Medical Robin Hood - 12
Lisa menggelengkan kepalanya untuk mengumpulkan kesadaran, bisa-bisanya ia memikirkan Oh Sehun saat ini. Namun entah mengapa aksi Sehun tadi malam selalu tergiang di benaknya.
"Kakak kenapa?" tanya Rose yang sedang makan siang berdua dengan Lisa di ruang makan.
"Gapapa,"
"Nggak mungkin, orang bengong terus gitu dari tadi, barusan pakai geleng-geleng segala lagi."
"Enggak apa-apa," ulang Lisa meyakinkan.
"Nggak mungkin lah Kak, ayo ada apa?"
"Oh Sehun kayaknya punya kepribadian ganda deh,"
Rose terkejut. "Hah? Kepribadian ganda gimana?"
"Jadi semalem ada dua pasien butuh kamar, sedangkan semua kamar penuh. Cuma ada sisa satu kamar, dan itu kamar VIP yang harganya cukup lumayan, perlu uang muka juga untuk masuk kamar itu. Pasien yang dateng lebih dulu belum mampu kasih uang muka, masih cari pinjaman sana-sini, sedangkan pasien kedua udah bayar uang muka duluan."
"Terus apa hubungannya sama Oh Sehun?"
"Kakak belum selesai cerita!"
Rose mencebik dan merajuk. "Iya... Iya... terus?"
"Oh Sehun akhirnya rujuk kedua pasien itu ke rumah sakit dia, tanpa biaya sepeser pun."
"Bagus dong? Keren dia!" timpal Rose spontan
"Nggak keren juga sih, orang dia lakuin itu biar ruang VIP kosong dan dia jadi bisa tidur di sana."
"Tetep nggak menghilangkan sisi kerennya sih Kak. Intinya dia masih mau bantu orang yang kesulitan."
"Kok malah kamu jadi muji dia gitu sih?"
"Rose jadi pengin ketemu langsung dan kenal lebih jauh deh sama Oh Sehun ini, kayaknya dia nggak seburuk itu, pas lihat fotonya di berita juga kayaknya ganteng."
"Nggak buruk gimana?" Lisa berdecih.
"Ada apa ini? Kok kalian berdua ribut-ribut?" tanya Bibi Jingga yang baru saja turun ke ruang makan.
Lisa memberikan gestur menyeleting bibir yang langsung dipahami oleh Rose, Rose tahu dengan pasti bagaimana reaksi heboh ibunya jika menyangkut interaksi antara Oh Sehun dan sang kakak sepupu. Sebisa mungkin ia akan menghindari percakapan ini.
"Lisa, Taehyung kemarin telepon bibi," ucapan Bibi Jingga membuat Lisa terpaku. Lisa terdiam menantikan kelanjutan kalimatnya. "Dia nanyain soal shift malam kamu."
"Lisa udah cerita ke Taehyung kok Bi soal itu."
"Tapi kok Taehyung masih nanya ke Bibi ya? Apa mungkin dia keberatan soal itu tapi nggak enak ngomong sama kamu?"
"Ibu jangan bikin kesimpulan sendiri gitu," tegur Rose pada sang ibu.
"Ya Ibu nggak bikin kesimpulan sendiri, cuma ya ada baiknya kakak sepupumu itu tanya sama calon suaminya tentang shift malamnya, apa dia setuju atau enggak."
Lisa terdiam, ia tidak ingin membahas hal ini bersama sang bibi. Jika Taehyung merasa keberatan dengan jadwal kerjanya seharusnya Taehyung bilang langsung padanya, tak usah melibatkan Bibi Jingga. Dan ini sudah minggu ketiga Lisa menjalani shift malamnya, mengapa Taehyung lupa dan baru membahasnya sekarang?
"Nanti Lisa hubungi Taehyung."
Nenek Lisa bergabung ke ruang makan, ia sempat mencuri dengar percakapan Lisa dan juga Jingga saat menuruni tangga. Kemudian ia berkata, "Yang punya hubungan kan Lisa sama Taehyung, kok jadi kamu yang repot Jingga? Bilang lah ke Taehyung, kalau ada apa-apa ya selesaikan sendiri dengan Lisa, jangan melalui kamu."
Bibir Bibi Jingga terkatup rapat. Ia tidak membalas perkataan Nenek. Ia kembali sibuk mempersiapkan makanan untuk Om Dimas.
"Lisa udah selesai, duluan ya," pamit Lisa, ia kemudian pergi menuju kamar. Tanpa Lisa sadari Nenek mengikutinya hingga kamar.
"Nenek? Ada apa?" tanya Lisa kebingungan menemukan sang nenek berada di depan kamar saat ia akan menutup pintunya.
Nenek masuk ke dalam kamar, lalu menutupnya kemudian meraih kedua tangan Lisa untuk digenggam. "Lis, jangan lah kamu diam aja kalau ditegur Jingga, kamu juga berhak ngomong. Lagipula yang menjalani hubungan kan kamu sama Taehyung, buat apa dia ikut campur?"
Lisa tersenyum teduh, memahami bahwa sang nenek mengkhawatirkan hubungannya. "Nenek tau Bibi Jingga orangnya nggak suka dibantah kan? Lisa Cuma menghindari konflik yang nggak diperlukan aja."
"Nenek nggak suka juga sama Taehyung. Kenapa sih setiap ada apa-apa dia ngomongnya ke Jingga? Jelas-jelas yang jalani hubungan kalian berdua. Jingga memang bibinya dan bibimu juga, tapi nggak pantas untuk membicarakan mengenai hubungan kalian ke dia."
"Mungkin Taehyung cuma niat cerita aja Nek, nggak lebih."
"Kamu selalu bela Taehyung terus toh Lis, padahal jelas-jelas dia salah. Kamu harus bahas hal ini sama dia sebelum kalian menikah, nanti dia jadi kebiasaan, masa kisah rumah tangga mu mau diumbar-umbar ke Jingga?"
"Nanti Lisa akan ngomong sama Taehyung ya Nek."
Lisa termenung, perkataan nenek ada benarnya, jika ia terus membiarkan hal ini berlanjut bahkan hingga mereka menikah kelak, tentunya ini bukan hal yang baik bagi rumah tangganya dengan Taehyung.
***
"Dokter tolong anak saya!" Sebuah teriakan terdengar.
Suara gaduh di luar membuat Lisa terkejut, pintu IGD dibuka dengan cara yang sedikit kasar oleh Oh Sehun. Di gendongannya ada seorang anak laki-laki yang tidak sadarkan diri.
"Kita butuh resusitasi," ujar Sehun.
Lisa dengan sigap bergerak dari tempatnya, menghampiri Sehun yang sedang membaringkan pasien di ranjang tindakan. Melihat pakaian yang digunakan dan tas yang tersampir apik di bahunya sepertinya Sehun sudah akan pulang.
Lisa melihat jam dinding, sudah pukul tujuh lewat lima, shiftnya seharusnya sudah berakhir. tetapi dokter penanggung jawab shift pagi belum juga datang, dan tangannya tetap terus bekerja.
Dengan cekatan Lisa nembuka jalan napas pasien, Ia meletakan tangan pada dahi pasien kemudian secara perlahan metengadahkan kepalanya, Lisa kemudian membuka dagu pasien untuk memastikan jalan napas terbuka. Lisa melihat gerakan dada dan perut pasien, kemudian mendengar suara nafas pada hidung dan mulut pasien untuk memastikan pasien masih bernapas.
"Normal?" tanya Sehun yang dijawab gelengan oleh Lisa.
Oh Sehun kemudian menyiapkan Ambu Bag atau kantong masker berkatup dan meletakkannya di mulut dan hidung pasien, kemudian mereka memberikan bantuan nafas.
Setelah mendapat bantuan napas, pasien perlahan kembali bernapas normal dan membuka mata, membuat Lisa dan Sehun merasa lega dan bersyukur. Dalam setiap proses penyelamatan nyawa, saat melihat pasien bisa terselamatkan adalah momen terbaik yang pernah Lisa rasakan.
Tangis histeris sekaligus haru terdengar ke segala penjuru. Ibu sang anak bersimpuh lemas di dekat ranjang tempat Lisa dan Sehun melakukan penyelamatan. Di sebelahnya ada seorang perempuan tua yang mendampingi, mengelus pundak ibu pasien dengan isak tangis yang sama. Bibir keduanya tak henti mengeluarkan rasa syukur.
"What a nice morning!" komentar Sehun.
"Rista, Lucas, tolong tangani pasien ini!" titah Lisa sembari memasangkan selang oksigen pada pasien.
Lucas dan Rista dengan tanggap datang dan mulai mempersiapkan infus dan juga melakukan anamnesis mengenai riwayat penyakit dan juga keluhan yang dirasakan oleh pasien sebelum hilang kesadaran dan masuk rumah sakit kepada ibunya.
"Pastikan suhunya stabil ya." Lisa memberi amanat.
Ponsel Lisa terus bergetar, tanda ada panggilan masuk sejak tadi. Namun Lisa memilih mengabaikannya, ia kembali mengecek keadaan pasien dan memberi beberapa perintah kepada Lucas dan Rista untuk menangani pasien tersebut.
Pintu IGD kembali terbuka, kini dokter Wendy sudah datang dengan napas terengah. "Sori banget Lis, pengasuh anak gue nggak masuk hari ini dan nggak ngabarin sebelumnya, gue harus antar anak ke rumah ortu dulu."
Lisa mengangguk, melebarkan senyumannya. "Take your time, Wen. Gue akan stand by sampai lo siap."
"Thanks!" Dokter Wendy mengangguk dan berjalan menuju ruang ganti dengan langkah terburu.
"Bukannya lo bilang mau pulang cepet pagi ini?" tanya Sehun bingung. Semalam Lisa berbicara pada beberapa perawat bahwa ia akan pulang lebih awal, paling tidak tepat waktu. Namun kini Lisa masih berdiri di sini, mengecek kondisi pasien yang baru saja datang secara seksama.
"Persoalan Wendy lebih penting."
"Terus ketemuan sama calon suami lo nggak lebih penting gitu?" Sehun keheranan.
Sontak secara reflek Lisa menoleh ke arah Sehun, batinnya bertanya-tanya dari mana Sehun mengetahui bahwa ia akan bertemu dengan Taehyung pagi ini. Taehyung memang berencana menjemputnya di rumah sakit, sebagai penebus kesalahannya di hari anniversary mereka. Namun ia tidak pernah mengumbar tentang hal itu. "Tau dari mana lo?"
"Calon suami lo nanya-nanya ke perawat shift malem yang mau pulang pas gue masuk mobil, eh pasien ini keburu dateng. Bukannya nolongin lihat ibu-ibu kesusahan gendong anak yang udah gede gini, dia malah diem aja!" keluh Sehun.
"Dia dokter gigi."
"And then? Nggak perlu menjadi seorang spesialis anak atau dokter umum untuk menolong orang kan?" Sehun mencibir.
"Dia pernah kerja di sini, dan memang biasanya tugas sekuriti untuk membantu pasien yang kesulitan bergerak ke dalam IGD." Lisa tetap membela.
"Tadi sekuriti ngurusin mobil yang mau keluar, jadi dia di jalan raya dan nggak lihat pasiennya."
"Intinya itu bukan kesalahan calon suami gue."
"Memang bukan, tapi calon suami lo useless."
Lisa berdecak, ia sudah menjalani delapan jam shift malam penuh tanpa istirahat karena pasien cukup ramai semalam, ditambah keterlambatan Wendy yang membuat shift-nya menjadi lebih panjang, tak ada ruang kesabaran yang tersisa di hatinya untuk mendengar omong kosong Oh Sehun.
"Jaga mulut lo ya!" ancam Lisa dengan nada rendah, giginya bergemeletuk karena bergesekan satu sama lain untuk menghalau emosi yang mulai tidak terbendung.
Ponsel Lisa masih terus bergetar, kali ini dengan frekuensi yang lebih sering. Taehyung masih terus menghubunginya.
"I'm coming. Lo bisa pulang sekarang Lis."
Wendy hadir di tengah mereka, tanpa banyak kata Lisa hanya menganggukkan kepalanya dan segera keluar ruang IGD untuk menemui Taehyung.
Taehyung terlihat gelisah, saat melihat Lisa ia menghembuskan napas lega. "Kenapa kamu nggak angkat teleponku?" tuturnya begitu Lisa sampai di hadapannya.
"Ada pasien yang harus diresusitasi tadi, dan Wendy telat dateng." Lisa menjelaskan.
"Nggak bisa angkat teleponku dulu emang? Seenggaknya jelasin. Kita bisa janjian lain kali."
"Kamu kan udah sampai sini," ujar Lisa mencoba menyelesaikan percakapan ini.
"Iya, tapi aku kan harus kerja, jadi mungkin kita nggak bisa makan bareng sekarang, aku cuma bisa anterin kamu pulang aja."
Sejujurnya Lisa mengharapkan senyuman lebar dan sebuah pelukan hangat, pertanyaan tentang bagaimana keadaan pasiennya, apakah selamat? serta sebait kalimat pujian setelah melalui serangkaian hari yang melelahkan. Namun ia tidak mendapatkannya. Wajah tertekuk Taehyung dan kalimat-kalimat bernada komplain membuat dirinya bersedih.
"Kita langsung pulang? Atau kamu mau ganti baju dulu?" tanya Taehyung.
Lisa pernah mendengar, jika seorang penanya memberikan dua pertanyaan dengan menggunakan kata atau di tengahnya sebagai penghubung, maka keinginan sang penanya cenderung pada pertanyaan pertama. "Kita langsung pulang aja," jawab Lisa. Ia tidak ingin membuat suasana hati Taehyung berubah semakin buruk. Melihat bagaima Taehyung yang selalu melihat ke jam tangannya membuat Lisa semakin tidak enak hati.
Perjalanan pulang terasa sangat lama bagi Lisa, jangankan untuk membahas perihal Taehyung yang selalu melibatkan Bibi Jingga dalam hubungan mereka, bibir Lisa bahkan tak sanggup angkat suara mengenai keresahan hatinya yang terdalam, keinginannya untuk mendapat perlakuan lebih hangat. Taehyung yang dikenalnya dulu kini semakin berubah menjadi lebih dingin.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro