Medical Robin Hood - 29
Lisa tidak tahu apa yang salah di otaknya hingga mengajak duluan seorang Oh Sehun untuk makan siang bersama dan mendapat ide untuk mentraktirnya. Padahal gajinya mungkin hanya setara dengan privat chef milik Sehun di kediamannya.
"Ada angin apa lo mau traktir gue?" tanya Sehun penuh selidik, namun ia tidak dapat menyembunyikan senyuman dan sorot mata yang berbinar.
Ditanya seperti itu justru Lisa semakin salah tingkah. Ia menggaruk kepalanya yang tiba-tiba terasa gatal karena bingung mencari alasan. Hal itu justru telihat menggemaskan di mata Sehun. "Pengen aja, nggak boleh?"
"Ya kalau nggak boleh gue nggak akan mau ikut dong?" timpal Sehun.
"Ini sebagai permitaan maaf karena gue udah salah sangka soal lo."
Sehun mengerutkan alis, tak mengerti ke mana arah pembicaraan Lisa.
"Soal kemarin," timpal Lisa singkat, terlalu sungkan untuk membeberkan.
Sehun mengulum senyum. "Bukan masalah besar," jawabnya tulus. Sungguh Sehun tidak memasukkan kata-kata Lisa ke dalam hatinya meski sempat merasa tertampar. "Setiap orang berhak punya penilaian terhadap orang lain."
"Dan penilaian gue salah," ungkap Lisa menyesal.
"Dan sekarang, penilaian lo tentang gue gimana?"
Wajah Lisa memerah seperti udang rebus, terlalu sungkan untuk mengungapkannya. "Kayaknya nggak perlu juga gue bilang," sahutnya sambil mencebik. Sehun tertawa melihat reaksi Lisa yang di luar dugaannya. Ia sering menemukan ekspresi tersipu malu seperti ini saat gadis-gadis lain berpapasan atau berbincang dengannya, namun tak pernah menganggap itu sebagai hal yang menyenangkan. Karena ini seorang Lisa, maka tentu menjadi lain ceritanya.
"Makasih untuk semua yang udah lo lakuin, terutama untuk ngenterin kakak gue pulang, dan ..."
Alis Sehun terangkat. "Dan?"
"Untuk mempercepat kedatangan kit kemarin," ungkapnya tulus.
Sehun mengangguk. Bagaimana pun mengucapkan terima kasih dengan cara seperti ini untuk orang dengan gengsi yang tinggi seperti Lisa membutuhkan usaha besar, dan ia menghargainya.
"Lo mau ikut gue nggak habis ini?" tanya Sehun kemudian.
"Ketemu sama ibu yang terpaksa menjual organ suaminya yang mati otak karena mereka nggak punya siapa-siapa lagi."
Sehun kemudian mengajak Lisa menuju Royal Raffles di mana anak sang ibu menjalani perawatan. Lisa melihat sang ibu sedang menggendong anaknya, menatap tembok dengan tatapan kosong.
"Ibu Lila namanya, dia dan suaminya sedang dalam perjalanan ke kota ini menggunakan bis saat kecelakaan itu, suaminya baru saja diterima di tempat kerja baru. Kota ini harapan baru untuk kehidupan mereka, namun takdir berkata lain."
"Pernikahan dengan perbedaan keyakinan yang keduanya jalani membuat mereka tidak mendapat restu dan hidup sendiri tanpa keluarga. Bu Lila sekarang harus berjuang sendirian membesarkan anaknya yang mengalami gegar otak."
Lisa menggigit bibir, menahan luapan emosi yang muncul saat melihat keadaan ibu Lila. Kehidupan yang dilaluinya benar-benar berat. "Bagaimana dengan keadaan anaknya?"
"Masih terus dalam pemantauan, kami berharap tidak ada kerusakan fatal."
"Bagaimana perasaan ibu itu saat harus menjual organ suaminya?" monolog Lisa. Sungguh, dengan melihatnya saja Lisa tahu bahwa sorot mata itu sudah putus asa.
"Bu Lila sangat sulit membuat keputusan itu, namun demi sang anak akhirnya ia melakukannya," terang Sehun. "Untuk orang-orang yang kurang beruntung seperti Bu Lila di luar sana, menjual organ seperti ini bukanlah sebuah keputusan, melainkan tuntutan Lis."
Kalian sama-sama keras kepala, makanya sesekali coba lah bertukar kacamata.
Sering-sering lah berbicara satu sama lain, maka kalian akan lebih saling memahami.
Sehun mengingat kembali perkataan kakak Lisa padanya, berbicara berdua seperti ini memang membuat mereka lebih memahami satu sama lain.
***
Hari berlalu, hubungan Sehun dan Lisa jauh lebih membaik. Keduanya mulai sering berbicara di sela jam jaga, kadang Sehun juga membawakan Lisa camilan atau pun minuman sebagai pelengkap teman berbincang mereka. Tidak ada lagi tidur di kamar perawatan pasien dalam kamus Sehun karena ia akan berada di ruang pemeriksaan semalam suntuk dan mengobrol dengan Lisa tentang segala hal, mulai dari isu dan topik yang sedang hangat sampai tentang kehidupan mereka di masa lalu.
"Gue kira jadi orang kaya itu enak," ungkap Lisa sendu. Kehidupan yang serba ada dan tak perlu memikirkan kekurangan materi tentu menjadi impian setiap orang. Namun setelah mendengar cerita Sehun sepertinya ia harus berpikir ulang.
"Sebenarnya mau si kaya atau si miskin pasti ada tuntutan tersendiri. Si miskin dengan tuntutan untuk mencari uang guna memenuhi kehidupannya, sedangkan si kaya dengan tuntutan untuk bisa mempertahankan segala asetnya supaya kehidupan orang-orang di sekitarnya terpenuhi. Jadi ya bisa dibilang sama-sama nggak enak sih. Kalau enak doang bukan hidup kan namanya?"
Sehun telah menjelaskan pada Lisa bahwa sebetulnya dirinya tidak ingin menjadi seorang dokter, namun itu menjadi kewajiban untuknya agar tetap dapat menjalankan bisnis keluarga yang bergelut di bidang tersebut. Saat dulu Sehun menolak untuk masuk ke kedokteran, Ayahnya menjelaskan bahwa ini semua bukan hanya tentang Sehun dan keinginannya, melainkan tentang semua karyawan, pasien dan juga tenaga kesehatan yang bergantung pada rumah sakit mereka.
Lisa sekarang mulai menyadari kebaikan Sehun dan mulai menerimanya dengan hati terbuka. Seperti yang Laynard bilang, bahkan seorang perampok seperti Robin Hood pun layak disebut pahlawan bagi para masyarakat yang dibantunya. Sehun adalah pahlawan bagi orang-orang sekelilingnya, terutama para karyawan Rumah Sakit Umum Royal Raffles dan orang-orang seperti Bu Lila.
Suara notifikasi ponsel Lisa berbunyi, membuat percakapan keduanya terhenti. Telepon dari orang rumah membuat Lisa izin untuk mengangkatnya pada Sehun, dan ia memilih untuk pergi sedikit menjauh ke lorong.
"Lisa, ada kabar bahagia!" suara sang nenek di seberang telepon membuat Lisa mengulum senyum.
"Oh ya? Ada kabar bahagia apa Nek?"
"Ayah kamu menang tender dari Royal Raffles!"
"Oh ya? Bagus dong kalau begitu?"
"Pokoknya ini kabar bahagia untuk kita semua!" seru nenek bahagia. "Oh iya, Ayah kamu mau ngomong sama kamu nih."
Lisa mendengar suara telepon berpindah, dan sang Ayah di seberang telepon mulai berbicara. "Lisa, besok sebelum kamu berangkat kerja kita makan malam dulu di rumah. Ajak juga Oh Sehun untuk datang. Ayah mau ngucapin terima kasih sama dia."
***
Keesokan harinya Sehun datang sejak sore ke kediaman Lisa. Ayah Lisa mengajak Sehun berkeliling dan menceritakan perjalanan hidupnya sebagai seorang pengrajin kayu yang cukup sukses. Sehun mendengarkan dengan seksama, dan terlihat cukup tertarik. Hal itu membuat Ayah Lisa merasa senang.
Lisa membawakan minum untuk keduanya. Melihat kedekatan dan tawa hangat mereka membuat perasaan aneh hadir di benaknya. Tak banyak orang yang bisa mendekati sang ayah, dan Sehun adalah satu dari segelintir orang tersebut.
"Lisa, sini!" panggil sang Ayah saat melihat mata Sehun terus tertuju pada Lisa.
Lisa menggeleng. "Aku bantu nenek masak dulu Yah, nanti aja gabungnya," tolaknya. Ia kemudian beranjak dan bergabung kembali bersama ibu dan nenek yang sedang memasak.
"Ngapain sih ngundang dia segala?" sungut Bibi Jingga kesal. Nenek bilang bahwa Ayahnya tidak memberi tahu Bibi Jingga mengenai rencananya mengundang Sehun ke rumah mereka, dan saat Sehun datang ia mulai bersuara tentang mengapa bukannya Taehyung yang diundang.
"Ini kan bentuk terima kasih kita karena kita yang udah menangin tender Royal Raffles. Tanpa Sehun ini kita mungkin nggak akan menangin tender sebesar itu. Kamu jangan ngedumel mulu Jingga."
"Ya tapi kan kita juga bisa undang Taehyung juga Bu. Masa ngundang anak laki-laki orang di saat Lisa udah punya tunangan sih?"
"Jingga, Sehun ke sini sebagai pemilik Royal Raffles dan teman Lisa, bukan untuk melamar. Sudah jangan diperpanjang lagi, kemenangan tender ini perlu kita syukuri bareng-bareng." Ibu Lisa menegur adik iparnya itu. "Daripada kamu ngedumel mulu, mending bantuin kita siapin makan malam."
Di sepanjang jamuan makan malam, semua anggota keluarga terlibat percakapan hangat bersama Sehun, terkecuali Bibi Jingga. Sehun sangat bisa membawa diri dan membaur dengan keluarga Lisa. Ibunya yang awal-awal antipati padanya bahkan sudah mulai membuka diri. Sekarang Sehun menjadi pusat atensi keluarganya.
Hari semakin larut, jadwal jaga semakin dekat, Sehun dan Lisa akhirnya pamit untuk berangkat ke rumah sakit. Di tengah perjalanan, Sehun menemukan sosok yang familiar di pinggir jalan, sedang kebingungan berdiri di depan mobilnya.
"Jisoo?" ucap Sehun pelan, kemudian ia menepikan mobilnya di bahu jalan. "Sebentar ya?" pamit Sehun pada Lisa sembari melepas sabuk pengamannya. Lisa pun mengikuti langkah Sehun untuk keluar dari mobil.
"Hei, Hun! Lagi apa lo di sini?" sapa Jisoo. Lisa mengenal perempuan cantik itu sebagai perempuan yang ditemui mereka saat di restoran dulu.
"Kebetulan lewat, mobil lo kenapa?" tanya Sehun sembari melihat bagian kap mesin yang sudah dibuka oleh Jisoo.
"Mogok nih, gatau kenapa," sungut Jisoo kesal.
"Udah telepon orang bengkel belum? Atau mau gue teleponin?"
"Udah kok, ini lagi nunggu orang bengkel," jawab Jisoo.
"Terus lonya gimana? Mau gue anter?" tawar Sehun.
"Enggak, gue lagi nunggu cowok gue."
Lisa masih memperhatikan percakapan keduanya, sampai matanya terfokus pada kursi belakang mobil Mercedes-Benz dengan atap terbuka itu. Terdapat bunga yang sangat familiar di ingatan Lisa, bunga yang mirip dengan yang Taehyung berikan padanya di malam ia harus diisolasi di IGD. Di buket itu terdapat kartu ucapan berwarna merah muda seperti yang kakaknya bilang.
"Beneran nih nggak mau gue anter aja?" tanya Sehun meyakinkan.
Jisoo mengangguk penuh keteguhan. "Udah lanjutin aja kencan lo dibanding harus anter-anter gue," ucapnya sambil mengerling ke arah Lisa.
Sehun salah tingkah dibuatnya, pun juga Lisa. Sehun menggeleng mencoba klarifikasi. "Gue mau tugas jaga malam ini sama dia," jelas Sehun.
"Ya gapapa lah, kencannya jadi lebih lama. Romantis kali bisa kerja bareng pacar, sekali dayung dua tiga pulau terlampaui," ledek Jisoo.
"Mau gue tungguin sampai orang bengkelnya dateng nggak?"
Baru saja Sehun selesai menawarkan diri, sebuah mobil derek datang dan ada seorang petugas bengkel datang menghampiri Jisoo dengan motornya. Ia kemudian mengecek bagian mesin dengan teliti.
"Udah sana lo kerja aja Hun!" usir Jisoo sembari mendorong tubuh Sehun ke arah Lisa.
Sehun melihat jam yang bertengger di tangannya, karena waktu kerja mereka yang telah mepet, Sehun memutuskan untuk segera berangkat menuju rumah sakit.
"Ayo Lis," ajak Sehun sembari menggandeng lengan Lisa yang termenung di tempat.
"Iya ayo," sahut Lisa.
Sejak masuk mobil hingga ia tak dapat lagi melihat mobil Jisoo yang mogok Lisa terus melihat ke arah spion, namun nihil, ia tak menemukan apapun. Kecurigaannya tidak terbukti sama sekali.
"Lis, Lo kenapa? Kok diem aja?" tanya Sehun keheranan. Sejak turun dari mobil tadi ia tidak banyak mendengar suara Lisa.
"Kekenyangan gue," jawab Lisa asal yang membuat Sehun terbahak.
"Kalau gitu tinggal tidurnya aja ya? semoga pasien malam ini nggak banyak."
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro