Takaoka is Back (2)
[Gakushū POV]
"Kau bodoh, kau pikir hanya itu saja kau bisa mengalahkanku?" tanyanya.
"Tentu saja tidak, aku hanya mengulur waktu, dasar bodoh," aku menyeringai padanya.
Yap... Yuki menendang kepalanya dari belakang. Bagaimana dia bisa lolos? Tentu saja karna aku melemparkan jam tanganku tepat ke tangannya saat berlari ke tasnya tadi.
"Sudah kuduga kau berhasil, Yuki..."
"Hoho... tentu saja, aku ini anak pertama keluarga Akabane lho..."
"KEPARAT KAU KAPTEN AKABANE!!!" Takaoka sudah bisa berdiri.
Aku memutar pertengahan nagata, yap berhasil... ternyata itu bukan mimpi.. nagata itu bisa dibelah dua dan aku memberikan satu bagiannya pada Yuki.
"Sudah ingat, hee..." ledek Yuki.
"Ya, tapi hanya sebagian, saat latihan dengan Kurama-ji-san," jawabku.
"Hmm, sudah ingat nama ayahku juga ya...."
"APA YANG KALIAN BICARAKAN HAH!! AKAN KUPASTIKAN ITU PEMBICARAAN TERAKHIR KALIAN!!" Takaoka ternyata menyimpan dua pisau.
"Hei... kalau tidak salah namamu Takaoka kan? Jadi, Takaoka-san, aku harusnya berterima kasih padamu. Kau sudah mengembalikan sedikit ingatanku tentang keluarga Akabane. Jadi... mau kutunjukkan teknik combo? Yah walau sebenarnya ini combo si kembar, tapi... Karma, kugantikan posisimu sekali ini," aku melihat Karma dan dia menyeringai.
"Terserahmu... Gakushū."
Sesuai dugaanku, anak kelas 3-E hanya termangu, oh Shiota-san ternyata sudah dilepaskan Yuki, tapi sepertinya dia masih belum bisa menggerakkan tubuhnya. Wajar saja, obat bius yang diberikan padanya mungkin dengan dosis yang lebih tinggi.
"Kau tahu... kurasa gerakan terakhirnya kita ubah..." Yuki melancarkan serangan pada Takaoka.
"Kenapa?" aku juga menyusul menyerang Takaoka.
"Kau tidak cocok dengan gerakan itu, lenganmu lebih kaku dari Karma..."
"Jadi..."
Kami terus berbicara sambil melawan Takaoka.
"Aku ada teknik yang bisa menahannya," ujarku.
"Aku juga, mau lakukan bersama?"
"Kurasa tidak buruk juga."
Gerakan terakhir seharusnya aku melewati Takaoka dan memutar lenganku yang ada nagata di tanganku dengan cepat, tapi memang benar gerakan itu tak mungkin bisa kuikuti, lenganku tidak selentur lengan Karma.
Brukk.... Takaoka semakin mengganas, dia mencampakkan Yuki.
"YUKI!!"
"SUDAH KUKATAKAN!! AKU AKAN MENGHANCURKAN KALIAN!!"
"BERISIK KAU TAKAOKA!!" aku menyerangnya dengan cepat, dia mundur agak jauh.
"Hee.... kenapa? Bukankah kau ingin menghancurkanku dan ayahku? Kuperingatkan padamu, mereka yang menyakiti orang yang kusayang, tak akan bisa lepas dariku," aku berjalan ke arahnya perlahan, membuat fokusnya sepenuhnya ada padaku.
Bagus... dia sangat fokus.
1.. 2.. 3..
Aku melepaskan nagata dari tanganku dan....
Tak.... aku menepukkan tanganku dengan kuat di depannya dan Yuki melakukan hal yang sama tapi dia menepuk dari samping Takaoka.
Tentu saja dengan fokus yang hanya mengarah pada nagata dan dengan dua tepukan yang kuat cukup membuatnya kehilangan keseimbangan, dia jatuh terduduk.
"Ba-gai-ma-na---bi-sa---ka-li-an," untuk berbicara saja dia sudah kewalahan.
"Itu mudah, hanya membuatmu fokus pada sesuatu..." kataku menggantung.
"Dan membuat suara yang kuat, itu teknik yang tidak bisa dilakukan sembarang orang, hanya mereka dengan niat membunuh yang kuat dan bisa membaca frekuensi fokus orang lain," lanjut Yuki.
"Kurama-ji-san pernah mengajari hal itu padaku waktu kecil," jujurku.
"Dan aku pernah menjadi murid seorang pembunuh," okey.. pernyataan Yuki cukup membuatku terkejut.
"Ka-li-an...."
"Takaoka Akira, atas surat perintah dari Jenderal Akabane Kurama, aku Kapten Akabane Akatsuki berhak menahanmu dan memberikan hukuman mati jika kau menyakiti warga sipil. Au revoir, Takaoka," Yuki sudah menempelkan ujung nagata di leher Takaoka.
{Au revoir [Prancis] = selamat tinggal}
"Kapten!! Jangan membunuh di depan mereka!!" itu suara Irina-san.
"Oh, aku hampir lupa.... arigatou, Irina-dono," dia menurunkan nagata-nya dan mengeluarkan borgol dari tas kecil yang menempel di sabuknya. Dia memborgol Takaoka, "nah, Takaoka Akira.... mungkin kau harus mimpi buruk beberapa malam ini karna aku malas melenyapkan sampah sepertimu, Jenderal Akabane akan kosong tiga hari ke depan itupun jika tidak ada penambahan jadwalnya, Au revoir...."
Tak lama kemudian beberapa mobil polisi dan tentara datang, kemungkinan pemilik penginapan ini yang menelpon karna mendengar pertarungan kami.
"Lapor, Kapten...." salah satu anggota tentara memberi hormat pada Yuki.
"Bawa sampah itu jauh-jauh dan bebaskan Kolonel Karasuma dan anak-anak."
"Siap laksanakan, Kapten," setelah memberi hormat lagi, dia dan beberapa anggota tentara membebaskan yang lain.
Setelah semuanya beres dan senjata juga sudah dibersihkan dan disimpan, anak-anak kelas 3-E mengerubungi kami.
"Sebelum kalian bertanya yang aneh-aneh.... Manami-chan, kulihat di tasmu ada kotak P3K, boleh ku pakai?" pinta Yuki.
"Ha-hai', aku sudah mengambilnya, ini silahkan pakai...." gadis berkacamata itu memberikan Yuki kotak P3K.
Yuki langsung membukanya, tapi bukannya mengobati lukanya terlebih dahulu, dia malah mengarahkan kapas beralkohol itu ke sudut bibirku.
"Auwhh, pelan-pelan Yuki..."
"Tahanlah, kau ini laki-laki kan? Ano... salah satu dari kalian bisa tolong mintakan es pada pemilik penginapan ini? Kurasa seluruh tubuhku sudah penuh dengan lebam..." pinta Yuki.
"Isogai-kun sudah memintanya, mungkin sebentar lagi dia kembali," Kataoka menjawab Yuki.
"Kami bisa mengompres tubuhmu jika kau mau Yuki-san..." bocah botak itu malah tersenyum mesum.
"Kalau kau mau kehilangan kedua tangan dan matamu, kau boleh melakukannya," aku menatap tajam pada bocah tadi.
"Tidak terima kasih, jikapun perlu maka aku akan meminta Manami-chan atau Akari-chan. Cukup satu orang saja yang sudah pernah melihat dan menyentuh tubuhku..." Yuki menatapku tajam.
"Hei, sudah kubilang itu tidak sengaja, tidak lucu kalau kau mati tenggelam."
Yuki malah menekan sudut bibirku yang sedang diberinya obat merah.
"Awhh... Yuki..."
"Kau mau mati hah?"
"Jadi... hubungan kalian itu sudah sampai mana sih?" gadis yang memiliki dua identitas itu menanya kami.
"Hmmm.... sampai.... tidur bersama.." ujarku menggoda Yuki.
"APA?!"
"I-itu tidak benar...." Yuki berusaha meluruskan.
"Yuki.... aku akan lapor pada ayah..." Karma sudah mengeluarkan hp-nya.
"Daripada itu.... bagaimana bisa kalian menggunakan teknik yang tadi itu?" Isogai datang dengan membawa es yang lumayan banyak dan memberikannya padaku.
"Arigatou, Isogai-kun... Aku hanya ingat kalau sewaktu kecil Yuki sama sekali tidak suka beladiri dan Karma hampir selalu membolos jika Kurama-ji-san sudah membawaku ke rumah mereka," aku mengompres pipiku dengan es itu.
"Tunggu dulu... siapa 'Kurama-ji-san' yang kau maksud?" Kali ini Shiota-san yang bertanya.
"Ayah mereka... ayah mereka itu tentara, tentu saja ayah mereka ingin anaknya dan calonnya kuat."
"CALON?!"
"Hmm, calon menantu... agh mengingatnya saja sudah membuat kepalaku sakit..." Karma nampak tak suka.
"Jadi, Kurama-ji-san terkadang membawaku ke rumah mereka dan melatihku beladiri, tentu saja jika ayahku yang melatihku yang ada aku mati di tempat, ayahku itu tidak kenal ampun. Kurama-ji-san juga selalu membawaku jika ayah memiliki waktu senggang, tentu saja agar aku tidak dihabisi ayahku. Karma selalu tidak suka karna aku lebih dekat dengan ayahnya daripada dia sendiri..."
"Oi, itu tidak benar..!!"
"Apanya yang tidak benar Karma? Kau selalu saja berteriak mengusirku keluar rumah dan akhirnya kau dikurung Yuki di kamarmu...."
Wajah Karma sedikit memerah menahan malu. Yuki terkekeh kecil sambil berusaha melepas jaket militernya, aku membantunya melepaskan jaket itu.
"Teknik yang tadi, diajarkan oleh Kurama-ji-san saat usiaku delapan tahun, beberapa hari sebelum Ji-san bertugas ke Kyoto. Ji-san menawarkanku untuk menjadi assassin pemerintah, tapi aku menolak karna itu bukan keinginanku."
"Jadi kau bisa melakukannya sejak dulu?" Shiota-san nampak takjub, takut, dan merasa tersaingi.
"Hmm, jika kau lahir dari seorang monster, maka kau akan tumbuh sebagai monster, itulah yang pernah dikatakan mendiang Mirai-ba-san. Ibu mereka.... yah.. Ba-san orangnya terlalu jujur, aku bahkan tidak bisa melawan kata-katanya. Kebiasaan buruk Karma untuk memprovokasi itu turun dari ibu mereka," jaket Yuki berhasil kami lepaskan, tapi lengan atasnya sudah membiru.
"Apa ada lagi yang sakit?" aku meletakkan es yang tadi ku kompres ke pipiku ke lengan atasnya.
"Semua... rasanya remuk..." Yuki sedikit menunduk.
Hatimu juga ya.. Yuki.
"Maaf..."
"Hei ini bukan salahmu, ini resiko pekerjaan..." dia mengangkat wajahnya, tepat menatap ke mataku.
"Maaf jika aku meremukkan yang lain..." aku tetap mengompres lengannya.
"Karma sudah mengatakan padamu kan, apapun yang terjadi setelah aku dan ayah pindah ke Kyoto, itu bukan salahmu. Gakuhou-ji-san memang keras, butuh orang ajaib yang bisa mengubahnya. Koro-sensei.... kah?" tanyanya.
"Hum, aku tahu ada yang mereka sembunyikan, Karma sudah menceritakan semuanya tentang Ansatsu Kyoushitsu, Koro-sensei itu... walau aku tak pernah menemuinya secara langsung tapi rasanya ingin berterima kasih padanya, kau tahu ayah seperti punya duplikat..."
"Ji-san yang dulu ya... jadi rindu masa-masa itu... Tapi, Shuu... kau juga harus bersiap.. Badai masa lalu akan menerpamu dan ji-san.... Kuharap kau siap di masa itu ^^"
[Gakushū POV end]
BTW, Akabane Kurama itu saya ambil dari Kurama di anime Yu Yu Hakusho
To be Continued
08 April 2020
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro