The Wedding
Setelah perusahaan berjalan normal, Gakushu memutuskan langsung menikah dengan Akatsuki. Pernikahan digelar sederhana tapi terlihat elegan, tentu saja diadakan di mansion keluarga Akabane.
"Akari-chan... Aku sudah menikah... Kau kapan??" Akatsuki merangkul teman kecilnya itu.
"I-itu.. kau tanyakan saja pada Nagisa!" Kayano melepas rangkulan Akatsuki dan berlari menjauh.
"Hee.... Kakakku ini masih jahil juga ya... Bersiaplah~~" bisik Karma di kata terakhirnya, Karma pun pergi menjahili sahabat birunya.
"Bersiap untuk apa??" tanya Akatsuki heran.
"Tentu saja untuk malam pertama..." Gakushu memeluknya dari belakang.
Wajah sampai telinga Akatsuki memerah, Akatsuki menunduk diam berusaha menetralkan wajahnya.
"Tenang saja... Aku akan pelan-pelan nanti..." Gakushu mencium pipi tembam Akatsuki dan melepaskan pelukannya. Bisa ditebak wajah gadis itu sudah seperti rambutnya.
"Ugghh, mungkin aku harus memperpanjang cutiku..." gumam Akatsuki.
Acara berjalan lancar, banyak yang iri dengan pernikahan mereka karena masih jomblo, dan ada yang terinspirasi untuk menikah juga.
~Skip~
Seperti dugaan Akatsuki, dia bahkan tidak bisa beranjak dari tempat tidur. Matahari sudah tinggi, tapi Akatsuki masih berada di bawah selimutnya.
"Hei.. mau sampai kapan kau tidur terus? Ini sudah jam 11..." Gakushu membuka tirai jendela.
Akatsuki berbalik, memunggungi arah sinar matahari datang. "Memangnya salah siapa coba?" gumam Akatsuki.
"Hmm? Kau menyalahkanku? Bukan salahku kalau aku tidak tahan melakukan 'itu' terus menerus, kau saja yang kelewat nikmat..." Gakushu membuka tirai jendela yang ada di hadapan Akatsuki.
"KENAPA KAU MEMBUKA TIRAI YANG ITU JUGA!! LAGIPULA SALAHMU KARENA TIDAK BISA MENAHAN NAFSUMU!!" Akatsuki spontan duduk.
Gakushu terkekeh pelan, "Baiklah itu salahku... Tapi tidak sepenuhnya salahku, kau kan sudah jadi istriku, wajar kan kalau aku menumpahkan nafsuku padamu? Atau kau mau aku melakukan 'itu' dengan wanita lain?" Gakushu membereskan pakaian yang tercecer sembarangan.
"Tck, coba saja dan ku pastikan 'milik'mu ku potong.." gumam Akatsuki agak kuat.
Gakushu tertawa pelan dan memasukkan pakaian tadi di keranjang baju kotor. Lalu dia duduk di samping Akatsuki.
"Mau mandi sekarang?" Gakushu mengelus rambut Akatsuki yang sedikit berantakan.
"Memangnya kau pikir aku bisa mandi?" tanya Akatsuki sinis.
"Aku sudah menyiapkan air hangat lho, sini ku gendong.." Gakushu mengulurkan kedua tangannya.
"Ingat! Cuma gendong, tak lebih!" Akatsuki menerima uluran Gakushu.
"Iya, iya.. kalau aku tahan.." ujar Gakushu yang tengah menggendong Akatsuki ala bridal ke kamar mandi.
"Tck..." Akatsuki menyembunyikan wajah merahnya di dada Gakushu.
Gakushu menurunkan Akatsuki perlahan di bak mandi. "Aku akan menyiapkan makanan, tidak lama kok, nanti aku akan kembali lagi.." Gakushu mengecup bibir merah itu dan pergi ke dapur.
"Rumah yang besar... Yahh walau tak sebesar rumah ayahku, tapi rumah ini lebih besar dari rumah ayahnya, ditambah ada ruang pianonya, dia memang tahu cara memanjakanku.." gumam Akatsuki sambil memejamkan matanya.
Tak lama kemudian Gakushu kembali, "sudah selesai berendamnya?"
"Aku mau keramas dan menggosok badanku..." ujar Akatsuki sinis.
"Kenapa?" Gakushu sedikit heran.
"KAU PIKIR BERENDAM SAJA BISA MEMBERSIHKAN SEMUA PERBUATANMU TADI MALAM?!" Akatsuki kelewat emosi saat ini.
"Baiklah, aku akan tanggung jawab," Gakushu membuka bajunya, hendak memandikan Akatsuki.
Akatsuki mengulurkan kedua tangannya dan Gakushu menggendongnya ke bawah shower.
"Kau ini emosian sekali ya.." gumam Gakushu.
"Tck, bagaimana aku tidak emosi? Untuk menggerakkan kakiku saja aku kesulitan!" Akatsuki tak mau menatap Gakushu.
Gakushu membantu Akatsuki membersihkan punggung gadis itu, bisa dilihatnya karyanya tadi malam.
"Jangan terlalu lama menatap punggungku, bisa-bisa kau menambah kissmark disana.." ujar Akatsuki yang sedang membersihkan tangannya.
"Baru mau ku lakukan~~" Gakushu mencium pipi Akatsuki.
"Mou, ii yo!! Mandikan aku yang benar..." rengek Akatsuki.
"Ya ampun.. kau ini seperti anak kecil saja..." Gakushu mengkeramasi Akatsuki.
Gakushu memandikan Akatsuki yang dipenuhi caci-maki dan keluhan Akatsuki karena dia tidak bisa berjalan. Lalu dia membantu Akatsuki berpakaian dengan sesekali menggoda tubuh wanita itu.
Disinilah mereka sekarang, ruang makan yang tidak terlalu besar dan tidak terlalu kecil, sesuai dengan keinginan Akatsuki.
"Makanannya sudah agak dingin, kau mau aku memanaskannya lagi?" tanya Gakushu.
Akatsuki menggeleng pelan, "bukankah bagus? Aku tidak perlu menunggu dingin lagi, aku sudah lapar tahu!" Akatsuki sedikit merajuk.
Gakushu tertawa pelan, "iya, iya... Dan makanlah yang banyak, kau sangat ringan.."
"Aku tidak ringan, kau saja yang terlalu kuat.." gumam Akatsuki.
"Hei aku serius... Berapa beratmu?" Gakushu memancing setan yang ada di tubuh Akatsuki.
Akatsuki menatapnya nanar, "apakah kau tahu? Menanyakan berat badan pada seorang wanita adalah hal yang tabu!!"
"Begitukah? Tapi aku serius..." Gakushu menatapnya serius. "Aku tidak mau jika kau sakit karena diet," lanjutnya.
"Aku tidak suka diet, memang makanku yang sedikit, lagipula aku juga sering berolahraga dan berlatih dengan Karma untuk menjaga kemampuanku dan kemampuannya. Selama empat tahun di Cambridge juga aku sering olahraga walau tidak berlatih. Mungkin karena itu aku ringan?" Akatsuki memelankan suaranya di akhir kalimat.
Gakushu menghela napas, "terserahmu saja... Tapi jangan ada acara diet, aku tidak suka, itu penyiksaan diri namanya.." Gakushu melanjutkan makannya.
Akatsuki menceritakan pengalamannya menjadi guru di Kunugigaoka, sesekali Gakushu tertawa mendengar ceritanya, tentu saja.. guru mana yang baru masuk sudah dikerjai dengan segala macam jebakan. Walau menurut cerita Akatsuki, dia selalu bisa lolos dari jebakan itu.
"Kau tahu? Di kelas E SMA Kunugigaoka yang paling parah, baru saja aku masuk dan mereka bahkan mengatakan mau membunuhku..." Akatsuki menjeda kalimatnya.
"Jadi? Bagaimana?" Gakushu nampak antusias dengan yang satu ini, seorang murid ingin membunuh gurunya, terutama gurunya itu mantan pembunuh pemerintah.
"Jadi... Kubuat taruhan, siapapun yang bisa membunuhku sebelum kelulusan, maka kelas itu boleh lulus saat itu juga. Tapi sayangnya sampai MID semester ini belum ada yang bisa melukaiku sedikit pun.." Akatsuki tertawa mengingat reaksi murid-muridnya.
'Hmm, mirip cara Tou-san dan Korosensei ya...' batin Gakushu.
Setelah makan, Gakushu mencuci peralatan makan, lalu mereka menonton tv untuk menghilangkan kebosanan. Bagi penggila belajar dan bekerja seperti mereka, akan aneh rasanya memiliki waktu senggang yang sangat senggang.
To be Continued
27 Mei 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro