Medical Robin Hood - 24
Bagai disambar petir, Sehun segera membawa Ferarri miliknya meluncur menuju rumah sakit. Sepuluh menit yang lalu ayahnya menelepon dan menanyakan keberadaan dirinya dengan nada panik. Mengetahui Sehun di rumah sejak pagi sang ayah bernapas lega. Namun penjelasan yang keluar dari bibir ayahnya mengenai musabab paniknya membuat rasa panik dan gusar itu mengalir dan berpindah tempat ke Sehun.
Salah satu cabang rumah sakitnya melaporkan tentang temuan kasus suspek virus SVO2 kepada ayahnya untuk meningkatkan kewaspadaan dan persiapan wabah di seluruh cabang. Namun saat mengetahui kasus suspek tersebut berada di rumah sakit tempat Sehun menjalani hukuman sementara membuat sang ayah langsung menelepon dan memastikan keadaannya.
Sehun memang baik-baik saja dan tidak ada di tempat kejadian, namun ada orang lain yang mengusik pikirannya. Dalam hati ia terus berharap kekhawatirannya tidaklah terjadi. "Dia pasti udah pulang, dia pasti udah pulang," rapal bibirnya terus menerus, namun entah mengapa hatinya mengatakan lain, dan menggerakkan tubuhnya seolah memaksanya untuk mengecek dugaannya secara langsung.
Berkali-kali Sehun menghubungi ponsel Lisa, namun hanya nada sibuk yang terdengar. Sungguh ia merasa kalut sekarang. oleh karenanya Sehun melajukan mobilnya dengan kecepatan tinggi agar sampai rumah sakit lebih cepat guna memastikan bahwa kekhawatirannya salah.
Sehun sampai parkiran rumah sakit dan melihat Dokter Eko dan beberapa jajaran petinggi rumah sakit sedang berjalan melalui lobi. Dari ekspresi yang terlihat sepertinya ini bukan pertanda baik.
"Dokter Eko!" panggil Sehun sembari berlari, langkahnya yang panjang dengan mudah menyusul gerombolan tersebut.
"Sehun?" Dokter Eko menghentikan langkah, memandang Sehun keheranan. "Jika ada yang ingin dibicarakan dengan saya, tolong nanti hubungi saya via telepon saja," ujarnya dengan sopan, kemudian ia melanjutkan langkah sembari berdiskusi dengan orang di sampingnya.
Sehun tidak menyerah, ia mensejajarkan langkahnya dengan Dokter Eko dan melontarkan pertanyaan saat percakapan dokter Eko telah selesai. "Soal pasien suspek itu, apa benar?" tanyanya penasaran. Dokter Eko mengangguk, membenarkan. Ia memilih untuk tidak bertanya dari mana Sehun mendapatkan informasi ini karena rumah sakit Royal Raffles masuk ke dalam kronologis yang dokter Eko dengar dari salah satu perawat yang diisolasi. "Di mana pasiennya sekarang?"
"Di IGD, sekarang di sana sedang diisolasi."
"Apa ada dokter dari rumah sakit yang ikut terisolasi?" pancing Sehun, dalam hati ia berharap jika firasatnya salah.
"Ada, dokter Lisa," jawab dokter Eko yang membuat harapan Sehun sirna seketika, terganti dengan kekhawatiran yang luar biasa.
"Kamu ada perlu apa ke sini?" tanya dokter Eko bingung.
Sehun mencoba mengontrol emosi dan ekspresinya dan mencari alasan untuk berkilah. "Saya cukup tertarik dengan virus ini dok, makanya saat mendengar kabar bahwa ada pasien suspek di sini saya memilih untuk datang."
"Kami akan mengadakan rapat bersama kepala satuan tugas tim penanganannya, kalau kamu mau bergabung silakan," tawar dokter Eko
***
Sehun duduk di tempatnya dengan gelisah. Ruang rapat dipenuhi aura ketegangan, dokter Eko terlihat sangat tertekan. Kejadian saat ini benar-benar musibah bagi rumah sakit dengan minim fasilitas seperti ini.
Seorang pria berdiri dari duduknya dan memperkenalkan diri sebagai kepala satuan tugas, ia menjelaskan kronologi dan konsisi pasien saat ini. "Ada lima orang yang diisolasi bersama pasien saat ini, jadi totalnya enam. Dua orang perawat, satu dokter dan dua pasien. Salah satu pasien di antaranya juga seorang dokter."
"Kami masih menunggu alat pemeriksaan penunjang untuk menegakkan diagnosa apakah pasien benar terjangkit Svinovirus Pulmonary Syndrom atau tidak."
"Bagaimana dengan orang-orang yang lainnya yang berada di IGD dan juga penumpang di bis yang sama dengan pasien suspek?" tanya dokter Hotman.
"Kami masih melakukan penelusuran di setiap rumah sakit rujukan kecelakaan semalam untuk memantau para penumpang bis dan memisahkan ruang rawat mereka dengan pasien lain. Untuk orang-orang lainnya yang berada di IGD akan dilakukan karantina di gedung milik satuan tugas kami hingga alat pemeriksaan penunjangnya datang."
"Kenapa enam orang yang diisolasi juga tidak dipindahkan ke gedung milik satuan tugas?"
"Guna menghindari penyebaran yang tidak perlu, setelah alat pemeriksaan penunjang datang mereka adalah orang yang akan pertama dites."
"Kapan alat pemeriksaan penunjang itu datang?" akhirnya Sehun angkat suara. Dari sekian banyak pembahasan, ia hanya tertarik pada topik ini.
"Paling cepat seminggu dari sekarang."
"Apa tidak bisa dipercepat?!" tanya Sehun dengan sedikit emosi, membuat suasana ruang rapat semakin memanas.
"Dokter Sehun benar, salah satu perawat yang diisolasi masih menyusui bayinya. Lebih cepat lebih baik." Dokter Hotman membenarkan.
"Baru ada satu perusahaan yang memproduksi alat itu, dan negara-negara lain juga berbondong-bondong memesan karena mereka juga membutuhkannya. Pesanan kami masih dalam antrian."
Dokter Eko mengusak rambutnya kasar, kepalanya benar-benar pening menghadapi situasi ini. IGD rumah sakitnya ditutup hingga tidak bisa menerima pasien untuk sementara waktu hingga pemasukan rumah sakitnya mandek, dokter andalannya diisolasi bersama pasien suspek, dan sekarang rumor tentang rumah sakitnya yang mempunyai pasien dengan virus berbahaya mulai menyebar di kalangan media.
"Jadi kita hanya diam dan menunggu tanpa melakukan apa pun?" tanya Sehun tak habis pikir.
"Kami mencegah virus itu menyebar lebih jauh, melakukan penelusuran dan juga karantina pada pasien-pasien yang berinteraksi dengan pasien suspek. Jika dokter mempunyai solusi dan usulan lain, mari kita diskusikan bersama," pungkas kepala satuan tugas.
Hening. Tak ada respon, semua orang terlihat putus asa. Sehun lalu berdiri dari tempatnya meninggalkan ruang rapat tanpa kata. Tangannya mengeluarkan ponsel, mencoba menghubungi sang ayah dan beberapa orang yang dikenalnya. Satu hal yang ada di benaknya, ia harus menyelamatkan Lisa dari situasi buruk ini, bagaimana pun caranya.
Dokter Eko dan yang lainnya keluar dari ruang rapat setelah penutupan, satu-satunya harapan mereka hanya alat pemeriksaan penunjang tersebut, sembari memantau perkembangan kondisi pasien suspek. Ia menghampiri Sehun yang masih sibuk dengan panggilan teleponnya.
"Dokter Sehun?" sapa dokter Eko begitu Sehun mengakhiri panggilannya.
Sehun menoleh menatap dokter Eko yang terlihat buntu. "Ya dok?"
"Terima kasih sudah hadir di sini," ujarnya sembari menepuk pundak Sehun pelan. Kehadiran Sehun setidaknya cukup berefek, yaitu menambah semangatnya secara moril. Ia kira Sehun tidak akan mau lagi berurusan dengan rumah sakitnya setelah ia mengabulkan pemotongan masa pengabdiannya, namun ternyata ia salah.
Sehun mengangguk, membalasnya dengan senyuman kecil. Notifikasi panggilan masuk dari ponselnya membuat Sehun memberi tanda dengan tangannya pada dokter Eko untuk menunggu yang kemudian beliau iyakan.
"Hello Mr. Oh, I have a good news for you."
"Is it true?" sahut Sehun tak menyangka.
"Yes! We can send our test kits to you first, It's because none of our citizens have been traveling from there in the near future."
Senyuman Sehun terkembang lebar, sungguh ia merasa sangat lega. Di seberang telepon, Richard yang merupakan seorang presiden direktur salah satu rumah sakit yang bekerjasama dengan Royal Raffles di Singapura mengatakan bahwa mereka bisa mengirimkan alat test milik mereka dulu ke sini, karena kebetulan tidak ada warga negara mereka yang habis berpergian dari wilayah Afrika dalam waktu dekat ini.
"Okay, thank you very much. We will replace your kit once our order arrives."
Sehun berencana meminjam alat test yang mereka punya dan menukarnya dengan pesanan milik satuan tugas penanganan saat alat pesanan mereka tiba. Syukurnya pihak mereka menyetujui itu setelah Sehun menjelaskan kondisinya dan mengatakan bahwa mereka benar-benar membutuhkannya dalam waktu cepat.
"Glad to help you. It's not worth the organ supply you often give us." Richard mengatakan bahwa ia senang bisa membantu Sehun, dan bantuannya tidak sebanding dengan suplai organ yang kerap Sehun kirimkan untuk rumah sakit mereka.
Sehun memang kerap mengirim pasokan organ seperti ginjal dan pankreas dari pasien-pasiennya yang sudah mati otak ke rumah sakit milik Richard jika sampel ginjal dan pankreas itu tidak cocok dengan penerima donor di rumah sakitnya.
"Can you send the kit right away?" Sehun meminta alat tes tersebut dikirim secepat mungkin.
"It is too late now and we still have to take care of some files before sending them. We'll send it on the first flight tomorrow morning." Richard mengatakan bahwa hari sudah larut, dan ia masih harus mengurus beberapa berkas sebelum mengirimkan alat pemeriksaan itu dan akan mengirimkannya besok pada penerbangan pertama.
"It's okay, it's much better than I have to wait for another week. Once again, thank you Richard." Sehun menyetujuinya, dibandingkan harus menunggu sampai satu minggu tentunya pengiriman besok akan jauh lebih baik.
Sehun menutup teleponnya dan memandang dokter Eko dengan mata yang berbinar. "Dokter, kita punya jalan keluar untuk masalah ini!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro