Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Part 29 - Pisah?

"Hati-hati di jalan, Fi! Jangan grasak-grusuk nanti," Candaan Hamdan membuat laki-laki itu terkekeh geli. Kali ini mereka ada di sofa lobby hotel untuk sekedar berbincang. Rafi yang kebetulan besok berangkat ke Turki, banyak ditagih oleh temannya oleh-oleh.

Bibir Rafi tertarik lebar saat semua pasang mata terkekeh, "Iya. Minta oleh-oleh apa?"

"Nggak minta apa-apa. Eh tapi kalau kamu yang kasih. Aku terima-terima aja. Asal ngasihnya banyak," Hamdan lagi-lagi membuat istrinya tertawa pelan dengan candaannya, sampai-sampai Sera menepuk pundak laki-laki itu dari samping sedangkan Medina hanya menatap Rafi datar sesekali ia sibuk dengan ponselnya tak ikut bercanda.

"Dasar!" sahut Rafi.

"Sera minta apa?" tanya Rafi lagi, Rafi sudah menganggapnya sebagai adik sendiri. Begitu ingin menatap Medina, dia mengurungkan niatnya menawari oleh-oleh karena sikap Medina aneh sejak kemarin.

Sera menoleh ke arah Medina juga sebelum bibirnya mencuat mengutarakan keinginannya pada Rafi, "Aku minta pashmina sama permen kastanye."

Mendengar kata itu, Hamdan mengerutkan dahinya, "Sayang, di Indonesia banyak yang jual kerudung. Ngapain nitip Rafi jauh-jauh sampai ke Turki. Di Madinah kemarin juga udah beli banyak kan? Siapa siapa? Mau kamu bagi-bagi?"

Sera menggeleng. "Bukan buat aku tapi buat Medina pashminanya."

Medina sontak menoleh ke arah Sera saat namanya disebut. Tatapannya masih datar meskipun hatinya sedikit retak, "Aku nggak nitip," balasnya singkat yang menolak tawaran Sera.

Sera tahu kemarin Medina sempat belajar memakai pashmina di cermin kamar. Mumpung Rafi di Turki dia ingin meminta Rafi membelikannya itung-itung oleh-oleh, "Eh ... Nggak papa Medina! Mumpung Mas Rafi ke Turki. Beda pashmina Indonesia sama Turki. Kemarin kamu juga mulai coba pakai kerudung pashmina kan?"

"Makanya mumpung ada kesempatan. Nitip Mas Rafi aja ya?" serunya lagi ke arah Medina yang tetap ditolak Medina.

"Aku nggak nitip. Kalau kamu mau pashmina, nggak papa nitip aja. Aku lebih nyaman pakai khimar dari pashmina," balas Medina. Dia juga masih belum lupa soal insiden pashmina yang miring di depan Rafi. Dari pada menambah rasa malunya mending tak usai memakai pashmina. Khimar jauh lebih baik.

"Ya udah Mas, tetep beliin pashmina ya? Nanti buat Sera aja. Aku nitip pashmina sama permen," ucap Sera yang dibalas Rafi dengan anggukan.

"Iya nanti aki belikan," balas Rafi pelan.

"Hamdan ... Sera ... dipanggil!" Seseorang memanggil Hamda dan Sera dari arah pintu utama hotel, mungkin ada keperluan jamaah yang harus mereka cek sampai jamaah lain memanggil Sera dan Hamdan. Keduanya tak berpikir panjang dan lantas beranjak dari duduknya untuk pamit meninggalkan Rafi juga Medina yang ada di tempat.

Tersisa Rafi dan Medina. Sekuat apapun Medina menghindar, tetap saja ada kesempatan dipertemukan laki-laki itu lagi. Medina sengaja memainkan ponselnya untuk meminimalisir berbincang dengan laki-laki itu, "Kamu sakit Medina?" serunya pada Medina.

Iya sakit hati. Kata-kata itu mencuat dengan sendirinya di hati Medina. Tak mungkin bisa didengar oleh Rafi. Sejujurnya memang Medina masih belum bisa bersikap biasa saja pada Rafi. Rasa sesak karena kabar pernikahan itu masij merundung hati Medina.

"Nggak," jawabnya yag terdengar di telinga Rafi. Jawaban itu sangat singkat padat dan jelas. Tak ada kalimat pelengkap lainnya. Hanya satu kata dan selesai.

"Ada masalah? Nggak seperti biasanya aja. Takutnya sakit. Kalau sakit, bilang ya?" seru laki-laki itu pada Medina. Kata-katanya sangat lembut tapi enggan Medina percaya lagi. Kebaikannya masih terasa tapi Medina sudah ingin menutup hatinya untuk siapapun. Termasuk Rafi.

Banyak banget masalahnya. Nggak cuma internal aja tapi juga masalah bersumber dari kamu. Aku yang terlalu berharap atau kamu yang menutup harapan itu?

"Nggak papa. Aku nggak sakit," jawab Medina pelan dengan dua kelopak mata yang menunduk memainkan ponselnya dan sama sekali tak menatap laki-laki itu.

"Kata orang bahasa wanita itu sulit dimengerti. Nggak papa-nya wanita itu artinya ada ribuan. Ada apa? Kalau ada masalah bisa cerita. Kalau kamu nggak bisa cerita ke Sera karena Sera udah nikah dan lebih memprioritaskan suami. Kamu bisa cerita ke aku," jelas Rafi.

Nggak perlu menawarkan diri sebagai teman cerita kalau nggak bisa jadi teman hidup.

Medina tampa sadar menatap laki-laki itu. Meskipun tatapannya sedikit kosong tapi tatapan dari Medina dibalas oleh Rafi, "Berharap ke manusia ternyata sakit banget ya? Sakit banget. Padahal aku nggak sengaja berharap itu aja sakit banget apalagi aku berharap beneran," serunya pada Rafi.

Rafi tak mengerti dengan apa yang baru saja diucapkan oleh Medina. Dia masih menyimak dengan tuntas kalimat Medina yang terucap dari bibir mungil itu, "Aku udah tau manusia itu tempatnya bikin kecewa. Tapi masih aja aku mengulang kesalahan yang sama untuk berharap ke manusia."

"Lagi ada masalah sama siapa? Kamu kecewa ke siapa?" tanya Rafi. Dia tak tahu jika yang sebenarnya dibahas saat ini adalah dirinya. Bahkan Rafi memenuhi otak Medina lebih dari Rey.

Tak mendapatkan jawaban dari Medina, Rafi membalas saja kalimat Medina dengan kalimatnya, "Iya, aku akui emang berharap ke manusia nggak ada ujungnya dan hasilnya bakal kecewa. Tapi walaupun begitu, kamu jangan putus asa! Kalau misal belum puas curhat ke manusia. Tumpahkan sedihmu di atas sajadah."

Rafi berusaha masuk ke dalam pembahasan Medina. Meskipun dia belum mengerti yang dimaksud Medina disini adalah dirinya tapi sebagai rasa menghormati, Rafi tetap memberikan sarannya untuk Medina, "Kalau aku sendiri biasanya kalau kangen seseorang, kangen orang tua, kangen orang yang aku cintai. Bahkan kalau aku kecewa ke orang lain misal. Aku kirim Al-Fatihah ke dia. Mau kecewa mau kangen mau berterima kasih atas kebaikannya, aku kirim dia Al-Fatihah sebagai ucapan terima kasih lewat jalur langit."

Masalahnya kamu yang jadi sumber kekecewaan. Apa aku harus kirim Al-Fatihah juga?

"Mas Rafi? Barangnya mana yang mau dititipkan buat berangkat besok?" tanya seseorang pada Rafi yang membuat Rafi dan Medina sontak menatap orang itu bersamaan.

"Oh iya tunggu!" Rafi mengangguk. Dia ingin beranjak dari duduknya. Tapi sebelum itu, dia pamit ke Medina terlebih dahulu sebelum meninggalkan Medina.

"Medina, maaf ya? Aku ada urusan. Kamu nggak papa disini? Kalau ada apa-apa jangan sungkan minta tolong," seru Rafi.

Medina benar-benar hanya mengangguk tampa mengeluarkan sepatah kata pun sampai laki-laki itu berjalan meninggalkannya. Dua pandangannya jatuh menatap punggung laki-laki itu. Kenapa harus sebaik ini jika tak bisa singgah di hati?

"Hari ini hari terakhir," gumam Medina.

Bersambung ....
Kurang 6 lagiii btw kalo ads typo mon maap ya nulis sambil ngantuk wkwkw kalau 6 part lagi aku terjang mau gak?

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro