Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Medical Robin Hood - 9

Meskipun tidak drastis, perubahan Sehun nyata adanya, itu terlihat dari ia yang mulai ikut turun tangan dalam menangani para pasien dan tidak kabur dari rumah sakit di tengah jam jaga, ia hanya sering menghilang ke kamar perawatan pasien untuk tidur.

Semenjak Lisa memberi tahu ruang istirahat dokter hanya untuk dokter perempuan, Sehun menggunakan kamar perawatan pasien untuk beristirahat, tak heran mengapa ruangan itu menjadi salah satu yang paling diutamakan perombakannya oleh Royal Raffles group. Karena sang pewaris sendiri yang meminta pengubahan ruangan itu untuk kepentingannya.

Perlahan namun pasti pasien yang berkunjung di rumah sakitnya mulai bertambah banyak, dokter Eko bercerita pada Lisa dengan wajah cerah, pemasukan mereka naik cukup signifikan di dua minggu terakhir semenjak ada perubahan yang diprakarsai oleh Royal Raffles.

"Lis, perubahan itu nyata adanya," ucap dokter Eko dengan setumpuk laporan keuangan akhir bulan. Lisa bisa melihat kurva kenaikan yang cukup berarti pada dua minggu terakhir.

"Terima kasih telah membawa perubahan ini, sungguh kamu luar biasa," puji dokter Eko.

"Bukan saya, tapi dokter Siwon lah yang melakukannya." Lisa mengelak. Semua perubahan ini berasal dari Royal Raffles, bukan darinya.

"Tanpa bantuanmu tentu rumah sakit kita tak akan seperti sekarang ini."

Lisa hanya memberikan senyum simpul. Meski integritasnya harus digadaikan, setidaknya kini ada angin segar untuk rumah sakit tempatnya mengabdi. Harga yang cukup mahal sebetulnya.

"Gaji para karyawan sudah dibayarkan, dan ini uang bonusmu yang belum cair," ujar dokter Eko sembari menyerahkan sebuah amplop padanya.

"Apa para dokter lain sudah menerimanya?"

"Akan menerimanya, kamu dulu yang paling pertama menerima ini semua."

"Tapi dok⸺"

"Para dokter lain sudah menyetujui ini Lisa, kamu jangan menolaknya."

Lisa mengangguk, tangannya terjulur untuk mengambil amplop itu. Jika seperti itu tidak ada lagi alasan untuk menolaknya.

"Dokter Siwon menanyakan tentang fasilitas apa lagi yang kita butuhkan untuk membuat rumah sakit kita lebih berkembang. Kamu ada usul?"

Lisa terdiam sejenak, memikirkan apa lagi yang harus ditambahkan di rumah sakit ini. Royal Raffles hampir memugar semua ruang di rumah sakit ini, hanya satu ruangan saja yang sepertinya mereka belum sentuh.

"Ruang bedah nampaknya harus dilengkapi lagi dokter Eko,"

"Ah, kamu benar, dengan semakin banyaknya pasien semakin kompleks juga pasien yang akan kita tangani. Ruang bedah kita tidak cukup layak untuk hal itu."

"Kita juga memerlukan dokter bedah tetap, dokter Dewo hanya dokter tamu yang datang saat ada perjanjian dan panggilan saja karena beliau juga bekerja di rumah sakit lain."

"Akan saya pertimbangkan usul kamu, terima kasih Lisa, mari kita buat rumah sakit ini menjadi lebih baik kedepannya."

***

Lisa pulang ke rumah dan menemukan nenek sedang berada di dapur, menyiapkan sajian sederhana berupa pisang rebus dan kopi untuk Ayah Lisa dan Om Dimas. Lisa memang dididik oleh sang nenek dalam kesederhanaan dan selalu bersyukur akan segala sesuatu. "Udah pulang? Gimana di rumah sakit, semuanya baik-baik aja kan?"

Lisa mengangguk dan memeluk sang nenek. "Lisa bawa berita baik hari ini!" ujarnya dengan senang.

"Apa tuh?" tanya nenek, melihat senyuman yang merekah di wajah Lisa membuatnya tenang. Cucu kesayangannya itu sudah kembali riang. Ia tahu bagaimana sulitnya situasi Lisa saat mendapat tekanan dari media dan juga keluarga kemarin-kemarin. Dan nampaknya ia telah melalui semua masa itu dengan baik.

"Uang lemburan aku cair, ini buat nenek." Lisa mengeluarkan amplop dan menaruh amplop tersebut di tangan sang nenek.

"Pegang aja buat kamu, kamu kan butuh banyak uang buat persiapan menikah." Nenek menolak dang mengembalikannya pada Lisa.

Lisa mencebik. "Jangan ditolak dong Nek, uang ini kan buat semua anggota keluarga juga. Lagian Lisa udah nyisihin buat tabungan nikah Lisa kok."

Sang Nenek mendudukkan Lisa di kursi, mengelus dan merapikan rambut cucunya yang begitu berbakti itu dengan lembut. "Kamu udah banyak bantu Nenek dan keluarga kita, waktunya kamu pikirkan dirimu sendiri, beli sesuatu yang buat kamu merasa senang dan bahagia."

"Justru nenek yang lebih banyak bantu Lisa, tanpa Nenek Lisa nggak akan ada di titik ini."

Nenek meraih kursi dan ikut mendudukkan diri di hadapan Lisa. "Nenek sama sekali tidak mengharapkan balasan apa pun saat menggunakan semua harta peninggalan Kakek untuk biaya sekolahmu, Sayang."

"Ini bentuk bakti Lisa, bukan balasan atas jasa nenek dan kakek. Jadi tolong diterima yah Nek,"

Nenek Lisa tertawa, cucunya yang satu ini selalu mempunyai jawaban balasan yang membungkam bibirnya dengan rapat. "Dasar keras kepala!" ujarnya sambil menjawil hidung Lisa.

"Turunan dari siapa?" balas Lisa dengan jenaka, membuat nenek kembali terbahak.

"Justru kekeraskepalaan nenek yang membuat kakekmu jatuh cinta dulu."

"Selera kakek aneh berarti,"

"Cekcok dalam suatu hubungan bisa menjadi perekat loh, kalau kamu sama Taehyung gimana?"

"Kami hampir nggak pernah cekcok, Nek."

Alis nenek berkerut dalam, kemudian ia menggeleng pelan. "Mungkin karena kamu dan dia satu tipe kali ya?"

Lisa mengangguk menyetujui. "Nanti sore Lisa izin makan di luar sama Taehyung ya Nek. Lisa nggak makan di rumah."

"Kalau begitu sekarang kamu harus istirahat."

"Siap, kapten!"

***

Hari ini adalah peringatan hari jadinya dengan Taehyung, tepat satu tahun yang lalu Taehyung mengajaknya untuk berkencan di hari di mana ia mengundurkan diri di rumah sakit tempat mereka bekerja. Lisa tak pernah menyangka pesta perpisahan yang dirancang oleh dokter Eko berakhir dengan momen Taehyung mengantarkannya pulang ke rumah dan mengajaknya untuk berkencan, padahal mereka belum cukup lama mengenal saat itu, tetapi Taehyung sudah menyatakan keseriusannya pada Lisa.

Lisa masih ingat bagaimana ekspresi malu-malu Taehyung dan betapa merah wajah dirinya kala itu, tidak ada ucapan cinta yang diungkapkan secara terang-terangan, hanya sebatas kalimat bagaimana kalau kita menjalani hari bersama mulai detik ini, dan seterusnya sebagai sepasang kekasih hingga mereka menikah.

Jangan ditanya bagaimana irama detak jantung Lisa yang langsung bereaksi atas pertanyaan Taehyung. Rasanya seperti menaiki wahana, namun ini jauh lebih menyenangkan. Lisa sangat amat menyukai sosok Taehyung yang tampan dan supel, jadi ia tidak berpikir dua kali untuk menerimanya.

Untuk mengenang hari spesial ini Lisa bahkan merias diri dengan persiapan yang jauh lebih matang dari biasa. Ia juga telah menyiapkan baju terbaiknya untuk dikenakan di hadapan sang pujaan hati.

Waktu terus berlalu, sudah dua jam terlewat dari waktu yang Taehyung sebutkan untuk menjemputnya, namun batang hidungnya belum juga terlihat, hal itu membuat Lisa sangat resah.

Pintu kamar Lisa diketuk, sang nenek masuk ke dalam kamar. "Kamu belum pergi juga? Nggak jadi pergi kah?"

"Taehyung belum sampai Nek, mungkin macet kali ya?" balas Lisa tidak yakin.

"Padahal cucu nenek udah secantik ini, nanti biar nenek coba suruh bibi Jingga buat hubungi dia, mungkin dia mau bikin kejutan buat kamu?"

Lisa hanya memamerkan cengiran kikuknya, sebenarnya ia tidak punya banyak waktu yang tersisa sebelum jam kerja malamnya mulai. Namun ia tidak ingin membuat sang nenek khawatir. "Nggak usah Nek, sebentar lagi Taehyung juga sampai kok."

"Kalau gitu nenek temenin ngobrol ya?"

Mneghabiskan waktu dnegan sang nenek adalah salah satu kegiatan favoritnya, tapi entah mengapa untuk kali ini Lisa tidak menikmatinya, pikirannya dipenuhi tentang Taehyung. Tidak sekali Lisa mencoba menghubungi kekasihnya, namun hasil yang didapatkan selalu sama, pesan yang terkirim dengan ceklis satu dan nada panggilan sibuk yang tidak kunjung berakhir.

Menyadari kegelisahan sang cucu, nenek Lisa pun berinisiatif. "Nenek tanya bibi Jingga ya? Mungkin keluarga Taehyung di kampung sana tau."

Lisa bisa melihat dengan jelas raut kekecewaan di wajah nenek. Tak ingin membuat kesan buruk melekat pada Taehyung, akhirnya Lisa memilih untuk angkat suara. "Nggak usah Nek! Taehyung udah deket, kejebak macet di perempatan depan katanya." Lisa berdusta.

"Lisa kayaknya ke depan aja deh nyusul Taehyung, Lisa berangkat dulu ya Nek?!" ucapnya sambil terburu-buru mengambil tas.

"Nggak nunggu di sini aja?"

Lisa berpura-pura melihat ke arah ponselnya dan mengetikkan sesuatu di sana. "Nanti Taehyungnya harus muter lagi, jadi biar Lisa aja yang nyebrang jalan Nek. Udah dulu ya Nek, Lisa berangkat!"

Lisa menyusuri jalan dengan tertunduk lesu. Kini ia tidak tahu harus pergi ke mana, jam kerjanya baru mulai sekitar dua jam lagi, terlalu awal untuknya untuk berada di sana. Tidak tinggal diam, Lisa masih terus menghubungi Taehyung dalam perjalanannya, namun hasilnya tetap nihil.

Lisa melihat kedua sepupunya berjalan dari kejauhan dari arah yang berlawanan dengannya, membuatnya sedikit panik karena kebohongannya pasti terbongkar jika mereka berpapasan. Kedua sepupunya sepertinya mulai menyadari keberadaannya, dan menunjuk-nunjuk ke arah Lisa. Ia pun memilih untuk berbelok ke salah satu gang yang akan membawanya menembus ke jalan raya yang berlawanan dengan arah kedua sepupunya datang.

Karena terlalu sibuk menoleh ke belakang untuk memastikan kedua sepupunya tak menyadari keberadaannya, Lisa hampir menabrak sebuah mobil yang sedang melaju pelan di jalan raya.

"Maaf," ucap Lisa sambil membungkuk.

Kaca pintu mobil terbuka, menampakkan sosok paling terakhir yang Lisa ingin temui di hari ini.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro