Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Medical Robin Hood - 15

Pasien datang silih berganti, Sehun terus menerus merutuk dalam hati. Ia memang bekata akan mempertaruhkan jam tidurnya asal jangan ada kasus kegawatdaruratan, namun Sehun sama sekali tidak menyangka jika pasien yang datang akan sebanyak ini. Tuhan ternyata benar-benar mendengar doanya.

"Bapak Dimas? Silakan duduk." Sehun mencoba tersenyum dengan ramah meski rasa lelah menggelayuti dirinya. "Ada keluhan apa Pak?"

"Ini pasti Oh Sehun ya?" Bukannya mendapat jawaban dari sang pasien, Sehun justru ditimpali oleh gadis di samping

"Iya, benar. Tahu dari mana?"

"Name tag-nya." Gadis itu menunjuk tanda pengenal yang tergantung pada jas putihnya sambil terkikik geli.

Sehun merasa bodoh sekarang. "Ah, begitu."

"Rose, kamu jangan iseng gitu," tegur pria yang lebih tua yang Sehun kenal sebagai pasiennya malam ini. "Maafin anak saya dok,"

"Bukan-bukan dok, saya ini sepupunya Kak Lisa."

Alis Sehun berkerut. Banyak nama Lisa yang hadir dalam hidupnya, tapi yang menghantui pikirannya akhir-akhir ini hanya satu. "Lisa? Prapinya?"

"Iyap! ini buktinya," ujar Rose sambil menunjukkan kartu pengenal Lisa di rumah sakit. "Ayah saya yang berobat malam ini Om-nya Kak Lisa, tolong dibantu ya dokter."

"Ah, jadi kamu sepupunya Lisa?" tanya Sehun memastikan.

Rose mengangguk dengan semangat. "Dokter ternyata nggak senyebelin yang diceritain ya,"

"Hush! Rose!" sang ayah kembali menegur.

"Memang Lisa cerita apa saja sama kamu?" Sehun kini menjadi begitu penasaran, ternyata Lisa sering menceritakan tentang dirinya kepada sepupunya ini.

"Banyak, intinya dokter tukang bikin ulah, Kak Lisa jadi bete," ungkap Rose jujur.

Sehun tertawa. Melihat Rose mengingatkannya pada Lisa. Mereka sama-sama manis dengan caranya sendiri. "Nanti kita ngobrol lagi ya, sekarang saya periksa ayahmu dulu."

Sehun memeriksa Dimas di ranjang pemeriksaan yang sedikit jauh dari Rose dan terhalang horden. Ia melakukan pemeriksaan secara seksama, mengecek tanda vital serta bagian anggota tubuh terkait keluhan yang dirasakan.

"Dokter Oh Sehun? Anda pewaris pemilik Royal Raffles?" Dimas membuka percakapan setelah tubuhnya selesai diperiksa.

"Iya, benar."

"Saya dengar Anda sedang mengadakan tender untuk furniture rumah sakit yang baru dibangun?"

"Iya, benar sekali."

"Perkenalkan, saya Omnya Lisa. Kebetulan keluarga kami mempunyai bisnis furniture di kota ini." Dimas mengulurkan tangan yang disambut oleh Sehun. "Maaf kalau saya mulai membicarakan soal bisnis di sini, menurut saya ini kesempatan langka, saya rasa sangat sulit untuk dapat kesempatan bicara dengan dokter selain saat ini. Jika dokter berminat, dokter mungkin bisa ikut melihat-lihat produk hasil produksi kami besok, dan membicarakan hal ini lebih jauh. Kami punya showroom furniture di rumah."

"Baiklah, akan saya pikirkan soal ini."

***

Keesokan harinya Sehun memenuhi panggilan Dimas untuk datang ke showroom furniture milik keluarga Lisa. Selain karena ia mengingat perintah ayahnya, Sehun juga penasaran dengan bisnis keluarga Lisa.

Kehadiran Sehun di rumahnya membuat Lisa dan Bibi Jingga sangat terkejut, anggota keluarga Lisa bertanya-tanya mengapa pewaris Royal Raffles ada di rumah mereka pagi hari seperti ini.

"Dia mau jenguk kamu Lis?" tanya Bibi Jingga bingung.

Lisa menggeleng spontan. "Nggak mungkin Bi, nggak mungkin."

"Kayaknya dia bukan mau ketemu Lisa, tapi Dimas," sahut nenek yang melihat Om Dimas kini sedang menyambut Sehun dengan hangat bersama ayah Lisa di halaman depan.

"Apa ini ada kaitannya sama tender tender itu?" Alis Ibu Lisa berkerut heran.

Bibi Jingga mengangkat bahu, ia tidak tahu apa pun karena sang suami tak membahas tentang hal ini dengannya. "Mungkin, tapi Dimas nggak bilang apa-apa sama aku."

"Nggak semua hal harus Dimas laporin ke kamu kan Jingga?" ucap Nenek yang menohok hati.

"Biarin aja, mungkin urusan pekerjaan," ujar Ibu Lisa.

Lisa mencium sesuatu yang mencurigakan di sini. Tidak mungkin Oh Sehun datang ke rumahnya tanpa sebab. Otaknya berpikir keras tentang kemungkinan-kemungkinan yang bisa saja terjadi. "Kemarin Om Dimas ke rumah sakit sama siapa? Rosa atau Rose?"

"Rose," jawab Bibi Jingga lugas.

"Kita harus tanya Rose kalau begitu," ucap nenek.

Pandangan Lisa sepenuhnya tertuju pada Sehun. Sesekali mata keduanya bertemu satu sama lain. Meski dari kejauhan, Sehun tetap dapat merasakan tatapan tidak bersahabat dari Lisa yang menatapnya dari balkon bersama anggota keluarga yang lain.

Sehun diajak mengitari showroom oleh Om Dimas dan Ayah Lisa. Mereka menjelaskan kualitas produk secara detil dan juga menego harga, Sehun mengecek kualitas furniture-furniture itu dengan tangan dan juga matanya sendiri. Secara keseluruhan ia menyukainya, namun ia harus memastikan hal tersebut kepada ayahnya juga.

"Bagaimana dokter Sehun?" tanya Om Dimas.

"Rumah sakit kami bisa mengundang kalian untuk mengikuti tender pengadaan furniture di tempat kami." Senyuman cerah langsung terkembang di wajah Ayah Lisa dan Om Dimas, perkataan Sehun barusan layaknya angin segar untuk mereka. "Kalian bisa menyiapkan proposalnya dulu, untuk keputusan akhirnya tentu tak hanya di tangan saya."

Lisa yang dipaksa sang ibu untuk mengantarkan minuman hadir di tengah-tengah mereka, menyajikan segelas teh manis hangat yang kemudian ia taruh di meja. Kupingnya bisa menangkap semua pembicaraan di sana, namun ia pura-pura tak menyimaknya.

Melihat Lisa hadir, sebuah ide muncul di otak Sehun. "Tapi tenang, saya tetap penentu terbesar dalam pengambilan keputusan ini. Saya bisa dengan mudah membuat dan menjamin kalian keluar sebagai pemenang tender ini,"

Ayah Lisa dan Om Dimas mengembuskan napas penuh kelegaan, namun itu hanya sesaat.

"Asal...," ucap Sehun menggantung.

"Asal?" tanya Ayah Lisa.

Lisa sontak mengalihkan pandangannya ke arah Sehun. Entah mengapa firasatnya berubah menjadi tidak enak. Terlebih saat melihat senyum separuh Sehun yang memandang ke arahnya ditambah tatapan penuh makna.

"Asal anak bapak bersedia bicara pada atasannya untuk mengurangi masa pengabdian saya di rumah sakitnya."

Lisa mengepalkan tangan dengan kesal. Sementara Om Dimas dan Ayah Lisa terdiam tak dapat berkomentar. Keduanya memandangi Sehun dan Lisa yang saling bertatapan dengan aura penuh permusuhan. "Tender ini tidak ada kaitannya dengan hukuman yang Anda jalani, Tuan." Lisa menegaskan.

Sehun mengangguk. "Baiklah kalau begitu, tidak ada jaminan untuk tender ini. Semua tergantung pada proposal yang dikirimkan," sahutnya santai. Berbanding terbalik dengan ekspresi Om Dimas dan Ayah Lisa yang menegang.

Gigi Lisa bergemeletuk, menahan kekesalan. Ingin rasanya ia melempar Sehun dengan sebuah kursi kayu yang terletak tak jauh dari tempatnya berdiri agar otaknya dapat bekerja lebih baik. Namun Lisa masih waras untuk tidak berurusan dengan pihak berwajib, terlebih dengan orang seperti Sehun yang bisa membalikkan dunia dengan uang dan juga sebait kalimat titahnya.

"Oh Sehun!" Lisa mengerang kesal dengan nada cukup tinggi. Orang yang Lisa tuju hanya memasang ekspresi santai, sedangkan sang ayah dan Om Dimas mulai panik.

"Lisa," tegur sang Ayah pelan.

Om Dimas meraih tangan Lisa dan manariknya hingga ke lantai dua. Seluruh anggota keluarga yang penasaran dengan apa yang terjadi berkumpul di ruang keluarga. "Ada apa?" tanya Ibu Lisa. Namun Om Dimas tidak menggubrisnya.

Lisa langsung didudukkan oleh Om Dimas di sofa. "Lisa, jangan bertindak bodoh, kamu tahu berapa nominal keseluruhan keuntungan dari tender ini jika kita menang?!"

Sungguh Lisa tidak peduli dengan nominal fantastis yang disebutkan Om-nya. Yang ia tahu Oh Sehun baru saja mengancam dan menginjak harga diri Lisa di depan keluarganya.

Lisa muak melihat bagaimana Om Dimas kini menceritakan situasinya kepada keluarganya, sekarang semua orang menatapnya dengan pandangan yang menyudutkan.

"Lisa...," Nenek mencoba menenangkan. Ia duduk di samping Lisa dan mengelus punggungnya pelan. "Kalau memang ini kesempatan besar yang bagus untuk keluarga kita, kenapa kamu nggak turuti saja kemauan orang itu?"

Air mata Lisa mengggenang, sekarang sang nenek yang biasanya menjadi satu-satunya sosok yang ia andalkan tidak berpihak padanya pula. Lisa memilih untuk meninggalkan anggota keluarganya dan mengunci dirinya di dalam kamar.

Lisa merasa sangat miris, uang dan kekuasaan seorang Oh Sehun benar-benar bisa menguasi segalanya, termasuk keluarganya.

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro