Medical Robin Hood - 14
Suasana di antara Sehun dan Lisa berubah menjadi semakin dingin. Keduanya menghindari satu sama lain. Sehun selalu menghindari ruangan yang ada Lisa di dalamnya, mereka bekerja secara terpisah dan menggunakan para perawat untuk berkomunikasi satu sama lain. Perubahan ini tentunya dirasakan secara nyata oleh sebagian besar pekerja di rumah sakit.
Sehun tidak pernah lagi menyentuh pasien milik Lisa, yang ia kerjakan hanya datang ke rumah sakit, menangani pasien yang telah dibagi oleh Lisa dan tentunya tidur. Pun Lisa tidak pernah mengusik Sehun lagi, membiarkan ia berbuat sesuka hati.
Lisa sedang berjalan di lorong rumah sakit saat mendengar keriuhan dari ruang perawatan kelas dua. Di dalam ruangan terdengar gelak tawa dan juga suasana yang begitu riang. Lisa yang penasaran mulai mendekati pintu, niat Lisa untuk membuka pintu ia urungkan begitu mendengar suara Sehun dari dalam. Lisa memilih mencuri dengar pembicaraan di dalam sana dari depan pintu.
"Makasih dokter ganteng!" Suara anak kecil terdengar serempak.
"Emang dokter ganteng?"
"Ganteng banget,"
"Kalau gitu cium pipi dokter dulu dong sini,"
"Eh, jangan rebutan, satu-satu sini peluk dokternya."
"Besok kalian mau dokter beliin apa?"
"Lina mau es krim besok!"
"Kamal mau burger!"
"Lina kan nggak boleh makan es krim Sayang tenggorokkan kamu masih sakit, dokter beliin susu aja ya? Sama kok kayak es krim rasanya, Cuma cair aja."
"Yah, yaudah deh gapapa."
"Dokter Lisa?" Sebuah suara mengangetkan Lisa hingga ia berjengit di tempat.
"Rista? Ada apa?" tanya Lisa gugup karena ketahuan menguping.
"Dokter ngapain di sini?" Rista kebingungan, ia kemudian mengintip dari jendela untuk mengetahui apa yang sedang Lisa dengarkan.
"Sssshhh... kamu ngapain?" Lisa meraih lengan Rista dan menariknya untuk menjauh dari ruangan tersebut.
"Saya baru selesai ambil hasil darah pasien di lab dok."
"Pasien yang di IGD itu?"
"Iya, yang anak lima tahun dengan suspek thypoid fever."
"Lalu hasil pemeriksaan widalnya?"
"Ini dok," ujar Rista sambil memberikan hasil penunjang pasien di tangannya. Lisa membaca dengan seksama hasil pemeriksaan laboratorium darah pasien tersebut, angka-angka yang tidak dalam batas normal dicetak dengan tebal.
"Kalau begitu kita siapkan ruang perawatannya."
Rista mengangguk. "Oh iya dok, kalau boleh tau kenapa dokter Lisa tadi nguping di luar? Kenapa nggak ikut masuk aja?"
"Saya cuma memastikan aja, soalnya tadi ada ribut-ribut di dalam. Kalau memang pasien nggak kenapa-napa ya saya nggak perlu masuk juga."
"Dokter Sehun memang sering belikan makanan mewah untuk pasien, terutama pasien anak. Kemarin dia beli pizza, sekarang bento ala jepang, besok entah apa."
"Ada keluhan dari keluarga pasien soal ini?"
"Keluarga pasien justru seneng banget dok sama traktiran dokter Sehun, cuma instalasi gizi yang suka ngeluh, makanan yang mereka berikan di jam malam kadang nggak tersentuh sampai pagi. Kadang malah keluarga pasien yang memakan makanan dari rumah sakit, pasiennya makan makanan yang dibelikan dokter Sehun."
"Sejak kapan dia melakukan itu? Untuk apa?"
"Sudah berjalan seminggu ini dok. Dokter Sehun bilang kalau pasien tidak hanya perlu diberikan gizi yang baik saja, tapi juga harus diberikan kebahagiaan jadi proses pemulihan mereka akan jauh lebih cepat, lebih cepat juga mereka pulang ke rumah, lebih cepat juga waktu dia untuk istirahat."
Lisa sama sekali tidak menyalahkan metode yang Sehun gunakan, namun ia hanya heran mengapa Sehun repot-repot melakukan hal itu. Kemarin saja ia ingin masa pengabdiannya dipotong, dan karena tidak mau terganggu dengan rengekan pasien ia malah memberikan obat tidur.
"Oh iya dok, nggak Cuma beliin makanan buat pasien aja loh, kami juga kadang ditraktir kalau dokter Sehun beli camilan malam. Dia juga sering ngajak ngobrol pasien anak sambil bacain cerita dongeng dari hapenya." Rista bercerita dengan antusias, matanya berbinar saat ia mengungkapkan betapa baiknya Sehun. "Beda banget dari awal masuk sini dulu dok, ternyata dia baik banget."
Lisa memilih untuk tidak berkomentar dan mendengarkan cerita Rista lebih jauh.
"Sekarang dokter Sehun dapat julukan baru, dokter idola rumah sakit ini."
"Siapa yang kasih julukan?"
"Pasien, kami para perawat, dan dokter jaga siang. Setiap mereka muter bangsal, dokter Sehun terus yang dicari." Rista tertawa salah tingkah. "Ah, jadi kangen dokter Taehyung. Dulu sebelum dokter Sehun, dokter Taehyung yang sadang gelar itu. Setelah dokter Taehyung resign nggak ada lagi dokter idola di sini sampai dokter Sehun dateng."
***
Lisa merasa tidak enak badan hari ini, tubuhnya lelah dan sulit diajak berkompromi, namun ia tidak sampai hati untuk menyuruh Sehun bertanggung jawab atas IGD malam ini. Bukan karena ia tidak memercayai kemampuan Sehun, Lisa hanya takut ada masalah lebih besar yang datang karena membiarkan Sehun memegang semua kendali di IGD hari ini.
Lisa sudah berkonsultasi dengan dokter Eko mengenai hal ini, dan beliau merekomendasikan Lisa untuk melimpahkan tugasnya kepada Sehun. Namun tetap saja ia bimbang.
Sudah setengah jam Lisa memandangi ponselnya, seharusnya ia menelepon Sehun dan membicarakan apa yang dokte Eko utarakan. Namun gengsinya terlalu tinggi untuk meminta bantuan seorang Sehun.
Suara pintu diketuk, kemudian Rose masuk ke dalam kamar Lisa. "Kak, Ayahku belum mendingan dari kemarin, apa dibawa ke rumah sakit aja ya? Kakak nanti malam kerja kan?"
Lisa yang berbaring mencoba mendudukkan diri, kepalanya terasa berputar hebat hingga ia memilih untuk berbaring kembali. Kondisinya benar-benar tidak memungkinkan, yang ada Lisa akan berakhir di ranjang pemeriksaan dan diobati oleh Sehun jika ia masih nekat bekerja. Itu akan jauh lebih memalukan dibandingkan meminta tolong Sehun untuk mengerjakan tugasnya malam ini.
"Kakak nggak enak badan, nggak kerja dulu malam ini. Kalau kamu mau antar ayahmu berobat, bawa kartu pengenal kakak. Nanti bilang ke perawat jaganya kalau kamu keluarga kakak. Biar bebas biaya."
***
Sehun mendapat panggilan dari dokter Eko, beliau menjelaskan bahwa Lisa sedang tidak enak badan dan melimpahkan tanggung jawab IGD kepadanya malam ini, dan kemungkinan Lisa akan menghubunginya nanti untuk menjelaskan lebih detail.
Sudah satu jam Sehun menunggu panggilan dari Lisa, namun belum ada juga. Bahkan tidak ada satu notifikasi pesan pun yang ia dapatkan.
"Kok gue jadi nungguin gini sih?" Sehun merasa kesal dengan dirinya sendiri. Kemudian ia melempar ponselnya kasur.
"Dia pasti gengsi deh nelepon gue, makanya gini!"
Sehun menggaruk rambutnya kasar. "Aaa! Kok gue jadi gini sih?"
Ponsel Sehun berbunyi, membuatnya segera mengambil dan menerima panggilan tersebut.
"Halo?" Sehun membuat suaranya semaskulin mungkin.
"Sehun? Kamu kenapa?" Suara Siwon terdengar di seberang telepon.
Sehun melihat nama pemanggil yang tak sempat ia cek sebelumnya, ternyata sang ayah lah yang meneleponnya, hal itu membuat Sehun menepuk jidat. "Gapapa. Kenapa Yah?"
"Proyek rumah sakit cabang baru di kota sebelah, ada kendala di bagian furniture."
"Kendala apa?"
"Furniture yang ditawarkan oleh kenalan Om Yunho terlalu fancy, kita harus cari lebih affordable karena target kita di kota itu bukan kalangan atas, tapi masyarakat kelas menengah."
"Tapi kata Papa itu temen Om Yunho yang mau nggak mau harus kita pakai jasanya."
"Akan tetap dipakai, dengen tender yang lebih kecil hanya untuk pengadaan di ruang VIP, dan juga beberapa ruangan yang membutuhkan kesan mewah. Sisanya kita sebaiknya mencari produk standar untuk mengurangi budget."
"Jadi Sehun harus cari supplier furniture?"
"First hand lebih baik lagi, harganya mungkin lebih terjangkau. Papa akan hubungi kenalan Om Yunho, tapi kalau kamu bisa nemu yang lebih murah why not?"
"Oke, I'll try to find them."
Di tengah panggilan ponsel Sehun berbunyi, tanda ada panggilan masuk yang sedang menunggu, saat mendapatkan notifikasi itu panggilan dari Lisa, Sehun langsung mematikan sambungan telepon sang ayah.
"Halo?" sapa Sehun.
Tidak ada suara cukup lama sampai Sehun mendengar sebuah dehaman. "Halo, Sehun?" Suara Lisa terdengar sengau, napasnya yang terdengar tidak teratur membuat Sehun yakin bahwa kondisinya memang tidak cukup baik untuk bekerja.
"Ya, kenapa?"
"Malam ini gue nggak masuk, tolong ambil alih IGD ya. Nanti gue kasih detailnya dalam bentuk pesan apa-apa aja yang harus dilakukan."
"Hm, iya." Sehun menjawab dengan singkat.
"Thanks, Hun."
"Iya...."
Setelah sambungan telepon terputus, Sehun menjedotkan kepalanya ke tembok, tidak terlampau keras, hanya untuk meraih kesadarannya saja. "Kenapa gue malah salting gini sih?!"
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro