Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Medical Robin Hood - 18

Para perawat mondar-mandir tanpa henti, membantu dokter-dokter memberikan terapi yang dibutuhkan. Rata-rata pasien mengalami luka terbuka yang cukup dalam hingga set alat jahit rumah sakit kehabisan stok.

"Langsung sterilkan alat jahit habis pakai!" teriak Lisa saat mendengar keriuhan akibat kekurangan set alat jahit. Tangannya tak berhenti untuk memberikan pertolongan pada pasien luka berat tadi.

Lucas menggeleng, sedikit menggerutu. "Set alat jahit di sini cuma lima, proses steril alat setidaknya makan waktu tiga puluh menit. Dengan pasien sebanyak ini kayaknya nggak keburu."

Sehun mengeluarkan ponselnya, keluar dari ruang IGD untuk menghubungi Royal Raffles cabang terdekat. Memang benar rumah sakit cabang terdekat mereka pun sedang mengalami lonjakan pasien di IGD karena kecelakaan ini. Kabarnya IGD semua rumah sakit terdekat hampir penuh. Namun Royal Raffles masih memiliki stok alat jahit yang cukup di gudang perelngkapan mereka. Ia memerintahkan salah satu petugas untuk mengirimkannya ke sini, itu memerlukan waktu yang relatif sedikit lebih singkat dibandingkan harus menyeterilkan alat-alat.

Saat masuk kembali ke dalam IGD ada anak kecil dalam gendongan seorang ibu mengalami muntah-muntah di ruang tunggu setelah menangis terus menerus. Melihat dari bercak darah yang ada di pakaian sang ibu dan luka lecet di sekujur tubuhnya membuat Sehun yakin mereka adalah salah satu korban kecelakaan.

Sehun menghampiri si ibu, menurut pengakuannya suaminya adalah salah satu korban dengan luka terbuka yang cukup berat yang sedang menjalani perawatan di dalam. Sehun memperhatikan kondisi bayi dalam gendongannya secara seksama, nalurinya mengatakan bayi itu tidak dalam kondisi baik.

"Apa anak ibu baik-baik saja?"

"Nggak kenapa-napa dok, nggak ada luka, cuma muntah aja tadi."

"Sempat terbentur nggak?"

Sang ibu terlihat ragu. Kemudian ia menggeleng. "Saya nggak ngeh, kejadiannya begitu cepat."

"Sini Bu biar saya periksa," ujar Sehun sambil menggendong anak itu, tangannya kemudian meraba bagian kepala dan menemukan sebuah benjolan di sana.

"Sempat pingsan nggak Bu anaknya?"

"Saya bener-bener nggak tau dok, saya panik lihat suami saya bercucuran darah. Pas kejadian saya masih dengar suara tangisan anak saya."

"Setelahnya?"

"Anak saya sempat tidur."

Sehun segera membawa anak itu masuk ke dalam IGD diikuti oleh sang ibu, tangis sang anak semakin pecah saat dibaringkan. Sehun menoleh ke sekitaran namun tak menemukan seorang pun perawat yang bisa membantunya. Semua tenaga medis sedang sibuk dengan pasien yang mereka tangani.

Memasang infus pada anak bukanlah keahliannya, dan itu sangat sulit untuk dilakukan. Namun melihat anak yang terus menerus menangis membuat Sehun segera beranjak mempersiapkan set infus.

"Dok! Anak saya kejang!" teriak sang Ibu histeris saat Sehun masih mempersiapkan infusan. Sehun sudah mendunga bahwa anak tersebut mendapat cedera kepala, ia segera menghampiri pasien tersebut lalu memberikan obat kejang melalui anus.

Ekor mata Sehun menangkap Lisa yang memperhatikannya dari kejauhan. Lisa menganggukkan kepalanya, mengapresiasi kesigapan dan tindakan Sehun barusan. Sementara ia masih terus berjuang menyelamatkan pasien tadi yang sudah lebih stabil kondisinya saat ini.

Dengan susah payah akhirnya Sehun berhasil memasangkan infus pada anak tersebut, bersamaan dengan ambulans Royal Raffles yang datang membawa set alat jahit.

"Bu, dari gejala yang timbul dan benjolan yang ada, kemungkinan besar anak ibu mengalami cedera kepala. Seberapa buruk kami belum dapat mengetahuinya. Anak ibu memerlukan CT Scan untuk penanganan lebih lanjut. Kebetulan rumah sakit kami belum memiliki fasilitas tersebut."

"Terus apa yang saya harus lakukan dokter?"

"Di luar ada ambulans milik Royal Raffles, silakan Ibu dan anak ibu pergi ke sana untuk pemeriksaan lebih jauh. Nanti akan saya berikan surat rujukan."

"Semua rumah sakit sudah penuh dok, makanya kami diarahkan untuk ke rumah sakit ini. Lalu bagaimana dengan suami saya nanti dok?"

"Tidak usah khawatir, saya pastikan anak ibu mendapatkan perawatan di sana, dan untuk suami ibu akan kami kabari nanti setelah penanganannya selesai."

Seorang petugas masuk ke IGD dan mengantarkan set alat jahit yang dibutuhkan. "Ini dok hecting set yang dokter pesan."

"Baik, Mingyu, terima kasih. Tolong bawa ibu dan bayi ini ke sana dan lakukan CT Scan."

"Antrian CT Scan malam ini cukup panjang karena kecelakaan besar ini dok."

"Di sini kami tidak memiliki fasilitas itu, jadi tak masalah soal antrian."

"Baik dok!"

Sehun menaruh set alat jahit yang dikirimkan oleh Royal Raffles di troli. "Hecting set siap! kalau membutuhkan bisa ambil di sini."

"Thanks God! Dokter Sehun Anda benar-benar malaikat penolong!" ujar Rista penuh kelegaan. Tangannya dengan sigap mengambil dua set hecting set dan mendistribusikannya pada para dokter yang membutuhkan.

Malam ini IGD mereka layaknya medan perang. Rista mendapat bagian mobilisasi, kakinya terus melangkah tanpa henti untuk memastikan bahwa semua dokter mendapatkan alat tempur yang sesuai.

"Ada pasien kecelakaan yang perlu ditangani lagi?" tanya Sehun sambil melihat sekeliling. Sejauh matanya memandang semua pasien kini sudah tertangani. Hanya ada antrian pasien biasa yang berobat di ruang tunggu.

"Oh ya, ada dok, lukanya cukup parah, tapi dia nggak mau ditangani lebih dulu, malah menyuruh kami menangani pasien lain yang lebih ringan."

"Di mana pasiennya?"

"Ranjang paling ujung dok. Luka terbukanya cukup lebar dan masih mengeluarkan darah," ujar Rista sambil menujuk ke ranjang bagian ujung yang tertutup horden.

Sehun segera menghampiri ranjang yang dimaksud Rista, alangkah terkejutnya ia menemukan sosok teman lama yang sudah lama tidak ia temui. "Laynard?" tegur Sehun.

"Hei, Hun!" Pria itu cukup terkejut mendapati Sehun berdiri di depannya, lantas tersenyum menyapanya.

Sehun menyeritkan alis saat melihat kondisi kaki dan tangan Laynard yang terluka cukup parah. Seperti yang Rista bilang, luka-lukanya cukup dalam dan masih mengeluarkan darah. "Perawat bilang lo nggak mau ditanganin duluan? Kenapa?"

"Banyak korban dengan luka yang lebih parah di sana, tapi belum bisa terevakuasi," jelas Laynard. "Ini mah nggak ada apa-apanya Hun."

"Mereka selamat?" tanya Sehun sembari memastikan kondisi kaki dan tangan Laynard, mempertimbangkan terapi apa yang harus ia berikan pada rekannya ini.

Laynard mengangguk. "Sewaktu-waktu mereka dateng, biar kalian lebih tanggap untuk menangani mereka dulu. Luka kayak gini nggak bakal bikin gue mati kehabisan darah."

"Gila lo! Nggak gitu juga konsepnya. Luka lo nganga lebar, iya emang nggak bakal mati karena pendarahan, tapi bisa-bisa infeksi!" ujar Sehun kesal. Ia dengan sigap mengambil set alat jahit dan membawanya ke hadapan Laynard.

Laynard adalah teman Sehun saat menempuh pendidikan kedokteran dulu, mereka satu kamar di asrama karena Sehun memang memilih untuk tinggal di asrama kampus dibanding harus indekos. Selepas lulus, Sehun tidak pernah bertemu dengannya lagi. Tapi hari ini entah mengapa takdir kembali mempertemukan mereka.

"Gue nggak nyangka lo bisa berakhir di rumah sakit kayak gini," ucap Laynard sedikit takjub. Sehun yang ia kenal sebenarnya tidak ingin menempuh pendidikan dokter. Hanya karena ia pewaris jaringan rumah sakit terbesar, mau tak mau Sehun harus mengetahui seluk beluk industri kesehatan dari dalam dengan menjadi seorang dokter.

"Emang lo sangka gue bakal berakhir gimana? Membusuk di penjara karena kenakalan gue?" tanya Sehun sarkas.

Laynard sontak tertawa geli, Sehun yang ada di hadapannya tidak berbeda dengan yang ia kenal dulu. Meski sudah lama sekali mereka tak berjumpa. "Ya gue kira lo bakal duduk adem di kursi dirut Royal Raffles kan, ngapain masih pengabdian di lapangan kayak gini yang jelas-jelas elo nggak suka?"

"Sebenernya gue juga terpaksa ada di sini." Sehun menekan luka dengan kasa steril untuk mencegah darah kembali mengalir.

"Nggak perlu gue tanya gue udah tau jawabannya. Kapan lo terakhir megang pasien sebelum terjebak di sini hah?"

"Nggak inget," jawab Sehun cuek. Tangannya masih cekatan membersihkan luka Laynard dengan cairan Natrium Clorida, lalu ia mengolesi daerah luka Laynard dengan betadine.

"Tangan lo gemeteran tuh," ledek Laynard saat Sehun akan menyuntikkan bius lokal di area lukanya.

"Jangan ngeledek gitu dong Lay, bikin gue gugup aja lo. Selama di sini gue cuma kasih resep. Tanda vital, pasang infus, suntik semua perawat yang pegang."

"Resep obat lo masih inget?" tanya Laynard takjub.

"Dikit-dikit, kalau Lisa kasih obat ke pasien, gue ingetin resepnya. Baca-baca dikit juga di internet."

"Ah, si Prapinya? Gue lihat berita kalian yang trending itu. Sempet percaya tadinya dan mau ledekin lo yang diem-diem ternyata punya kisah cinta sama si kutu buku kampus."

"Orang yang kenal kami pasti tau kalau itu semua omong kosong."

Laynard kembali tergelak. "Jangan-jangan lo berakhir di sini karena dia? How romantic!"

"Jangan sampai gue jahit luka lo tanpa anastesi ya!"

"Ampun Bang Jago!" sahut Laynard berkelakar. "But I smell something fishy in here,"

"Berasumsilah sesuka lo dan sesuai imajinasi lo, tapi emang nggak ada apa-apa di antara kami." Sehun tidak banyak berbicara lagi setelahnya, ia memfokuskan diri untuk menyuntikkan bius pada kaki Laynard.

"Gue lihat gimana lo nanganin anak kecil tadi, sigap banget, di saat orang-orang lebih sadar dengan kondisi pasien yang punya banyak luka luar, lo lebih perhatian dengan pasien yang memang perlu mendapatkan penanganan meski nggak ada luka di tubuhnya, lo bener-bener seorang dokter Sehun," puji Laynard tulus. Meski setengah hati menjalani kuliahnya dulu, nyatanya Sehun masih dapat mengaplikasikan ilmunya dengan baik.

"Jas putih ini yang bikin gue jadi dokter, kalau enggak gue hanya seorang Oh Sehun,"

"Pewaris utama Royal Raffles group," timpal Laynard dengan kerlingan jahil.

Sehun menyerah untuk mengenyampingkan topik ini dari pembicaraannya dengan Laynard. Oleh karenanya sambil menunggu obat bius itu bekerja, Sehun membuka topik pembicaraan lain selagi tangannya bekerja menyiapkan alat jahit. "Kok lo ada di sini sih Lay? Kota asal lo kan jauh banget dari sini."

"Lagi nyari orang," jawab Laynard singkat.

"Siapa?"

"Kepo lo."

"Someone you love?" canda Sehun dengan senyuman miring. Sudah saatnya ia membalas godaan yang Laynard layangkan sebelumnya.

"Yaiyalah, kalau nggak cinta nggak akan ada di sini gue buat cari dia."

"Udah jadi budak cinta ya lo," ledek Sehun sambil tertawa.

"Bukan budak cinta, tapi kalau emang cinta ya pasti lo mau lakuin apa pun buat seseorang yang lo sayang itu. Bahkan sampai orang di sekitarnya juga."

"Ya... Benar memang, gue juga pernah ada di fase itu kok."

Pikiran Sehun kembali melayang ke masa-masa sulitnya saat berkuliah dulu, menggeluti bidang yang tidak sesuai dengan isi hatinya membuatnya kesulitan. Saat itu ia bertemu dengan seorang gadis yang membuatnya bersemangat dan akhirnya bisa melewati semuanya. Sayangnya saat itu cintanya bertepuk sebelah tangan.

"And end up unpleasant?"

"You can say so."

"Your expression says everything."

Sehun menjepit area di sekitar kaki Laynard dengan pinset, memastikan obat bius yang ia suntikkan telah bekerja dengan baik. "Udah oke kan?"

Laynard mengangguk. Selanjutnya Sehun memulai penjahitan luka milik Lay dengan sisa-sisa ingatannya saat kuliah dulu. Sesekali Laynard mengoreksi langkah yang ia lakukan sehingga jahitan pada kaki dan tangannya selesai.

Sehun mengembuskan napas panjang dan mengelap butiran keringat yang muncul di dahinya. "Gue nggak nyangka akan melakukan hal ini lagi."

"After all, you're still doctor, Sehun."

"Nggak ada dokter yang nggak mengerjakan tugas akhirnya kayak gue Lay."

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro