Wisata Keliling Kyoto
"Kau seharusnya banyak minum susu daripada makan puding, Yuki..." Karma malah menekan kepala Akatsuki, membuat gadis itu tak bisa menyentuhnya.
'Asano dan Karma sangat tidak bagus ketika berdamai!!' batin mereka semua.
"Mou, Karma!!!" Akatsuki menjauhkan kepalanya dari tangan Karma dan mengembungkan pipinya.
Cekrek... Gakushū memotretnya lagi.
"Mission succeeded," ujar Gakushū.
"Kirim padaku..." Karma mengecek hp-nya.
'Mereka sudah merencanakannya!!' batin Nagisa dkk.
"Kalian ini memang tidak bagus disatukan, hapus itu!!" Akatsuki kembali mencoba meraih hp mereka.
"Kau seharusnya banyak minum susu.." Karma mengulurkan tangannya ke atas agar Akatsuki tidak bisa meraihnya, begitu juga dengan Gakushū.
"Kau yang selalu mengambil susu kotakku, baka!!" Akatsuki masih berusaha.
"Tapi bukannya kau ini perempuan ya, untuk apa minum susu kalau sudah punya susu?" Gakushū menaikkan sebelah alisnya.
Akatsuki terbeku sejenak, lalu menendang tulang kering Gakushū, "AHO!! BAKA!! HENTAI YO!!"
Akatsuki langsung berlari ke kamarnya, merasa malu dan bodoh mendengar hal itu.
"Gakushū, kau cari saja kamar lain, aku tidak mau sekamar dengan orang sepertimu," Karma menatap malas partner in crime-nya yang baru itu.
"Ok, aku tidur di kamar Yuki.." Gakushū dengan entengnya melewati Karma.
"OI KAU MAU KEMANA?!! JANGAN MACAM-MACAM PADA KAKAKKU!!" Karma langsung menyusulnya.
"Walau sudah akur begitu... Mereka tetap saja berkelahi ya..." Nagisa menatap duo rival itu.
"Ya, begitulah..." Kayano menyetujui perkataan Nagisa.
"Ne, Okuda-chan, harap bersabar memiliki pacar dan calon abang ipar seperti itu ya..." Kayano menepuk bahu Okuda.
"E-eh??" Okuda lama menyadari kata-kata Kayano.
———————————
Cahaya mentari memasuki ruangan yang dipakai si gadis berambut merah. Dengan cepat dia langsung bangun, mandi, dan memakai pakaian simpel untuk keliling Kyoto.
"Karma!! Bangun~~ Ayo jalan-jalan~~" Akatsuki mengetuk pintu kamar Karma dan Gakushū.
"Tck, cerewet..." Karma membalikkan badannya dan menutup telinganya dengan bantal.
"Oi bangun! Kau mau kejadian waktu itu terjadi lagi?" Gakushū menarik paksa bantal Karma.
"APA YANG KAU PIKIRKAN HAH?! JANGAN KOTORI PIKIRAN YUKI!!" Karma melayangkan tinjunya tapi berhasil dihindari Gakushū.
"Makanya cepat mandi..." Gakushū keluar dari kamar itu.
"Dia itu selalu bangun pagi ya??" Karma menatap pintu yang sudah tertutup itu, merasa heran kenapa ada laki-laki yang bangun pagi-pagi.
Karma membersihkan dirinya dan menyusul Gakushū ke bawah.
"Lama!!" Akatsuki sudah menenteng tas kecilnya.
(Anggap rambutnya panjang dan berwarna merah)
"Tumben, kau berpakaian normal, Yuki..." Karma menatap kakaknya itu dari atas sampi bawah.
"Kau mau kubunuh ya..." Akatsuki mengepalkan tangannya.
"Jadi kali ini siapa yang kau ajak, onee-chan~~" Karma merangkul kakaknya itu.
"Hanya kita berenam, aku kurang nyaman dengan orang asing," Akatsuki menyingkirkan tangan Karma.
"Are, memangnya Nagisa bukan orang asing?" Karma mencubit singkat pipi tembam Akatsuki.
"Iie, dia kan pacarnya Akari, jadi bukan orang asing..." Akatsuki nampak santai saja mengatakannya.
Mereka berenam, yaitu Akatsuki, Gakushū, Karma, Okuda, Nagisa dan Kayano (a.k.a Akari), pergi jalan-jalan mengunjungi beberapa tempat wisata. Dan sekarang mereka sekarang ada di sebuah taman bunga bernama Kyoto Botanical Gardens.
(Kyoto Botanical Gardens ini adalah suatu area luas yang terdiri dari beberapa kebun yang dipisahkan sesuai dengan jenis bunganya)
"Waahhh, kirei~~" Okuda melihat banyaknya taman yang ditumbuhi berbagai macam bunga.
"Ada kebun bonsai~~" Kayano ikutan bereksis ria.
"Kalau mau berpisah silahkan, kita bertemu lagi di kebun bambu setengah jam lagi," Akatsuki mengintruksi mereka.
Dan benar saja, Kayano langsung menarik Nagisa, Karma menarik Okuda untuk jalan-jalan.
"Kau sengaja he~~"
"Urusai, baka hentai!!"
"Berhenti memanggilku begitu. Aku ini laki-laki berusia 17 tahun, wajar aku berpikir seperti itu."
"Tck, terserahmu Shuu..." Akatsuki tertarik dengan bunga Camelia merah.
"Kau sangat suka warna merah, hmm?"
"Entahlah, mungkin karna kebiasaanku melihat darah..."
Gakushū menangkup kedua pipi Akatsuki, "Merah itu bukan hanya seputar darah. Keberanian, kekuatan, energi, cinta dan gairah. Jadi berhentilah berpikir seputar pekerjaanmu sejenak. Aku tidak suka... Kita kesini untuk melepas penat, bukan menambah penat... Istirahatlah sebentar.." Gakushū menjauhkan tangannya dari pipi Akatsuki.
Akatsuki memeluk Gakushū, mencoba menyembunyikan rona merah di pipinya. Gakushū membalas pelukannya, untungnya mereka ada di area yang sedang sepi.
"Sepertinya bunga Camelia indah juga.." Gakushū melirik bunga-bunga yang berwarna merah itu.
"Kau tahu maknanya?" Akatsuki memberi jarak sedikit.
"Hmm, tidak.. aku tidak begitu tertarik dengan makna bunga," Gakushū sedikit menundukkan kepalanya, mengunci pandangannya pada mata gadis di pelukannya.
"Cinta, gairah dan keinginan mendalam. Biasanya dipakai untuk bucket bunga orang menikah dengan perpaduan Camelia putih sebagai bentuk mengagumi orang yang dicintai."
"Kau tahu banyak ya.." Gakushū menaikkan sebelah alisnya.
"Aku biasa mengikuti pesta pernikahan."
"Lalu, pernikahan kita sendiri kapan?" Gakushū tersenyum lebar.
"I-itu masih lama, Shuu. Aku tak mau nikah muda!!" Akatsuki mengalihkan pandangannya.
"Hee... Bukannya lebih baik menikah muda daripada melakukan itu di luar pernikahan?" Gakushū berbisik di telinganya.
"Kau ini... Tak bisakah berpikiran sehat??" Akatsuki berujar lirih.
"Tidak jika itu kau, Yuki," Gakushū meletakkan kepalanya di bahu gadis itu.
"Hei... Jangan seperti itu.. sudah mulai ramai.."
Gakushū menjauhkan kepalanya dan melepaskan pelukannya. Mereka keliling kebun bunga itu, Gakushū menggenggam tangan Akatsuki, tak ingin gadis ini hilang di tengah kebun ini.
Setengah jam berlalu, mereka berkumpul di kebun bambu. Kayano membawa satu pot kecil bonsai, lebih tepatnya Nagisa yang bawa. Gakushū juga membawa satu pot kecil bunga Higanbana (Red Spider Lily) yang berisi tiga tangkai bunga yang belum mekar, yang tentunya itu punya Akatsuki.
(Itu Higanbana versi mekarnya)
"Higanbana?? Kenapa kau bawa itu, Gakushū?" Karma tak tahan untuk menanyakannya. Tentu saja karna bunga itu adalah lambang kematian.
"Punya Yuki, katanya mau diletakkan di kamarmu."
Glekk... Karma meneguk ludahnya kasar. "Kau tidak berniat membunuhku kan, Yuki?"
"Hahaha, itu hanya bercanda... Aku hanya suka bentuknya. Lupakan tentang maknanya," Akatsuki nampak senang memiliki bunga itu.
"Aku hanya ingin menanamnya.. bibit bunga disini bagus, jadi kurasa tidak akan cepat mati~~ Nah, ayo kita ke salah satu cafe yang cukup terkenal~~" Akatsuki mengajak mereka.
Setelah Nagisa dan Gakushū membungkus bibit tanaman yang mereka pegang, mereka berenam langsung menuju tempat yang dimaksud.
"Hehehe.... Puding disini yang paling enak~~ Apalagi ada es krimnya, fufufu," Akatsuki nampak puas mengajak mereka kesini.
"Kau ini memang tahu tempat puding ya, Yuki," Kayano tidak bisa menyembunyikan rasa senangnya.
"Tentu saja, terutama.... Hari ini hari ulangtahun pernikahan pemilik cafe~~"
"Lalu kenapa?"—Nagisa
"Fufufu, tentu saja akan ada diskon bagi para pasangan~~ Karna kita sudah SMA, maka diskon yang kita terima yaitu 30%," Akatsuki tersenyum girang.
"Yeay~~" Kayano tak kalah girang dengannya.
Setelah kenyang makan dan dengan penutupnya puding, Akatsuki mengajak mereka ke satu tempat wisata lagi.
Mereka menaiki banyak anak tangga, untungnya stamina mereka cukup kuat untuk mendaki tempat itu. Setelah sampai di puncak, ternyata sudah sore.
"Selamat datang di Kurama-dera. Kuil ini cukup terkenal asal kalian tahu..." Akatsuki layaknya pemandu wisata.
"Kurama, kah..." gumam Karma dan Gakushū.
"Iya, iya, aku tahu... Nama Otou-san. Itu karna Otou-san lahir di kota ini, lebih tepatnya Otou-san lahir di kuil Kurama ini. Aku juga tidak tahu bagaimana bisa, tapi begitulah yang diberitahu Otou-san. Dan dengan tidak kreatifnya Otou-san memberikanmu nama Karma (Karuma). Untung Ojii-chan yang memberiku nama...." Akatsuki bisa melihat raut kesal Karma.
"Aku hanya ingin berdoa, lalu kita kembali... Setiap waktu kami senggang dulu, Otou-san sering membawaku kesini..." Akatsuki berujar sambil berjalan mendekati kuil. Satu hal yang dirasakannya, rindu. Dia rindu saat-saat ayahnya sangat dekat dengannya, sebelum si bungsu pergi dari kehidupan mereka.
'Semoga Okaa-san, kedua adikku, Aguri-dono, dan Koro-sensei tenang di alam sana. Semoga, kali ini aku bisa melindungi saudaraku,' batin Akatsuki.
Setelah mereka semua puas berdoa, mereka mendaki turun banyak anak tangga dan kembali ke penginapan.
To be Continued
23 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro