Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Medical Robin Hood - 19

Sehun mengembuskan napas panjang dan mengelap butiran keringat yang muncul di dahinya. "Gue nggak nyangka akan melakukan hal ini lagi."

"After all, you're still doctor, Sehun."

"Nggak ada dokter yang nggak mengerjakan tugas akhirnya kayak gue Lay."

"No one knows. Di mata dunia lo adalah seorang dokter yang mampu menyembuhkan pasien. Itu yang lebih penting dari apa pun juga."

"Kalau lo nggak mengerjakan tugas akhir gue, gue nggak akan dapat titel ini Laynard."

"Siapa yang peduli? Menjadi dokter bukan hanya tentang mengerjakan sebuah tugas akhir aja. See how you saved me and the little boy earlier? You're in the right place, Hun." Laynard mencoba meyakinkan.

"Itu cuma kebetulan aja gue inget prosedur yang harus dikerjakan ke pasien tadi. Lo lihat sendiri cara jahit gue acak-acakan."

"Bukankah praktik kedokteran itu tentang berkomitmen utuk mengingat apa yang telah lo pelajari di kampus dan mengaplikasikannya dengan baik pada pasien untuk menyelamatkan mereka? Masalah cara jahit lo hanya perlu lebih banyak latihan Hun."

"But, still...."

"Dokter Sehun, ada pasien lagi yang datang!" suara teriakan Lucas di ambang pintu IGD membuat Sehun menelan ludah gugup.

Laynard menepuk pundak Sehun. "Lo pasti bisa, percaya sama kemampuan lo."

Pertemuannya dengan Laynard membawa Sehun kepada ingatan masa lalu, di mana ia memilih untuk tidak mengerjakan tugas akhirnya. Masuk kedokteran karena tuntutan dari sang ayah membuat Sehun kesulitan. Sehun memang tergolong cerdas, ia tetap mengingat materi-materi yang diberikan oleh dosennya meski tidak menjalaninya sepenuh hati.

Sempat terbersit di benaknya untuk memberontak kepada sang ayah dengan cara tidak meluluskan dirinya sebagai seorang dokter, itu merupakan ide awal yang muncul di pikirannya, kendati itulah ia memilih untuk tidak mengerjakan tugas akhir. Namun Laynard yang sudah mengetahui seluk beluk keluarga dan latar belakang Sehun dengan baik menasihati Sehun.

Satu-satunya yang Sehun suka dari bidang kedokteran adalah ia bisa membantu orang lain. Laynard menasihati Sehun bahwa Sehun akan lebih mudah membantu orang lain setelah menjadi seorang dokter. Saat itu Laynard sedang mengalami kesulitan keuangan, jadi ia memutuskan untuk membantu Sehun mengerjakan tugas akhir dengan imbalan yang cukup setimpal. Karena uang dari Sehun, Laynard bisa menyelesaikan pendidikan kedokterannya, pun sebaliknya.

Sebetulnya Sehun bisa saja memberikan bantuan pada Laynard kala itu tanpa ia harus mengerjakan tugas akhir miliknya. Namun, Laynard tidak ingin mendapatkan semuanya secara cuma-cuma. Dan kejadian itu kini menjadi rahasia besar di antara mereka berdua.

Sehun menatap pasien yang baru saja turun dari ambulans dengan takjub. Tidak ada luka yang terlihat di luar tubuhnya, namun keadaannya terlihat begitu lemah.

"Pasien tiba-tiba pingsan saat membantu proses evakuasi dok, saat sadar kondisinya lemah," jelas petugas ambulans.

"Apa dia korban kecelakaan juga?" tanya Sehun.

"Ya, tapi ia tidak mengalami luka serius."

Sehun menggaruk kepalanya yang terasa gatal secara tiba-tiba. "Apa nggak kita rujuk aja? Pemeriksaan penunjang yang dilakukan untuk pasien seperti ini harus lengkap, bisa-bisa kita salah menangani!"

Lucas menggeleng lemas. "Semua rumah sakit terdekat sudah Rista hubungi semua dok, mereka nggak bisa menampung pasien lagi. Makanya pasien ini dibawa ke sini."

Lisa yang baru selesai menangani pasien pun akhirnya menghampiri mereka berdua. "Ayo bawa ke ruang tindakan,"

"Pasien yang sebelumnya dok?"

"Sudah dipindahkan ke unit perawatan intensif."

Sehun membantu Lucas mendorong brankar dan memindahkan pasien ke ranjang tindakan. Lisa memeriksa keadaan umum pasien secara seksama sementara Lucas memeriksa tanda vital pasien.

"Pak, bisa mendengar saya?" tanya Lisa, namun sang pasien tidak merespon dengan baik.

"Denyut nadinya lemah dok," tutur Lucas.

"Tekanan darah?"

"Terus menurun,"

"Nafasnya sesak dan memendek," sahut Lisa. Tangannya dengan sigap segera mengambil stetoskop dan mengarahkannya ke bagian dada pasien. Lisa menekan dada pasien dan ekspresi pasien berubah, ia seperti berjengit nyeri.

"Hemothorax?" tanya Lucas memastikan, dari tanda gejala yang muncul kemungkinan pasien menderita hal tersebut. Lisa mengangguk mengiyakan, diagnosisnya sama dengan Lucas.

"Sial, kita perlu rontgen pasien ini!" Sehun mengusap wajahnya kasar. Hemothorax merupakan kondisi adanya darah pada rongga paru, dan pemeriksaan penunjang seperti rontgen, CT Scan, atau USG diperlukan untuk meninjau separah dan sebanyak apa darah yang sudah mengisi rongga paru pasien.

Lisa beranjak dari sana, dan mengambil beberapa peralatan dari troli, lalu kembali lagi ke ranjang tindakan.

Melihat gelagat Lisa yang akan langsung melakukan tindakan tanpa pemeriksaan penunjang membuat Sehun panik. "Lisa?" tegur Sehun.

"Kita nggak bisa diem aja, pasien ini bisa syok karena kehilangan lebih banyak darah!" ujar Lisa sembari mempersiapkan alat untuk melakukan tindakan. "Lucas, tolong siapkan transfusi."

Sehun menahan napas saat melihat adegan di depannya. Lisa sendiri terlihat tidak yakin dan memejamkan mata beberapa kali lalu menarik napas panjang.

"Lisa kit⸺" Sehun belum menyelesaikan saat Lisa menyutikkan bius lokas di area dada pasien, setelah selesai ia membuat sebuah sayatan dan memasukkan sebuah selang ke dalam sayatan tersebut. Secara perlahan darah dari paru-paru pasien mulai keluar dari selang tersebut dan napas pasien berangsur membaik.

Sehun menghembuskan napas lega. "Apa yang lo lakukan barusan sangat beresiko Lisa!" desis Sehun. Ia tak habis pikir bagaimana Lisa melakukan tindakan tanpa pemeriksaan penunjang.

"Dan diamnya kita tanpa melakukan sesuatu untuk pasien ini bahkan jauh lebih beresiko lagi. Telat sedikit aja pasien bisa syok dan membahayakan nyawanya Sehun."

Sehun memilih diam kali ini, ucapan Lisa ada benarnya. Sejak awal ia telah mengetahui bahwa pasien itu menderita pendarahan di paru-parunya yang kemungkinan besar diakibatkan dari benturan akibat kecelakaan tersebut. Namun Sehun tidak berani mengambil tindakan tanpa pemeriksaan penunjang.

"Lantas apa yang kita lakukan selanjutnya?" tanya Sehun.

"Memantau kondisi pasien hingga rumah sakit yang punya fasilitas lebih lengkap bisa melakukan rontgen atau CT Scan pada pasien ini."

Para dokter yang hadir di perayaan Sehun satu persatu mulai pulang, menyisakan ia dan Lisa yang memang bertugas malam ini. Sehun bahkan belum mengistirahatkan kakinya barang sejenak. Ia sangat kuwalahan menghadapi gelombang pasien yang tiada henti. Terlebih sangat banyak kasus-kasus berat yang harus ditangani.

Sehun tidak berani menyetuh pasien yang terluka parah sehingga memerlukan alat bantuan hidup seperti ventilator. Lisa lah yang berjuang keras malam ini. Saat ini Lisa tengah terlelap dalam kondisi duduk setelah menyelamatkan seorang pasien luka berat. Beruntung kini keadaannya telah stabil. Berjam-jam Lisa menangani pasien itu, dan membuahkan hasil manis. Pasien itu sudah melewati masa kritisnya.

Sehun berjongkok, mengambil nafas panjang. Ia tidak pernah menyangka akan terjebak di situasi semengerikan ini. Sedikit banyak ia menyayangkan keputusan sang ayah yang menyuruhnya untuk kembali mengabdi di rumah sakit seperti ini.

"Dok! Dokter, tolong anak saya!" Lagi, sebuah panggilan untuk menyelamatkan kembali bergaung. Sehun dengan sigap berdiri. Lisa yang ikut terbangun masih mengumpulkan sisa kesadarannya di kursi.

"Biar gue aja," ujar Sehun, tak tega bila membiarkan Lisa harus berkutat dengan pasien lagi. Lisa mengangguk dan kembali melanjutkan istirahatnya yang tertunda. Ingin sekali rasanya Sehun menyuruh Lisa beristirahat di kamar dokter, namun ia masih sedikit trauma jika tiba-tiba keadaan berubah menjadi gawat. Ia takut jika pasien-pasien yang membutuhkan penanganan serius kembali datang.

Sehun menghampiri wali pasien yang berteriak memanggilnya tadi dan menangani anak mereka yang menderita demam kejang. Sebelum masuk rumah sakit, pasien sempat kejang selama satu menit. Pasangan muda di hadapannya cukup panik karena ini merupakan kejadian pertama yang menimpa buah hati mereka.

"Anak saya nggak apa-apa kan dok?" tanya sang ibu.

Sehun mengangguk. "Saya sudah berikan obat penurun panas, nanti saya respkan juga obat kejangnya yang pemberiannya lewat anus. Apa ada thermometer di rumah?"

Kedua orang tua pasien menggeleng. "Tidak punya dok,"

"Usahakan untuk membeli thermometer ya Bu, Pak, jadi sebelum panas anak terlampau tinggi sudah diberi obat penurun panas supaya anaknya tidak sampai kejang."

"Baik dok, terima kasih."

"Silakan ambil resepnya di apotek ya Pak, Bu," ujar Sehun sembari memberikan secarik kertas berisi resep yang dibutuhkan oleh pasien.

Sehun baru saja menelungkupkan tubuhnya di meja untuk beristirahat, tetapi Lucas datang menghampirinya. "Dok, saya dapat telepon, pasien di kamar perawatan anak kelas dua ada yang muntah-muntah, badannya kemerahan dan sesak napas."

Sehun berpikir sejenak. "Alergi?"

Lucas mengangguk. "Sepertinya begitu dok."

Jam makan malam sudah lewat beberapa jam, dan waktu pemberian obat pun sudah berlalu cukup lama. Sehun berpikir keras tentang kemungkinan apa yang terjadi pada sang anak sampai alerginya timbul. Dengan langkah berat Sehun menghampiri ruang perawatan yang Lucas maksud, di sana perawat ruang inap sedang menunggunya di depan ruangan. "Bed nomor berapa?" tanya Sehun sesampainya di sana.

"Nomor empat dok," jawab si perawat.

Sehun mencari tahu apa saja yang baru anak tersebut konsumsi, sang ibu hanya berkata memberikan sebuah biscuit karena sang anak merengek lapar. Dan ia tidak menyadari komposisi susu pada biscuit yang ia beli yang menjadi faktor pemicu utama alergi yang dialami sang anak. Sehun pun memberikan obat alergi pada pasien itu dan menungguinya hingga keadaannya membaik.

Fajar kini mulai menyingsing, para penunggu pasien mulai beraktifitas. Lorong rumah sakit menjadi sedikit lebih ramai oleh para penunggu pasien yang berlalulalang. Kepala Sehun terasa sangat berat, jika kurang tidur mungkin ia sudah terbiasa, namun kejadian semalam benar-benar menguras energinya secara fisik maupun emosional.

Sehun mencoba mempertahankan kesadarannya hingga sampai ke parkiran, ia berniat mengistirahatkan diri di mobil, namun di tengah jalan pandangannya semakin kabur. Dengan samar ia mendengar suara Lisa memanggil-manggil namannya. Sehun menghentikan langkah dan menggelengkan kepalanya, berusaha memfokuskan pandangan, namun sosok Lisa masih tidak terlihat dengan jelas.

"Hun! Sehun!" Sehun masih mendengar panggilannya hingga rasa pusing menyergap dengan hebatnya dan kegelapan memeluk pandangannya. Ia kehilangan kesadaran dan tidak mendengar apa pun lagi setelahnya.







Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro