Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

21 | KONDANGAN

Kalo hari ini sempat, mungkin bakal upload 2 bab.

Happy reading pembacaku tersayang....

***

Ullie meremas botol air mineral kosong di tangannya.

Tuh kan, dia bilang juga apa!

Fabian pasti keasikan kerja sampai lupa ada resepsi!

"Aduh, jangan cemberut! Nanti makeupnya berkerut!" Tegur Tania.

"Mas Bian masih nggak bisa dihubungin, kak?" Entah sudah berapa kali Ullie menanyakan hal yang sama.

Tania menggeleng. "Gie juga nggak bisa dihubungin."

"Mas Anton gimana, ma?" Kali ini Ullie memandang Mamanya.

"Nggak bisa. Hpnya mati. Hp Galang nyambung, tapi nggak diangkat."

Kemana mereka semua??

Cuma disuruh nemenin Fabian aja nggak becus!!

Emosi Ullie sudah ada di puncak kepala.

Tante Mariska masuk ke tenda pengantin, menjenguk menantunya. "Kenapa Bian belum datang juga? Dia masih di Zurich?" Wajah mertua Ullie itu kini nampak was-was.

Seorang wanita anggun menyusul masuk ke dalam tenda. Wanita itu mengenakan kebaya dengan motif yang sama dengan Mariska dan Mama Ullie. Rambutnya disanggul tinggi dengan hiasan emas. Kulitnya kuning langsat dan matanya sipit. Ullie agak-agak familiar dengannya, tapi tidak ingat pernah bertemu dimana.

"Asistennya Gie tadi bilang kalau pilot Gie mendadak susah dihubungi. Mereka lagi nyari pilot pengganti."

Semua orang menghela napas lega, membuat wanita itu terheran-heran. "Kok nggak pada cemas? Sekarang Hari Kemerdekaan Swiss. Pasti susah nyari pilot pengganti dadakan."

"Ada mas Galang, kok." Mia yang sedang duduk di kursi kayu bersama saudara kembar Galang tiba-tiba bersuara.

"Galang? Gallagher Elang maksudnya?"

"Loh, kok tante tau?" Ullie kaget.

"Saya mamanya Gie."

Ohhh... pantesan mukanya familiar. Pikir Ullie.

"Terus kenal mas Galang juga?" Ullie lagi-lagi bertanya.

Wanita itu, yang tidak lain dan tidak bukan adalah Helena Tan, alih-alih menjawab, malah balik bertanya. "Galang itu pilot? Bukannya dia jaga bengkel?" Hidung Helena berkerut tak suka saat menyebutkan bengkel.

"Bukan sembarang bengkel kali, tan! Mas Galang itu punya bengkel sport cars terbesar dan terkenal di Surabaya. Dia juga punya lisensi jadi pilot pesawat komersial. Betul nggak, kak?" Mia menyikut lengan cewek di sebelahnya.

Elsa, saudara kembar Galang mengangguk sambil tersenyum. "Jam terbang Galang udah tinggi, kok. Dia masih sering nerbangin helikopter buat penyemprotan kebun di beberapa daerah kalo lagi gabut. Diminta sama pemerintah provinsi. Jadi tante jangan khawatir!"

Tania ikut-ikutan menambahi, "Tania juga pernah beberapa kali minta tolong Galang buat jadi pilot kalo pas lagi kepepet. Pokoknya yang berhubungan sama mesin mobil atau urusan terbang-terbangan, Galang jagonya." Ujarnya sambil terkekeh.

Jika awalnya Helena tak percaya ucapan dua cewek asing yang tadi membicarakan Galang, kini dia jadi memikirkan ucapan Tania.

Helena mengetikkan sesuatu di hpnya. Dia meminta orang suruhan untuk menyelidiki latar belakang Galang.

"Aduh, nakkk! Kamu makan apa itu?!" Tania memekik dan langsung bergegas menghampiri Leon –anak balitanya- yang sedang mencoba memasukkan seekor kodok hidup ke dalam mulut.

***

Deru baling-baling helikopter bermesin tunggal yang dikenal dengan sebutan Hummingbird terdengar sejak sebelum helikopter berjenis Airbus EC 120 Colibri itu terlihat dari kejauhan. Perlahan namun pasti, helikopter itu mendekat ke desa Lauterbrunnen, sebuah desa indah yang dikelilingi bukit, lembah, dan pegunungan Bernese Alps.

Penumpang di dalam helikopter itu dapat melihat dengan jelas untaian air jatuh dari tebing yang mereka lewati.

"Itu air terjun Staubbach. Tingginya tiga ratus meter. Di sini ada puluhan air terjun yang tersebar dari Lauterbrunnen sampai Stechelberg. Semua airnya berasal dari puncak Alpen. Es yang mencair." Gie mendadak jadi tour-guide untuk dua orang cowok yang duduk di belakang. Meski Galang sibuk menavigasikan heli-nya, dia juga dapat mendengar dengan jelas apa yang Gie katakan lewat headset yang sedang ia kenakan.

Gie menunjuk titik-titik tertentu di bawah mereka sambil menjelaskan sekilas. Kini semua cowok itu mengerti kenapa keluarga Hartono memilih lokasi ini sebagai tempat resepsi. Tempatnya indah sekali! Padang hijau di atas lembah bikin adem mata dan hati. Udaranya juga amat bersih dan dingin. Fabian yang baru pertama kali datang kemari ikut terkagum-kagum. Dia membuat catatan dalam hati agar lebih lama tinggal di sini untuk sekalian bulan madu dengan Ullie.

Mereka mendarat di Lauterbrunnen Heliport, sebuah bandara kecil yang dikhususkan bagi helikopter serta pesawat kecil sejenisnya untuk terbang dan mendarat dari tur pegunungan Alpen bersalju.

Fabian dan Anton tidak tahu lokasi resepsinya. Jadi mereka menunggu Gie memimpin jalan. Gie sendiri enggan turun sebelum baling-baling berhenti sempurna demi agar tatanan rambut dan gaunnya tidak terkena angin. Akhirnya keempat orang itu turun dari helikoper setelah Galang benar-benar mematikan mesin.

Udara dingin langsung menyambut mereka begitu pintu heli dibuka. Anton menggigil. Fabian juga. Apalagi Gie yang atasan gaunnya begitu tipis. Galang melepaskan jasnya untuk bisa dikenakan Gie. Cewek itu menggumamkan terima kasih dan spontan memeluk lengan Galang agar cowok itu tidak kedinginan. Dollar berlarian kesana kemari. Sesekali anjing itu bergelut dengan rerumputan yang tumbuh di pinggir jalan. Saat rombongan tuannya jauh, dia ikut menyusul.

"Nikah kok di atas gunung! Kenapa nggak di puncak Semeru aja yang deketan?" Gerutu Anton sambil memeluk diri sendiri.

"Makanya aku milih nikahin Ullie duluan biar nggak ikutan ribet kayak gini." Sahut Fabian dengan gigi bergemeletuk.

Dua saudara ipar itu berjalan di depan. Sedangkan Gie dan Galang berjalan di belakang. Mereka menyusuri aspal yang diapit oleh lembah dan pegunungan yang puncaknya bersalju. Mengabaikan dingin, mereka menikmati perjalanan mereka yang hening tanpa buru-buru. Hanya suara kicau burung yang menjadi latar belakang perjalanan singkat itu.

"Ini yakin telat nggak apa-apa, Bi? Kalo Ullie ngamuk gimana?" Tanya Galang.

"Pasrah aja sih." Jawab Fabian lesu. "Kalo semalam nggak kebanyakan minum Gambrinus, nggak bakal kesiangan." Dia melirik kakak ipar yang berjalan tak jauh di sebelahnya.

Anton terkekeh. "Habisnya aku dengar Gambrinus itu mirip-mirip tuaknya kita. Tapi dari Eropa. Sekali-sekali bolehlah!"

"Sekali-sekali." Cemooh Gie. "Sekali minum langsung habis 36 botol. Berarti masing-masing dari kalian ngabisin 12 botol. Gila!" Lanjut cewek itu dengan nada sebal. Ia melirik Galang yang kelihatan bersalah. Cowok itu melepas pelukan Gie di lengannya. Sebagai ganti, ia memeluk pundak Gie. Cewek itu kini melingkari tubuh Galang dengan kedua tangan, tidak jadi sebal. Sekarang mereka sudah mirip pasangan. Setidaknya sampai mereka bertemu keluarga Gie di resepsi.

"Kakimu sakit, nggak?" Tanya Galang saat memperhatikan sepatu berhak Gie. Berjalan di atas aspal berbukit begini pasti membuat Gie tersiksa.

Gie mengangguk sebagai jawaban.

"Mau digendong?" Tawar Galang.

Gie menggeleng. "Nanti gaunnya Gie kusut. Nggak apa-apa, jalan aja."

Setelah sepuluh menit jalan kaki, akhirnya mereka tiba di sebuah padang rumput yang disulap jadi lokasi pesta kebun. Tenda-tenda putih yang dihias bunga-bunga bertebaran di sekeliling lokasi. Tenda-tenda itu berisi stan makanan lengkap dengan koki di dalamnya. Di tengah, disusun meja-meja bundar dan kursi-kursi kayu. Suasana sudah meriah oleh kehadiran ribuan tamu yang berseliweran di sana.

"Itu tendanya!" Tunjuk Anton pada sebuah tenda tertutup dengan atap datar. Ukurannya yang paling besar di antara semua tenda yang ada di sini.

Mereka bergegas masuk ke tenda itu dan langsung disambut oleh omelan panjang para wanita di sana.

***

Galang membersihkan debu tipis yang mengotori jas putih Fabian. Temannya itu kelihatan gugup.

"Lo kan udah kawin! Kok gugup?" Tanya Galang sambil mengernyit.

"Beda, Lang. Nanti kamu juga tau rasanya kalo udah nikah." Sahut Fabian.

Mereka berdiri di depan para tamu undangan. Tidak ada acara sakral. Hanya simbolis saja. Fabian tampil gagah dengan jas putih, sedangkan dua best mannya mengenakan jas dengan warna serupa. Yang membedakan, jas Galang dan Anton dibuat lebih sederhana dari si pengantin pria.

"Nah, hadirin. Untuk menyambut pengantin wanita kita, silahkan berdiri di tempat masing-masing." Ujar sang pembawa acara.

Sebuah alunan lagu dari orkestra mengalun indah bersamaan dengan munculnya Ullie dan bridesmaidnya. Galang mendengar suara isak kecil penuh haru dari Anton yang berdiri di sebelah. Cowok itu memeluk pundak sahabatnya, memberi support.

Ullie tampil begitu anggun dan cantik dengan gaun kebaya pengantin berwarna putih. Kain batik di bawahnya jatuh dan memanjang dengan indah. Gaun itu adalah hasil karya designer terkenal langganan Tania. Designnya begitu mewah membalut tubuh Ullie. Setiap lekukan nampak sempurna. Rambut brunette Ullie diikat separuh dengan banyak hiasan bunga serta tiara. Penampilan sang pengantin wanita mengundang decak kagum dari para tamu.

Pengantin prianya tak sanggup menahan emosi. Kedua mata Fabian berkaca-kaca. Ia fokus menatap wajah penuh senyum Ullie yang semakin mendekat ke arahnya.

Leon, si balita kecil montok bertugas menebar bunga di depan Ullie. Kelopak berwarna-warni berjatuhan dari telapak tangannya. Sesekali ia menunduk untuk menghindari kelopak yang jatuh agar tidak terinjak.

Dua orang bridesmaid, Gie dan Mia, berjalan di belakang Ullie. Tangan mereka masing-masing membawa sebuah keranjang rotan berisi kelopak bunga mawar beraneka warna. Wajah mereka juga dipenuhi senyum. Tatapan Galang tak lepas dari Gie. Di saat semua orang sedang sibuk memperhatikan sang pengantin wanita, ia tak henti mengagumi Gie.

Sebuah senyum tergambar di wajahnya saat memandang Gie yang tak kalah cantik dari sang pengantin. Gaunnya memang lebih sederhana, tapi di mata Galang, kecantikan Gie berpendar. Ketika tatapan mereka bertemu, senyum Gie makin lebar. Untuk sepersekian detik tatapan mereka terkunci, hanya ada mereka berdua di tempat itu. Sekeliling mereka mengabur.

Sampai...

"Mama, Alfonso nggak napas!" Seru Leon yang langkahnya terhenti tepat di depan Fabian. Bibir bocah itu bergetar saat menoleh ke belakang, mencari-cari Tania. "Mama!" Tangan kecil Leon mengangkat seekor salamander besar dari keranjang rotannya. Ia mulai histeris. "Alfonso, mama!!" Bocah itu membanting keranjang rotan.

Semua tamu kebingungan. Semua orang, termasuk pasangan pengantin dan best man serta bridesmaid-nya.

Fabian berjongkok untuk menenangkan Leon.

"Shh... Salamandernya masih hidup kok, sayang. Sshh... Jangan nangis, ya?" Fabian memeluk Leon yang histeris sambil menepuk-nepuk punggungnya. Salamander besar di tangan Leon bergerak-gerak. Tiba-tiba kadal itu melompat hingga mendarat di gaun bagian bawah Ullie. Cewek itu memekik ketakutan. Ia berusaha melepaskan makhluk menyeramkan itu dari gaunnya. Mia dan Gie langsung sigap membantu.

"Jangan bergerak!" Perintah Gie.

Fabian kebingungan harus menyelamatkan istri atau keponakannya yang histeris.

Salamander itu memanjat gaun Ullie lalu tiba-tiba melompat lagi ke rambut Mia, membuat cewek itu ikut-ikutan menjerit histeris.

Semua tamu penasaran dengan apa yang terjadi di depan mereka.

Galang dan Anton ikut membantu para cewek itu menjauhkan hewan peliharaan baru Leon. Gie yang paling berani di antara semuanya mencoba untuk menangkap salamander besar yang hinggap di kepala Mia.

"Aarghhhh!!" Teriak Mia.

"Wuaaaaahhhhh!" Ullie berseru geli campur jijik.

"Sini, sayang. Jangan lari-lari!" Gie mencoba untuk merayu si salamander agar tidak terus merambati kepala Mia yang sudah menangis ketakutan.

"Ada apa???" Tania kini sudah muncul untuk mengambil Leon. Ia membelalak saat melihat kadal di kepala bridesmaid. "Kenapa ada tokek di sini?!" Serunya.

Salamander itu menghilang. Mia makin panik karena mengira kadal itu pasti masuk ke dalam gaunnya. "Olliieeeeeeee!!!!!!" Teriaknya sambil mengibaskan gaunnya sendiri.

Keluarga pengantin ikut menghampiri rombongan yang sedang heboh itu.

Gie menekan-nekan pelipisnya karena mendengar suara berisik Mia. "Jangan bergerak! Nanti salamandernya keinjek!" Cewek itu mendadak berjongkok saat melihat sesuatu terjatuh dari gaun Mia. Ia merangkak mengikuti gerakan salamander yang gesit menghindari kaki-kaki manusia yang panik.

Dollar menyalak. Dia suka keributan. Apalagi salamander itu sempat dilihatnya. Alhasil, anjing itu langsung berlari menghampiri sumber keributan. Tali kekang yang sedang dipegang oleh Helena Tan terlepas.

"Aduh, Dollar!!" Helena berusaha mengejar anjing lincah itu.

"No no no no!!!" Ullie sontak melangkah mundur ketika melihat sumber alerginya mendekat. Kakinya tersandung gaunnya sendiri hingga membuatnya terjerembab ke belakang. Fabian buru-buru membantunya berdiri.

Dollar, -anjing itu sepertinya tahu kalau Ullie membencinya-, justru malah berlari ke arah sang pengantin wanita.

"Dollar, tangkap salamandernya!" Mendengar suara Gie, Dollar balik badan untuk menerkam salamander si sumber keributan. Gie bernapas lega. "Good boy!"

Dollar menghampiri mereka, namun semua orang berseru ketakutan saat anjing itu mendekat dengan kadal besar terjepit di rahangnya. Bukannya mendatangi Gie, anjing itu justru mengejar Ullie, membuat sang pengantin memekik.

"Jangan dekat-dekat! Giiiieeeeeeee!!!!"

Semua orang menahan napas.

Dollar melompat ke arah Ullie, namun tubuhnya lebih dulu ditangkap oleh Galang.

Semua orang menghembuskan napas lega.

Kini Dollar aman dalam gendongan Galang. Salamander yang sudah mati akibat taring-taring Dollar tergeletak di tanah. Gie mendesah kecewa karena kadal itu tak terselamatkan. Leon melihatnya juga. Sekarang dia makin histeris meratapi Alfonso yang tewas di depan mata.

***

Satu jam kemudian, suasana sudah kembali kondusif. Leon sudah tertidur dalam dekapan Tania. Pasangan pengantin sibuk meladeni para tamu. Dollar juga sudah kembali pada tuannya. Yang tidak kondusif adalah suasana hati Gie. Cewek itu sedang duduk di meja bersama keluarga Tan. Aiden duduk di sampingnya. Gie duduk tegak sambil melipat kaki dan bersedekap. Kedua matanya setajam pisau saat memandang Galang dan cewek yang duduk di sebelahnya.

Meja mereka tidak terlalu jauh. Galang duduk semeja dengan Anton, Mia, dan Elsa. Ia merasakan aura dingin yang menusuk-nusuk dari arah belakang, tempat dimana Gie duduk memperhatikan setiap gerak geriknya.

"Dia siapa, sih? Daritadi ngeliat sini mulu!" Elsa ikut menoleh memandang Gie. Ekspresi cewek yang dimaksud Elsa itu datar, tapi tatapannya penuh kebencian. "Serius, gue jadi merinding diliatin dia!" Gumam Elsa.

"Itu Gie. Pacarnya Galang." Anton berbaik hati untuk menjawab.

"Pacar?" Elsa tidak percaya. "Lo baru berapa bulan putus dari Lea udah dapet lagi yang baru?" Tanya Elsa pada Galang. Saudara kembarnya itu tidak menjawab. Elsa mendecakkan lidah. "Nggak mungkin, ah! Terus cowok di sebelahnya itu siapa?"

Mereka berempat kompak memandang cowok bak model internasional yang duduk di sebelah Gie. Galang tidak merespon apa-apa. "Mungkin tunangannya."

"Eh cok! Yang bener?" Anton hampir tersedak es dawet yang sedang diminumnya. Jamuannya boleh di Swiss, tapi es dawet tetap di hati.

Galang mengangguk. "Gie dijodohin sama keluarganya. Mau nikah bentar lagi." Ia menghela napas. Ada perasaan perih yang sedang ditahannya. Rasanya jauh lebih sakit daripada melihat Lea selingkuh. Perih mengiris.

"Lah terus kamu gimana?" Tanya Anton lagi.

Mia yang daritadi hanya bisa mengamati akhirnya tidak tahan untuk tak bertanya. "Sebentar, ini gimana ceritanya mas Galang sama Gie saling kenal?"

"Anak kecil diem aja." Ujar Anton. Mia langsung manyun.

***

Gie tidak bisa benci Galang.

Yang dia ingin musnahkan adalah cewek yang sedang duduk di sebelah Galang. Mereka duduk terlalu dekat. Sedari tadi Gie memperhatikan keduanya nampak akrab. Cewek itu bahkan dengan santainya menyentuh-nyentuh Galang. Memeluknya sesekali, dan tertawa bersamanya.

Tanpa sadar, Gie sudah menggeram. Persis Dollar kalau sedang marah.

"You okay?" Aiden memeluk lengannya.

"Gie lagi cemburu. Jangan ganggu!" Desis Gie. Ada kilatan berbahaya dari mata sipitnya.

Aiden mengikuti arah pandangan Gie. Cowok itu memperhatikan dua pasangan yang duduk satu meja tak jauh dari mereka. Aiden penasaran, pasangan yang mana yang membuat tunangannya itu cemburu.

Tiba-tiba para tamu undangan berseru saat mendengar intro dari lagu legendaris Celine Dion. Yep. Keluarga Hartono mengundang penyanyi Kanada itu jauh-jauh untuk menghibur tamu kondangan di Swiss. Band pengiring penyanyi internasional itu adalah sebuah orkestra. Lengkap sudah. Resepsi ini sekaligus jadi konser pribadi. Kebetulan juga para tamu yang hadir kebanyakan rekan bisnis orangtua Fabian yang notabene sudah berumur.

"I'm not sure whom you get jealous with. But can I have a dance with you? (Aku nggak ngerti kamu cemburunya sama siapa. Tapi mau nggak menari denganku?)" Aiden sudah mengulurkan satu tangannya pada Gie.

Gie menghela napas. Pandangannya sempat bertemu dengan Galang saat cewek itu memutuskan untuk menerima ajakan Aiden.

***

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro