Medical Robin Hood - 26
Baik dokter Eko, satuan tugas maupun Sehun terjaga sepanjang malam untuk memantau perkembangan orang-orang yang diisolasi. Mereka masih bernapas lega karena tidak ada yang menunjukkan tanda gejala, sampai saat dini hari kejadian menggemparkan terjadi. Seorang pasien penumpang bus yang sama dengan yang ditumpangi pasien suspek dinyatakan meninggal dunia.
Lisa mendengar lenguhan dan juga ringisan dari ranjang di sampingnya. Laynard yang juga menyadari hal itu menatap Lisa dan menganggukkan kepala seolah memberi aba untuk mengecek. Dengan hati-hati ia menghampiri perawat itu, ia terlihat menggigil dan juga kesakitan. Saat Lisa mendekati tubuhnya untuk membenarkan posisi selimut, ia bisa merasakan suhu tubuh perawat itu sangat tinggi meski kulit mereka hanya bersentuhan sedikit. "Dia demam," ujar Lisa tercekat. Pikirannya langsung melanglang buana entah ke mana, mengingat-ingat tanda gejala virus mematikan tersebut. Ia mulai merasa gugup sekarang.
"Lebih baik kita lapor kepada petugas Lis," usul Laynard.
Lisa mengangguk dan kemudian menghubungi petugas dengan ponselnya. Setelah diberikan penanganan berupa cairan infus dan obat pereda demam, perawat itu diungsikan ke ruang tindakan. Untuk diobservasi bersama dengan pasien suspek yang telah lebih dulu dipindahkan ke sana untuk dipantau dengan ketat.
"Pernah kebayang nggak lo ada di posisi ini?" tanya Laynard.
"Sama sekali nggak pernah." Lisa memeluk kedua lututnya dan menggeleng pelan. "Lucu ya bagaimana hidup seseorang dapat dijungkirbalikan dalam waktu satu malam?"
Laynard mengangguk. "Ya, itu lah kehidupan, kita harus bertahan meski nggak ingin, kita harus melewatinya meski nggak sanggup, tapi pada akhirnya kita harus tetap menjalaninya meski tau itu semua nggak mudah."
Lisa mengulum senyum. "Baru tau gue seorang Laynard ternyata bijak juga."
"Itu bukan kata-kata gue, cuma karena kata-kata itu gue bisa bertahan sampai sejauh ini."
"Terus itu kata-kata siapa?"
"Sehun."
Alis Lisa menyerit, sedikit heran. "Oh Sehun?" tanyanya memastikan.
"Ya, Oh Sehun yang kita kenal."
***
Pagi hari hiruk pikuk di rumah sakit lebih ramai dari biasanya, banyak pejabat setempat maupun pusat yang hadir di sana. Semuanya bertujuan sama, yaitu untuk meninjau langsung kasus temuan suspek SVO2 yang menjadi momok menakutkan itu. Beberapa pejabat menghampiri dan berbincang dengan Sehun, mereka mengucapkan terima kasih dan mengapresiasinya karena sudah membantu mencarikan jalan keluar.
Saat matahari belum terbit, Sehun sudah menanti alat tes itu di bandara bersama dengan satuan tugas penanganan. Begitu mendarat di Ibukota, Sehun membawa alat tersebut menggunakan helikopter milik Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk dibawa ke kotanya. Setelah mendarat, ia menaiki ambulans milik Royal Raffles yang dipadu oleh mobil dinas patroli dan pengawalan milik polisi. Semuanya ia perhitungkan dengan matang dan lengkap, sehingga proses skrining dapat dilakukan dengan cepat.
Dengan gelisah Sehun menunggu di luar ruangan pemeriksaan, pun dengan orang-orang di sekitarnya. Berdasarkan informasi yang didapat, pengambilan sampel telah selesai dilakukan, namun mereka masih harus menunggu sekitar lima jam untuk mengetahui hasilnya.
Setelah lima jam berlalu seorang petugas kemudian keluar dari dalam, membuat orang-orang segera berdiri dari tempatnya dan mendekat. "Bagaimana hasilnya?" hampir semua orang serempak menanyakan hal yang sama.
"Semua sampel dari orang-orang yang diisolasi di dalam menunjukkan hasil negatif."
Sungguh, tak ada kabar lain yang paling Sehun nantikan selain kabar ini. Ia segera menerobos kerumunan orang-orang yang sedang besukacita dan berlari masuk ke dalam ruang IGD yang sedang diubah kembali ke keadaan semula. Pelepasan plastik penutup ranjang perawatan mulai dilakukan, dan beberapapetugas menyemprotkan cairan desinfektan untuk proses pembersihan.
"Sehun?" sapa Laynard saat melihat sosok Sehun berlari ke dalam ruangan. "Kok lo di sini?" tanyanya kebingungan.
Sehun menghentikan langkah dan menatap Lisa yang berdiri di hadapannya, di samping Laynard yang masih terbaring di ranjangnya. Ia merasa kikuk karena telah berlari secara spontan seperti itu. Namun rasa menggebu-gebu yang hadir untuk bertemu dengan Lisa setelah semua kekacauan ini seolah membuatnya hilang akal. Sekarang ia bingung bagaimana harus berkilah.
"Kan gue dokter di sini Lay," dalih Sehun. "Gimana keadaan lo? Pas denger berita ini gue jantungan tau nggak!"
Lisa tertawa menyindir, meski pelan Sehun dapat mendengarnya dengan jelas. Tentu dibandingkan terfokus pada Laynard yang sedang mengajaknya berbicara, telinganya lebih peka dengan suara milik Lisa.
"Lo kenapa?" tanya Sehun bingung pada Lisa, tawa gadis itu seolah mengejekknya.
"Enggak," jawab Lisa ketus. Ia membereskan barang-barangnya dan kemudian beranjak pergi.
Sehun yang melihat hal itu tentu tak tinggal diam, ia berpamitan pada Laynard dan segera menyusul Lisa dan menahan dengan tangannya. "Kenapa?" ulangnya tegas.
"Lucu aja gimana lo ngomong 'kan gue dokter di sini' dengan bangganya sementara lo mau segera mengakhiri masa hukuman lo di sini!" cemooh Lisa. Kemudian ia melepaskan tangan Sehun yang memegang tangannya dengan hentakkan kasar dan pergi dari sana.
***
Hal yang pertama Lisa lakukan setelah bebas dari isolasi adalah mengecek pasien-pasiennya, apakah mereka sudah membaik atau bahkan pulang. Dirinya cukup terkejut mendapati salah satu pasien dinyatakan mati otak dan keluarganya memutuskan untuk mencabut alat bantuan hidup pasien dalam kurun waku yang cukup singkat. Ia bahkan menemukan surat pernyataan tentang pendonoran organ yang ditanda-tangani oleh istrinya. Lisa mencium sesuatu yang mencurigakan di sini. "Sus, istri pasien ini korban kecelakaan juga? dirawat di sini apa enggak?" tanya Lisa penuh selidik.
"Iya, korban kecelakaan juga dok, nggak dirawat di sini, tapi di Royal Raffles. Yang saya dengar anaknya sempat dibawa ke sini, cuma karena gegar otak dan butuh CT Scan, jadi dirujuk ke sana."
"Boleh saya cek dokumen pendonoran organnya?"
Perawat memberikan sebuah berkas kepada Lisa untuk diperiksa, ia kembali dikejutkan dengan nama yang tertera sebagai penerima donor, Lee So Man. Lisa mengenal nama itu sebagai salah satu daftar pengusaha terkaya di negaranya yang bergerak di bidang penyedia alat kesehatan.
"Siapa dokter yang mendampingi wali pasien saat menandatangani ini?"
"Dokter Sehun dok,"
Lisa menutup berkas tersebut dan pergi dari sana, mencari sosok yang perlu ia tanyai mengenai hal ini. Di sudut lorong dekat tempat parkir di mana Sehun hilang kesadaran sebelumnya, Lisa menemukan pria itu sedang berbincang dengan seseorang di telepon.
"Untuk bola mata tidak bisa didonorkan karena kornea matanya tidak dalam keadaan baik setelah terkena pecahan kaca. Ya, kami akan mengusahakan untuk mencari donor lain."
"Ya, memang lebih mudah mencari donor dari kalangan tidak mampu dibandingkan dengan mencarinya dari keluarga terdekat pasien. Rata-rata mereka tidak ingin mempertaruhkan kesehatan mereka. Banyak orang yang butuh uang hingga menjual ginjal mereka dengan sukarela untuk memenuhi kebutuhan hidup."
"Angka kecocokan yang tinggi hanya faktor keberuntungan. Kuasa Tuhan ikut andil di dalamnya."
Lisa menutup mulutnya tidak percaya, sungguh ia tidak menyangka ternyata Sehun sosok yang seperti ini.
Sehun yang baru mematikan panggilan sambungan teleponnya terkejut menemukan Lisa yang berdiri di belakangnya. "Lisa?" panggil Sehun pelan. Tatapan Lisa yang tak biasa membuat Sehun merasa terintimidasi saat ini.
"Lo menjijikan Sehun," cemooh Lisa yang begitu menusuk hati Sehun. Sehun selama sudah biasa melihat tatapan kebencian yang Lisa layangkan padanya, namun kali ini terasa berbeda, karena terlihat lebih dominan kekecewaan dan juga rasa jijik yang terlukis di sana.
"Lo kenapa Lis?" tanya Sehun kebingungan.
"Lo memanfaatkan para orang miskin untuk menjual organ-organ mereka pada orang kaya demi keuntungan pribadi? Sungguh picik Oh Sehun!"
Sehun terdiam, tidak mengelak sedikit pun. Pupil matanya membesar karena terkejut dengan reaksi Lisa.
"Nggak akan ada yang bisa menyelamatkan lo sekarang Oh Sehun, termasuk orang tua lo. Kalau organisasi profesi tau tentang penjualan organ yang lo lakukan dan juga tugas akhir yang nggak pernah lo kerjakan untuk mendapatkan gelar dokter lo akan berakhir."
"Lo bukan dokter, tapi perampok!" desis Lisa tajam. "Gue akan laporin lo!" tutup Lisa, kemudian ia pergi meninggalkan Sehun.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro