Medical Robin Hood - 16
Entah berapa lama Lisa bertahan di dalam kamar, tidak ada seorang pun yang menjenguk untuk melihat keadaannya atau sekadar menawarkan makan. Lisa merasa inilah cara keluarganya menghukum dirinya.
Setelah menjelang sore hari Rose menyelinap masuk ke kamarnya, membawakan Lisa sepiring penuh makanan dan minuman. "Makan Kak, Kakak harus minum obat."
Lisa meraih makanan yang Rose beri dan mulai memakannya.
"Rose udah denger dari Nenek soal tadi pagi." Rose memulai pembicaraan. "Semalem pas Ayah berobat kami memang ketemu sama dokter Sehun. Tapi Rose sama sekali nggak tau soal Ayah yang ngomong lansgsung soal tender ini ke dokter Sehun."
Lisa tidak menyahut, tidak pula mengabaikan. Ia masih makan sembari mendengarkan penjelasan Rose.
"Oh Sehun ternyata ganteng banget ya Kak?"
Lisa tersedak makanannya. Rose segera memberinya air yang ada di tangannya. "Pelan-pelan dong Kak makannya."
Lisa menggeleng melihat kelakuan Rose setelah menghabiskan airnya hingga tandas.
"Kenapa? Kok geleng-geleng?"
"Kelakuan kamu tuh, orang lagi serius malah bahas ganteng."
"Tapi beneran ganteng loh Kak."
"Hush! Udah nggak usah bahas dia lagi. Di luar lagi pada bahas apa?"
"Lagi pada ngomongin Kakak."
"Ngomongin apa?"
"Mereka semua ngomong kalau cuma Kakak yang bisa bantu keluarga kita."
Lisa menarik napas panjang, mengapa sejak Oh Sehun hadir kembali di hidupnya semuanya terasa sulit? Ada saja yang terjadi pada dirinya. Benar-benar pembuat masalah.
"Terus Kakak mau gimana sekarang?"
"Ya nggak mau gimana-mana. Kalau memang mau menangin tender itu ya kita harus buat proposal yang bagus."
"Kalau ada cara instan kenapa harus repot Kak?" Rose merajuk, membuat Lisa menyentil dahinya.
Pintu kamar terbuka, Ibu Lisa masuk ke dalam kamarnya. "Kalau karena penolakan kamu untuk mengabulkan permintaan Oh Sehun justru membuat dia jadi tidak memilih furniture milik keluarga kita bagaimana?"
Lisa terdiam. Ibunya sudah menguping pembicaraannya dengan Rose sejak tadi. Rose tergugu, tak menyangka tantenya mendengarkan obrolannya dengan sang kakak sepupu. Ia memilih untuk menyelinap keluar tanpa suara, tidak tahan dengan atmosfer penuh ketegangan di dalam kamar.
"Apa sih yang memberatkan kamu untuk mengurangi masa hukuman si Oh Sehun ini?" tanya Ibu Lisa tak habis pikir.
"Dia udah melakukan kesalahan, dan dia harus bertanggung jawab atas itu, Bu." Lisa menjawab dengan lugas.
Ibu Lisa berdecak. "Jangan terlalu idealis Lisa, di kondisi saat ini kita sangat membutuhkan bantuannya. Dia kan sudah menjalani hukumannya, kamu tinggal menguranginnya aja."
"Bu, kita emang miskin, tapi jangan sampai miskin hati cuma karena masalah uang!"
"Tapi uang itu bisa mensejahterakan keluargamu! Termasuk biaya kuliah adikmu! Uang nominal sebesar itu belum tentu bisa kita dapatkan meski Ayahmu dan Om Dimas banting tulang selama sepuluh tahun!"
"Bu, tolong jangan libatkan Lisa dalam hal ini." Lisa memohon. Sungguh ia sangat lelah dengan semuanya.
"Sudah-sudah, biarin anaknya selesai makan dulu," lerai Nenek yang kini ikut bergabung ke dalam kamar. Di depan daun pintu Rose sedang mengintip, rencananya untuk menyelamatkan sang kakak sepupu sepertinya berhasil.
Ibu Lisa akhirnya meninggalkan Lisa di kamar. Sementara nenek mengambilkan air lagi untuk Lisa. Tidak banyak kata yang keluar dari mulut Nenek, ia hanya menemani Lisa menghabiskan makanannya sampai tandas dalam diam.
"Udah selesai? Sini biar Nenek beresin bekas makannya,"
"Biar Lisa aja, Nek."
"Nggak usah, nenek tau kamu lagi nggak pengen ketemu sama orang rumah."
"Kenapa Nenek nggak ngomelin aku kayak Ibu?"
"Nenek tau kamu akan mengambil keputusan yang paling tepat, cuma kamu yang bisa menolong keluarga kita, Nak."
***
Lisa sungguh kebingungan saat ini, semua pihak menentangnya. Satu-satunya orang yang ia pikirkan saat ini adalah kakak perempuannya yang tinggal di kampung halaman mereka bersama suaminya. Selepas menikah, Sorn dibawa oleh suaminya sehingga tidak tinggal bersama dengan keluarga. Semenjak mereka pindah, Kakak Lisa hanya mengunjungi mereka bila ada liburan panjang atau keperluan mendesak saja.
Suara dan pendapat Sorn cukup didengar oleh keluarga besarnya, mungkin ini satu-satunya jalan yang bisa Lisa tempuh untuk menyelesaikan masalah ini.
Lisa mencari kontak Sorn dan memulai panggilan.
"Halo?"
"Kak," sapa Lisa dengan suara parau.
Mengetahui ada yang salah dengan sang adik, Sorn pun merespon cepat. "Kamu kenapa? Ada apa?"
Suara isak tangis mulai terdengar di telinga Sorn. Membuatnya sangat khawatir. Pasalnya sang adik yang sangat dikenalnya ini tidak pernah seperti ini sebelumnya. Sorn sangat tahu Lisa merupakan pribadi yang kuat dan jarang mengeluh apalagi menangis di hadapannya, pasti ada sesuatu yang salah telah terjadi.
"Dek? Kamu kenapa? Jawab Kakak."
Lisa mulai menuturkan kondisi yang terjadi, mengenai kecelakaan Sehun, hukumannya, tender furniture Royal Raffles, persyaratan dari Sehun dan juga permintaan keluarganya.
Sorn cukup mengerti kekeraskepalaan Lisa dan bagaimana kukuhnya ia dalam memegang prinsip. Hal ini pasti sangat memberatkannya.
"Apa Ayah sama Om Dimas nggak bisa buat proposal yang baik aja untuk memenangkan tender itu? Kenapa harus libatin aku?!" keluh Lisa. "Sekarang Nenek bahkan ikut-ikutan!" desisnya frustasi.
"Andai posisi Kakak lebih dekat Lis, saat ini juga Kakak akan langsung datang ke sana sekarang."
"Nggak apa Kak, Lisa cuma pengen didengerin aja," ungkap Lisa pelan. "Dan nggak disalahkan."
Sorn menghela napas panjang. Ia tahu dengan pasti bagaimana watak anggota keluarganya. Ayah yang cukup cuek, Ibu yang terlalu banyak mengeluh, bibi yang terlalu banyak ikut campur, Om yang terlalu menuntut. Semua itu membuatnya stress saat tinggal bersama dengan mereka dulu. Untung saja selepas menikah ia sudah terlepas dari beban-beban itu. Namun kini Lisa lah yang menanggung semuanya. "Nggak ada yang berhak menyalahkanmu, itu prinsip kamu, orang lain nggak bisa memaksa kamu untuk ubah itu."
"Kamu udah minta pendapat Taehyung belum soal ini?"
"Belum Kak,"
"Coba libatkan Taehyung juga, tanya pendapatnya mengenai masalah ini. Kakak akan bantu ngomong sama Ayah Ibu nanti."
***
Lisa meminta Taehyung untuk menjemputnya hari ini untuk berangkat ke rumah sakit, sesuai dengan saran sang kakak, ia ingin mendengar pendapat Taehyung soal hal ini.
"Kamu kenapa?" tanya Taehyung begitu melihat mata Lisa yang membengkak dan hidung yang memerah setelah masuk ke dalam mobil.
"Nanti aja, sekarang ayo kita cari makan," ajak Lisa. Ia memakai sabuk pengamannya dan mulai mencari posisi nyaman. Setelah sedikit menurunkan kursi, Lisa menyenderkan tubuhnya dan memejamkan mata.
"Ada masalah di rumah ya?" tebak Taehyung. Lisa diam, memilih untuk tidak menjawab.
"Aku laper," ucap Lisa saat menyadari Taehyung belum juga menjalankan kendaraan mereka.
"Oke, kita makan di mana?"
"Aku punya rekomendasi resto enak, nanti kalau udah deket aku kasih tau," jawab Lisa.
Taehyung membesarkan volume radio sehingga suasana mobil tak lagi sunyi sepi. Lagu Pejalan terdengar mengiringi perjalanan mereka.
Siapakah kita ini, manusia
Yang dalam diam, riuh, ragu, dan tak mampu
Ada rahasia, tidak rahasia
Ada di sini ada di situ
Diseret-seret waktu
Kita berjalan saja masih,
Terus berjalan
Meskipun kita tak tau
B'rapa jauh, jalan ini nanti
Taehyung menoleh ke arah Lisa. Kini air mata mengalir di pipinya. Taehyung mempunyai firasat bahwa telah terjadi sesuatu yang hebat di keluarga Lisa.
Dan kita tak juga rela tunduk
Pada jarak
Dan kita tak juga rela tunduk
Pada jarak
Kita berjalan saja masih,
S'lalu berjalan
Meskipun kita tak kunjung tau ujung jalan in
"Kamu beneran nggak mau cerita sekarang?" Taehyung kembali memastikan.
Dan kita tak juga kan terhenti
S'lalu berjalan
Dan kita tak juga kan terhenti
S'lalu berjalan
Bertahankah kita ini, manusia
Yang dalam riang, ringkih, rumit, dan terhimpit
Ada bahagia, tidak bahagia
Ada di sini ada di sana
Ditikam-tikam rasa
Lisa menyerah, tangisnya pecah dan isakkannya semakin menguat. Taehyung akhirnya menepikan mobilnya di pinggir jalan. Melepaskan sabuk pengaman Lisa dan membawa Lisa ke dalam pelukannya. "Ada apa? Sini cerita,"
Bibir Lisa mulai menuturkan kejadiaan yang terjadi di keluarga, harapan dan keinginan mereka hingga keputusan yang Lisa ambil.
"Tapi keluargamu nggak sepenuhnya salah loh," Taehyung mengeluarkan pendapatnya. "Nggak ada salahnya mengurangi hukuman si Sehun Sehun itu demi keuntungan yang lebih besar untuk keluargamu kelak."
"Toh dengan berkurangnya masa hukuman Sehun ini, nggak ada yang dirugikan juga kan?"
"Tapi kan hukuman itu bentuk dari pertanggungjawaban dia atas kesalahannya sebelumnya Yang." Lisa tetap pada pendiriannya.
"Apa ada korban jiwa dari kecelakaan saat itu?" tanya Taehyung. Lisa menjawab dengan gelengan. "Nah, kan, nggak ada korban jiwa juga. Kalau emang niat kamu mau bikin dia kapok, toh dia udah jalanin separuh masa hukumannya. "
"Bener kata Om Dimas, kesempatan kayak gini nggak akan datang ke hidup kalian dua kali. Tender ini juga bisa jadi pintu pembuka untuk tender-tender lainnya loh Lis."
"Jadi menurutmu aku harus membujuk dokter Eko untuk mengurangi masa hukuman Sehun?"
"Ya, kalau itu menurutku. Tapi ya terserah kamu sih."
Ekspresi Lisa terlihat kecewa, dan Taehyung menyadari itu. Namun ia hanya mencoba realistis. Profit yang didapatkan dari tender tersebut pastinya sangat besar dan akan mensejahterakan keluarga besar mereka kelak. "Kita makan sekarang yuk?" ajak Taehyung untuk mencairkan suasana.
Lisa mengangguk mengiyakan. "Resto mana yang kamu maksud?"
"Di Jalan Beringin, depan Alfamidi yang paling besar di sini. Aku pernah makan di sana, menu-menunya enak." Restoran yang Lisa maksud adalah restoran tempat ia dan Sehun makan waktu itu. Setelah mencoba beberapa menu di sana yang sesuai dengan lidah Lisa, ia ingin mencoba menu-menu lainnya.
"Oh, yang itu. Cari tempat lain aja yuk? Aku tau tempat yang lebih enak."
"Jauh nggak? Jangan lupa aku masih harus kerja."
Taehyung meraih tangan Lisa dan mengecupnya. "Enggak lupa lagi dong," ujar Taehyung sambil mengedipkan sebelah mata, membuat Lisa tertawa.
Setelah memakaikan kembali sabuk pengaman Lisa, mereka pun segera menuju ke restoran yang Taehyung maksud.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro