
3
"Kakak!" teriak Asia langsung setelah ia sadar dari pingsannya.
"Kau sudah sadar?" suara perempuan dengan nada sedikit berat terdengar dari sebelah Asia, membuatnya reflek menoleh.
Di sebelah Asia sudah ada perempuan bersurai hitam yang wajahnya tidak asing. Kulitnya putih pucat, sehingga terkadang orang mengira ia blasteran bangsa lain. Jidatnya membuatnya sangat mudah dikenali. Menggunakan jaket putih dengan kaos hitam di dalamnya. Celana hitam turut dan sepatu hitam juga dipakainya. Tak luput topi dan kacamata menghias kepalanya. Ia adalah Praverius.
"Pram?! Untuk apa kau di sini?!" ucap Asia setelah mendapati sosok di sebelahnya.
"Tentu saja karena kakakku menyuruhku. Lagipula ini juga demi sahabatku."
"Kakak?!"
"Gerorin-nii adalah kakakku."
"Hah?! Orang bodoh surai hitam agak maho itu kakakmu?!" Asia terkejut.
"Ya begitulah. Walau hanya kakak angkat, bukan kakak kandung. Tidak seperti kau dengan Kak Asuke," ucap Praverius santai walau mendengar kakaknya baru saja dihina.
Asia terdiam tak percaya.
"Oh ya, aku di sini juga bersama Izuna," ucap Praverius sambil menunjuk sosok lain yang tengah duduk tak peduli sambil terus membaca manga dengan Bahasa Jepang.
"Ponakan?!" ucap Asia terkejut.
"Apa Om?" tanggap orang bernama Izuna itu dengan santai tak berdosa.
"Balikin Dazai saya!"
"Apaan sih Om? Saya ini Dazai," ucap Izuna sambil bergaya ala Dazai Osamu menggunakan perlengkapan cosplaynya.
"Yukimura terbunuh dalam suatu insiden karena mafia. Ini memicu sedikit konflik di antara mafia itu sendiri karena Yukimura juga berkomplotan dengan mafia." Berita di televisi itu membuat Asia tersentak.
"Pram... jangan bilang ini ulah Kak Asuke!"
"Memang itu ulahnya. Siapa lagi mafia yang rela menjadi jahat hanya untuk kebaikan selain kakakmu."
Asia terdiam. Ia memikirkan maksud dari kata-kata Praverius.
"Asia sudah sadar?"
Pintu kamar dibuka. Menampilkan sosok laki-laki khas Indonesia dengan jas putih. Tampak ia mengumbar senyum dengan sangat percaya diri, sedikit membuatnya tampak seperti pedofil. Di jasnya terpasang nametag dengan tulisan "Tampan dan Berani", membuat orang sedikit risih saat membacanya. Bagi Asia, ia juga bukanlah sosok asing.
"Weh Kak Hika datang," ucap Praverius dengan santai.
"Om?! Kenapa kau di sini Om?! Bukankah kau kuliah di Yogyakarta?!" ucap Asia sedikit bingung.
"Aku? Aku ini dokter pribadi kakakmu. Alien ini keren 'kan?"
"Iyain biar seneng," ucap Praverius dan Izuna bersamaan.
"Oh ya, di mana kakakku?" ucap Asia tersadar kembali.
"Kak Asuke sudah pergi dari pagi bersama Gerorin-nii dan Kak Faneru," jawab Praverius menanggapi pertanyaan Asia.
Praverius merogoh sakunya dan mengeluarkan secarik kertas yang dilipat. Ia memberikannya kepada Asia.
"Ah, ini titipan untukmu, As."
Asia membuka lipatan itu dan segera membacanya. Ia dapat mengenali bahwa itu benar-benar tulisan tangan kakaknya. Ia terkejut setelah mengetahui isinya.
***
Sebuah permintaan maaf kutujukan untukmu, adikku. Maafkan aku atas semua kesalahanku.
Berpisah untuk bertemu, bertemu untuk berpisah. Aku senang kita dapat bertemu lagi sebelum kita berpisah selamanya.
Kau mengerti? Kuharap begitu. Doakan saja itu tidak benar-benar terjadi.
***
Asia terdiam. Hatinya gentar saat membacanya. Firasat buruk menghantuinya.
"Pram! Ponakan! Kalian tahu kemana mereka pergi?!"
"Gerorin-nii tidak memberi tahuku. Ia pergi begitu saja," jawab Praverius sedikit kecewa.
"Kata Faneru mereka pergi ke tempat siapa tadi ya? Arak mabuk? Tempat jual pulsa?" jawab Izuna.
"Arak mabuk? Axiz? Araki kali woi!" tanggap Praverius pada ucapan Izuna.
"Kita harus ke tempat itu!"
"Tapi kondisimu belum pulih benar Asia. Kau harus beristirahat," ucap Hikari melarang Asia untuk pergi.
"Aku tidak peduli Om! Kita harus menghentikan kakakku! Aku tidak ingin hal buruk terjadi padanya!"
"Aku setuju dengan Asia. Aku juga tidak ingin dengan si muka kabel itu berada dalam masalah."
"Muka kabel?"
"Gerorin-nii!"
"Oh ya bener. Pram tahu tempatnya si Araki?!"
"Tahu sih... tapi kita ke sana naik apa? Di garasi cuma ada mobil."
"Ya naik mobil kalau gitu. Pram bisa nyetir mobil 'kan?"
"Kagak bisa woi! Kalau mau setor nyawa ya ayo! Mari kita menuju alam baka!"
"Kalau mati gak usah ngajak!" Asia langsung menjitak kepala Praverius.
"Itu resiko kalau Asia mau nyetir sama saya."
"Ponakan, ponakan bisa nyetir?"
"Tidak punya SIM, Om. Tapi kalau nekat bolehlah nyetir terus dijemput Undy."
"Ngayal jangan ketinggian!" ucap Praverius sambil menjitak kepala Izuna yang jauh lebih tinggi darinya sekitar 20 cm.
"Yah... terus perginya bagaimana? Aku bisa nyetir sih. Tapi kepala belakangku masih sakit gara-gara dipukul kemarin mending jangan."
"Hai kalian! Tidak ada yang mau minta tolong sama alien keren gitu?" ucap Hikari tiba-tiba.
"Kak Hika bisa nyetir?" tanya Praverius meragukan.
"Ya bisalah, 'kan aku tampan dan berani."
"Tidak ada hubungannya," tanggap Izuna.
"Aku punya SIM!" ucap Hikari sambil menunjukkan SIMnya yang terpampang muka nistanya.
"Bagus! Ayo pergi!" ucap Praverius semangat sambil keluar dari kamar.
Asia turun dari ranjangnya dan keluar kamar diikuti Izuna dan Hikari. Mereka menyusul Praverius yang sudah ada di garasi.
"Baik ayo berangkat!"
"Semangat bener nih bocah."
Mereka berempat memasuki mobil. Di kursi depan sudah ada Hikari yang siap menyetir dan Praverius yang siap menunjukkan arah. Di kursi belakang ada Asia dan Izuna.
"Baik pasang sabuk pengaman!"
Mereka bertiga langsung memasang sabuk pengaman yang ada. Ya bertiga, Praverius enggan memasangnya.
"Pakai sabuk pengamannya Pram!" ucap Hikari yang ada di sebelahnya mengingatkan.
"Malas ah, ribet."
"Tapi itu buat keselamatan!"
"Nyawa hanya Allah yang tahu. Aku kalau sama Gerorin-nii juga tidak pernah pakai sabuk pengaman," ucap Praverius santai.
"Ya sudah terserah."
Hikari langsung mengegas mobil itu dengan kecepatan penuh setelah ke luar dari garasi. Mereka siap menantang maut di jalanan.
"Asyik ngebut!" teriak Praverius kegirangan.
"Weh ngebut?! Hore!" Izuna ikut kegirangan.
"Sayang nyawa oi sayang nyawa!" teriak Asia dari kursi belakang.
"Udah kubilang nyawa cuma Allah yang tahu!"
"Tapi harus hati-hati woi!"
Beberapa jam kemudian, mereka berempat tiba di tempat tujuan. Pintu gerbang terbuka lebar. Praverius yang sedikit mabuk merasa pusing langsung keluar mobil dengan keadaan pusing begitu mobil berhenti.
SRING!
Tiba-tiba sebuah pisau melayang, hampir mengenai dada Praverius. Beruntung Praverius langsung menghindar dan menangkap pisau itu, membuat tangannya berdarah.
"Pram tidak apa-apa?!"
Tiga orang lainnya langsung keluar dengan panik. Mungkin kecuali Izuna, tampaknya ia santai saja. Mungkin karena ia tahu kalau temannya ini sudah biasa berurusan dengan pisau.
"Tidak apa-apa, ini bukanlah hal yang serius."
"Kalian sudah datang huh? Selamat datang di wilayah Axiz."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro