Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Medical Robin Hood -1

Suara gergaji mesin yang beradu dengan kayu mewarnai pagi Lisa yang cerah, sepertinya Om dan ayahnya sudah memulai aktivitas pagi ini, tanda bahwa Lisa juga harus melangkahkan kaki dari tempat tidur dan melompat dari kasurnya untuk membuka jendela. Cahaya mentari menyorot dengan cukup terik, beruntung jendela kamar Lisa menghadap ke arah matahari di saat pagi, hal itu kadang ia gunakan sebagai alarm kedua jika orang rumah belum memulai aktivitasnya.

"Lis, Lisa!" Suara Ibu Lisa terdengar samar di sela keributan mesin gergaji. Membuat Lisa segera bergegas turun ke lantai satu, tempat di mana ibunya berada.

"Iya Bu?" sahut Lisa sembari menuruni tangga, seraya memerhatikan Om Dimas yang masih berkuat dengan gergaji mesinnya dari kaca rumah. Di pojok rumah terdapat sebuah kayu besar yang akan diolah dan ada beberapa yang sudah mulai terbentuk menjadi potongan-potongan kecil.

Lisa sampai hapal bagaimana proses mengubah kayu-kayu besar itu menjadi sebuh furnitur meski tak pernah membuat dengan tangannya sendiri. Belasan tahun melihat hal yang sama membuatnya cukup memahami pembuatan sebuah furnitur.

Menggergaji adalah tahap awal yang dilakukan. Bongkahan kayu besar yang diubah ke dalam bentuk yang lebih kecil dan tipis. Setelah itu kayu-kayu tersebut dikeringkan dan dibagi berdasarkan kualitas lalu dipotong sesuai dengan pola. Kayu kemudian diserut sehingga menghasilkan permukaan yang lebih halus, para pekerja kemudian membuat lubang perakitan, memastikan semua bagian bisa saling bersatu padu dengan baik, berikutnya pengamplasan hingga halus, dan tahap terakhir yang harus dilalui adalah pengecatan atau pemberian vernis.

Bau yang dihasilkan memang sangat menyengat, namun hidung Lisa sama sekali tidak terganggu dengan hal itu. Bau itu adalah bau penyambung hidup bagi Lisa. Jika ia tidak mencium bau itu lagi, maka indera pembaunya mungkin sudah kehilangan fungsi, atau usaha ayahnya sudah mengalami kebangkrutan. Dan keduanya bukan hal yang baik untuk Lisa. Dengan gaji yang sekarang, ia belum tentu bisa memenuhi biaya kuliah sang adik yang mengikuti jejaknya mengambil jurusan kedokteran.

Di lantai satu ia menemukan adik, kedua sepupu kembarnya, bibi, ibu dan juga neneknya sedang berkumpul di ruang makan. Di tengah-tengah mereka ada nasi goreng dan beberapa telur ceplok yang terhidang di meja. Bau masakan yang lebih mendominasi di ruangan ini membuat perut Lisa bergemuruh kencang.

Lisa kini tinggal bersama keluarga besarnya. Dua tahun yang lalu keluarganya memutuskan pindah ke kota di mana Lisa bekerja dan adiknya menempuh pendidikan, karena rumah mereka di desa harus tergusur akibat pembangunan jalan tol besar-besaran yang dilakukan oleh pemerintah.

Rumah warisan milik kakek Lisa pun mendapat kompensasi yang cukup besar dari pemerintah. Dengan bermodalkan uang tersebut dan ditambah dengan hasil penjualan furnitur, juga setelah proses diskusi panjang lebar yang cukup alot akhirnya keluarga mereka memutuskan untuk pindah ke kota ini dan merintis usaha mereka kembali dari nol sebagai pengrajin kayu, kebetulan kayu yang biasa digunakan sebagai bahan baku saat di desa dulu dipasok dari daerah ini. Jadi kenapa tidak sekalian saja sambil menyelam minum air pikir keluarga besarnya.

Rumah yang mereka tempati memang tidak seberapa besar jika dihitung dengan sebagian besar areanya yang dipergunakan untuk usaha keluarga. Halaman depan rumah mereka penuh diisi dengan gelondongan kayu besar sebagai bahan baku utama. Sedangkan lantai satu digunakan untuk bengkel dan showroom, dan juga tempat pembuatan produksi furnitur. Hanya ada dapur dan juga ruang makan di lantai satu, sementara semua kamar tidur berada di lantai dua.

"Kak, Kak Lisa nanti masuk malam?" tanya Rose, salah satu sepupu kembar Lisa.

Lisa mengangguk, mengiyakan pertanyaannya dengan sedikit malas. Bukan karena Lisa malas masuk shift malam, hanya saja pembahasan ini akan menjadi panjang jika dibahas di sekitar ibunya.

"Kenapa sih sekarang kamu harus masuk malam lagi?" Suara Ibu Lisa terdengar penuh kegusaran.

"Dokter penanggung jawab IGD baru aja melahirkan kemarin, Bu. Mau nggak mau Lisa harus gantiin dia buat sementara waktu." Lisa mencoba menjelaskan.

"Nggak ada dokter lain memangnya?"

Lisa menggeleng dengan mantap. "Ibu tahu sendiri sumber daya di sini seperti apa, meski kota kita sebelahan sama Kota besar, rumah sakitku cuma fasilitas kesehatan kecil, nggak banyak tenaga dokter di sana."

Rumah sakit tempat Lisa bekerja hanya rumah sakit kecil di pinggir kota, dengan fasilitas alat dan tenaga kesehatan yang kurang lengkap. Bahkan menurut kabar burung rumah sakit itu akan ditutup karena manajemen rumah sakit mengalami kesulitan keuangan. Gedung yang lusuh menambah daftar kelam alasan sedikit pasien yang mau datang. Dokter yang ada pun mulai mengundurkan diri satu persatu.

"Pokoknya ibu nggak setuju! Kamu ini perempuan, sebisa mungkin jangan keluar malam."

"Nggak mau ngelihat anaknya kerja malam kok sekolahin jadi dokter toh, Bu?" Kini ChenLe adik Lisa ikut bersuara.

Lisa mendelik, menatap ChenLe dengan tatapan tidak usah ikut campur miliknya. Bagaimana pun juga, ibu Lisa hanya khawatir dengan anak perempuan satu-satunya di keluarga mereka, dan Lisa harus meluruskan pandangannya dengan cara yang baik tanpa harus terkesan tidak sopan. Selama berkuliah dan menjalankan masa bakti sebagai dokter, shift malam bukanlah lagi hal yang asing baginya. Namun ibu Lisa tidak pernah mengetahui hal itu karena Lisa menuntut ilmu di kota lain dan menyembunyikan hal ini darinya, namun saat tinggal bersama seperti ini agaknya pola pikir ibu Lisa yang ini agaknya cukup menyulitkan.

Orang bilang yang paling susah diubah itu kebiasaan, sedangkan menurut Lisa sendiri yang paling susah diubah adalah pola pikir. Pola pikir ibu yang terlalu kolot tentang 'perempuan tidak baik keluar malam' tanpa memandang tujuan kegiatan luar tersebut membuat segalanya semakin buruk.

"Anakmu kan kerja, berbakti untuk negara sama pasien-pasiennya, bukan mau keluyuran ngelayap nggak jelas, ya biar aja toh?" Nenek Lisa membela.

"Tapi apa nggak ada dokter lain gitu loh, Bu? Yang laki-laki, jangan perempuan kayak Lisa." Ibu Lisa bersikukuh, terlihat amat khawatir.

Lina menghela napas, mencoba kembali menjelaskan. "Lisa kan udah disumpah Bu, jadi dokter nggak bisa milih-milih pasien, apalagi jam kerja."

"Lagian meskipun Lisa udah lama di kota besar, dan lama pergi dari desa kita tapi tata krama dan jiwa gadis desanya tidak hilang terkikis jaman kok. Biar Lisa juga tambah dewasa dan mandiri. Ya toh?" Nenek Lisa kembali memberi pembelaannya. Membuat Lisa memeluknya dengan erat yang beliau balas tak kalah erat.

Nenek Lisa adalah sosok yang cukup bijak dalam menyikapi setiap permasalahan, beliau juga lah yang berjasa untuk membantu membiayai kuliah Lisa sampai akhir hingga menempuh jenjang spesialis dengan menjual hampir seluruh perhiasan pemberian mendiang kakeknya. Meski Lisa mendapatkan beasiswa, uang saku saat mobilisasi ketika praktik sebagai residen tidaklah murah. Oleh karenanya Lisa lebih sering menyisihkan gaji untuk nenek dibandingkan dengan ibu. Jika uang pemberian Lisa dikelola neneknya, semua anggota keluarga bisa merasakannya, sedangkan jika ibunya yang mengelola belum tentu semua anggota keluarga dapat menikmatinya.

Nenek Lisa memiliki tiga orang anak, yaitu Ayah Lisa, Om Dimas dan mendiang Bibi Irna. Suami Bibi Irna masih bersepupu dengan Bibi Jingga, istri dari Om Dimas dan mereka juga masih bersaudara dengan tunangan Lisa, Taehyung. Menurut silsilah keluarga, Taehyung masih keponakan Bibi Jingga. Pernikahan antar saudara jauh sudah bukan hal yang asing di desa mereka, dan semua orang cenderung mendukung demikian dengan alasan karena sudah mengenal keluarga satu sama lain dengan baik.

Tidak banyak sosok laki-laki yang dekat dengan Lisa, Taehyung adalah salah satunya. Dokter gigi yang baik yang bertemu dengannya di Rumah Sakit tempatnya bekerja. Setelah mengetahui bahwa mereka berasal dari desa yang sama, hubungan keduanya berangsur mendekat. Jadi saat Taehyung mengutarakan niat baiknya untuk serius, Lisa tidak ragu untuk mengiyakan, umur yang tak lagi muda membuat Lisa memilih untuk tidak menaruh banyak kriteria pada calon pasangan hidupnya, jika orang itu baik, maka itu lebih dari cukup. Menghabiskan masa muda dengan belajar untuk meraih beasiswa membuat Lisa tidak sempat melirik laki-laki baik saat pendidikan kampus maupun saat pengabdian. Taehyung adalah lelaki yang tepat yang telah Tuhan takdirkan untuknya.

***

Bekerja di rumah sakit kecil di kota pinggiran mempunyai banyak tantangan tersendiri bagi Lisa, selain alat-alat yang kadang kurang memadai, para tenaga medis harus terfokus pada keluhan yang dirasakan pasien karena pemeriksaan penunjang seperti radiologi dan CT Scan yang belum cukup lengkap, seringnya para dokter akan merujuk ke rumah sakit yang lebih besar untuk menangani pasien-pasien dengan kasus berat tersebut. Di Rumah Sakit ini bahkan hanya ada dua kamar operasi, yang satu dikhususkan untuk persalinan dan yang satu lagi untuk kasus bedah ringan. Ruang perawatan yang ada pun tidak banyak, dan hanya terbagi menjadi tiga kelas dan satu ruang isolasi.

IGD adalah tempat hilir mudik para petugas kesehatan yang bekerja shift malam hari ini. Hari ini ada dua pasien anak-anak yang datang, satu dengan keluhan diare, sementara yang lainnya dengan keluhan kejang demam. Di rumah sakit ini pasien yang mendominasi masuk ke IGD terutama pada saat malam adalah anak-anak, para orang tua rata-rata tidak mengetahui pertolongan pertama untuk penyakit ringan yang diderita anak mereka sehingga membawanya ke Rumah Sakit ini. Itulah salah satu alasan mengapa Lisa lah yang didapuk untuk menggantikan dokter Solar untuk bertanggung jawab penuh di IGD mulai saat ini sampai tiga bulan ke depan setelah cuti melahirkannya habis. Dokter spesialis anak sangat diperlukan di situasi ini.

"Pasiennya sudah tidak ada dok, apa nggak mau istirahat di kamar dokter saja?" tawar Rista, salah seorang perawat.

"Nggak apa Sus, saya di sini aja."

"Baiklah kalau gitu, dok."

Malam menjelang dini hari, sayup-sayup Lisa mendengar salah seorang ibu tengah sedang bersenandung, menenangkan sang anak yang masih menunggu cairan infusnya habis. Senandung yang dinyanyikannya membuat Lisa teringat akan sosok nenek yang selalu bernyanyi sebelum tidur saat kecil dulu.

Saat mulai memejamkan mata untuk menikmati senandung tersebut, Lisa dikejutkan dengan suara tubrukan yang cukup keras yang berasal dari arah luar rumah sakit.

Dengan langkah cepat ia membuka pintu IGD, dan mendapati sebuah mobil menabrak pembatas jalan sekaligus pohon persis di depan rumah sakit. Satpam penjaga pintu depan sedang berlari dan menyelamatkan pengemudi itu. Mobil yang tampak mewah itu terlihat hancur di bagian depannya.

"Dokter Lisa?" tanya seorang bruder yang medapat tugas jaga malam ini. Dari tatapan matanya seolah ia menanyakan apakah ia harus membantu pria malang tersebut atau tidak

"Bawa ke sini, biar saya periksa."

Lisa mengamati sosok yang ditolong oleh satpam dan bruder dengan seksama, mulai dari penolakan saat dibantu keluar dari mobil, gaya jalan yang sempoyongan, mencoba melepaskan diri dengan mendorong tubuh kedua pria yang memapah tubuhnya tanpa tenaga membuat ia yakin bahwa orang itu sedang berada di bawah pengaruh alkohol.

"Suster Rista? Boleh telepon polisi?"

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro