat kalau tak ingin kehilangan pria potensial. Satu bulan aku menunggu untuk malam ini, aku tidak boleh gagal. Bisa tidaknya kita membayar biaya ujian kelulusanmu tergantung pada keberhasilanku malam ini."

"Aku tidak menyukai rencanamu, kak!" tutur Tere. Ia hampir selesai menata rambut Meghan, membentuknya menjadi gulungan kecil di puncak kepala. Di setiap sisi wajah Meghan ia meninggalkan seuntai rambut yang menggantung indah. Tere pandai menata rambut sekaligus merias wajah, itu keahliannya.

"Aku juga, sayang." Meghan berdiri dari kursinya, tampak puas dengan pekerjaan tangan adiknya. "Tapi kita tidak punya pilihan."

"Aku tidak usah kuliah, kak. Selesai lulus SMA aku bisa mencari pekerjaan. Orangtua temanku punya rumah makan, aku bisa bekerja di sana. Aku sudah bilang padanya."

"Lalu uang untuk membayar ujianmu? Kita sudah tidak punya apa-apa untuk di jual." Semuanya habis untuk biaya perobatan ayahnya, yang pada akhirnya harus meninggalkan mereka juga. Seusai ayahnya pergi, ibunya pun sakit dan meninggalkan mereka seperti ayahnya. "Bahkan tempat tinggal kita harus menyewa, Tere." Meghan meremas kedua tangan adiknya. "Percaya padaku semua akan baik-baik saja."

Tere menggeleng, tahu kakaknya tidak akan berubah pikiran. "Sebelum pergi makanlah dulu. Tadi aku memasak."

Meghan tersenyum. "Di sana pasti banyak makanan. Kau mau kubawakan? Aku bisa menyelinap dan mengambil makanan tanpa seorang pun tahu."

Tere tertawa. "Tidak perlu, makanan di dapur sudah cukup untukku."

"Baiklah. Baiklah," Meghan berbalik ke cermin, sesaat memperhatikan wajahnya yang mirip sekali dengan ibunya. Ibunya wanita yang cantik, banyak pria yang tergila-gilanya padanya. Ayahnnya salah satunya. Ayahnya sampai harus menentang keluarga demi bisa bersama dengan ibunya. Dan Meghan bahkan lebih cantik dari ibunya.

"Aku bertanya-tanya," Tere berkata. "Kenapa kau tidak menikah saja, kak. Banyak laki-laki yang ingin menikahimu. Mereka bisa memberimu uang, kau tidak perlu melakukan yang akan terjadi malam ini."

"Aku menikah lalu bagaimana denganmu?" Tere terdiam. "Tidak semua laki-laki mau bertanggungjawab untuk adik istrinya. Mereka semua mendekatiku karena wajah ini," Meghan menyentuh pipinya. "Belum saatnya aku memikirkan pernikahan. Sebaiknya kita tidak usah membahas itu lagi. Sekarang aku harus pergi." Meghan berjalan ke kasur, tempat tas tangannya berada. "Aku tidak tahu jam berapa akan pulang. Kau tak perlu menungguku, aku membawa kunciku." Meghan mengenakan sepatu tingginya sambil mendumel. "Daripada aku menikah dengan pria-pria hidung belang itu lebih baik menjadi simpanan si tua Igor.

******

Si tua Igor yang Meghan maksud tersenyum lebar begitu melihatnya memasuki ruangan. Di sana sedang berlangsung pesta,  namun suasananya bukan seperti pesta biasa. Asap cerutu memenuhi udara, bau alkohol menyeruak di hidung, suara bantingan kartu bergema di setiap meja yang berisikan pria-pria dengan tipe-tipe yang berbeda. Meghan melenggang dengan santai, membalas senyum pria tua itu.

"Kau tampak luar biasa, sayang." Igor menarik Meghan ke sisinya. "Ambilkan satu kursi untuk kekasihku," ujarnya pada pelayan. Meghan tidak membantah perkataan Igor, Igor memang seperti itu. Meghan duduk di sebelah Igor, memperhatikan pria itu menghitung kartunya.

"Kartumu cantik," Meghan tidak ahli dalam berjudi namun dia punya sedikit pengetahuan akan hal itu. Igor sendiri yang mengajarinya. Igor dan Meghan berteman. Tapi cara Igor memperlakukannya membuat penilaian orang berbeda.

"Tapi tidak secantik dirimu malam ini," Igor melirik belahan gaun Meghan yang sampai pertengahan pahanya. "Tempat tidurku kosong malam ini," ia berbisik.

"Aku tidak mendambakan ranjangmu," Meghan ikut berbisik.

Igor tertawa. "Mungkin lain kali."

"Perhatikan saja kartumu," tukas Meghan yang dijawab Igor dengan tawa.

Meghan melirik ke semua sudut ruangan yang mampu matanya tangkap, mencari pria yang bisa memberinya sejumlah uang. Kalau memungkinkan berwajah lumayan. Sebagian besar pria yang hadir di sana sudah tua dan berperut buncit. Meghan meratap dalam hati.

Igor kalah, pria itu menggerutu pelan. Di meja tersebut ada lima pria yang bermain. Empat di antaranya bergantian melirik Meghan, menatapnya seolah dirinya santapan lezat. Dulu mungkin Meghan akan risih dengan perhatian sebanyak itu tapi sekarang tidak lagi. Beberapa kali menghadiri acara-acara sejenis itu membuat Meghan terbiasa. Bukan rahasia lagi kalau pria memang menyukai perempuan cantik.

Ronde berikutnya berjalan, dan Igor kalah lagi. "Tampaknya malam ini bukan malam keberuntunganku," Igor membanting kartunya ke atas meja. "Uangku habis dan kekasihku tidak ingin tidur denganku."

Wajah Meghan memerah. Untung di sana pencahayaannya remang-remang. Selama ini belum ada yang seterus terang itu padanya. Satu-satunya laki-laki yang tidak memperhatikan Meghan di meja itu menaikkan pandangan. Topi pria itu yang lebar menyulitkan Meghan melihat wajahnya. Saat wajah itu terlihat, Meghan tidak bisa tidak terpesona. Pria itu tampan. Sangat tampan sekaligus berbahaya. Sama halnya dengan Meghan yang sulit mengalihkan tatapan, pria itupun demikian. Pria itu yang sedari tadi memenangkan kartu. Dia tampak tenang namun pikirannya tak ada yang tahu.

"Zander mencuri semua uangku," seru pria berambut tipis dan berwajah kotak  yang duduk tepat di sebrang Meghan. "Setelah sekian lama dia absen, sekalinya muncul dia membuatku bangkrut."

Meghan bersyukur pada interupsi tersebut. Ia nyaris melumer menerima tatapan dari Zander. Zander. Nama yang cocok untuk pria tersebut. Rambutnya gelap, rahangnya kokoh dan matanya tegas. Ada wibawa pada caranya memandang. Meghan dapat memastikan laki-laki itu punya banyak uang. Meghan menandai pria itu sebagai targetnya malam ini, walau sepertinya takkan mudah.

"Aku minta maaf kalau kemunculanku merusak malam kalian." Suara Zander berat, Meghan menyukainya. "Aku harus bilang kalau malam ini aku memang beruntung." Ketika kalimat terakhir diucapkan, tatapan Zander kian dalam pada Meghan.

Meghan bergerak di kursinya. Menggelenyar aneh ketika ditatap begitu. Tatapan Zander mengandung banyak arti. Satu hal yang Meghan bisa pastikan, Zander bukan laki-laki biasa.

"Aku ingin memakan sesuatu," kata Igor sembari bangkit dari kursinya. "Aku berhenti dulu. Kau mau ikut denganku?" tambahnya pada Meghan.

Meghan memang sudah lapar, ia menggangguk. "Aku ikut." Ketika Meghan berdiri Zander tetap meletakkan pandangan padanya. Dan saat Meghan berlalu dari sana, Zander pun masih.

Meghan membiarkan Igor memegang pinggangnya, mereka berjalan ke tempat makanan disajikan. Di sana banyak pelayan yang melayani pesanan mereka. Acara malam ini adalah pesta tahunan para pria-pria kaya yang menyukai hiburan nakal. Sangat jelas terlihat dari pakaian pelayan-pelayan wanintanya, yang semuanya mengenakan pakaian terbuka. Mereka juga menyediakan penari setengah telanjang, yang saat ini tengah menghibur pria-pria hidung belang itu.

"Aku belum pernah melihat Zander," ujar Meghan mencari tahu tentang pria itu.

Igor terkekeh. "Kau pandai melihat tangkapan besar." Diarahkannya Meghan ke kursi tempat mereka akan bersantap. "Dia baru pulang dari Spanyol. Ini kali pertama dia ke Indonesia setelah dia memutuskan pergi lima tahun yang lalu. Dia memang tampan dan punya banyak uang. Hotelnya di mana-mana, pabriknya juga banyak. Tapi walaupun begitu, kalau aku punya anak perempuan takkan kuperbolehkan dekat-dekat dengannya. Zander teman bisnis yang baik tapi bukan pasangan yang ideal."

"Kenapa?"

Igor menaikkan bahu. "Perasaanku berkata begitu."

Meghan memanjangkan lehernya ke telinga Igor, ia berkata. "Perasaanku bilang dia teman tidur yang sempurna."

Igor terdiam beberapa saat kemudian tertawa terbahak-bahak, mereka berdua sama-sama tertawa.

"Hati-hati dengannya," pukas Igor setelah tawanya reda.

"Heh?" Meghan mengusap matanya yang berair akibat tertawa terlalu keras.

"Zander menginginkanmu."

"Kenapa kau bilang begitu?"

"Dia memperhatikanmu."

"Yang lain juga memperhatikanku.

"Zander berbeda."

Meghan menoleh ke belakang. Ingin melihat Zander lagi dan mencari jawaban untuk pernyataan Igor. Kenapa Igor bisa berkata demikian. Zander berada lumayan jauh dari tempatnya duduk namun Meghan masih dapat melihat pria itu. Ada dua wanita menggelayut di kedua sisi tubuhnya. Zander tidak mengacuhkan mereka. Satu tangan memegang kartu dan tangan lain memegang rokok. Aura pria itu memang berbahaya tapi entah kenapa Meghan tidak merasa terancam.

Meghan tidak menduga tatapan mereka bertemu lagi. Tampaknya Meghan telah memenuhi pikiran Zander. "Bagaimana kalau kubilang aku juga menginginkannya?" tanya Meghan tanpa mengalihkan perhatian.

"Kau dalam masalah besar."

"Dia memandangku sekarang, Igor."

"Jangan bilang aku tidak memperingatkanmu, sayang."

"Dia bangkit dari kursinya dan... berjalan ke arah kita."

"24 tahun menurutku sudah tahu tindakan apa yang harus dilakukan untuk menjaga diri."

"Zander pria yang kasar?"

"Setahuku tidak."

"Kalau begitu tidak masalah." Meghan melirik kantong Zander yang tebal, Meghan menginginkannya.



Tbc....


Satu lagi cerita baru. Karena i got you udah selesai; aku tulis yang satu ini. Masih bagian pertama, semoga kalian suka. Jangan lupa votmennya ya...

Oh iya, sekalian aku pengin numpang promosi😁😁😁

I got you akan segera terbit. Po udah dibuka. Mulai tgl 18 februari s/d 02 maret. Yang pengin punya versi cetaknya bisa hubungi wa 081277272027

Harga buku 90k (belum ongkir)

Terimakasih banyak😘😘😘😘

Versi wattpad dengan versi cetak beda. Di versi cetak ada ekstra partnya. 😋😋😋😋

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro