Juri 4
Terima kasih untuk para juri dan kuasa Tuhan, karena sudah menjadikan Mawar sebagai koresponden untuk event Montase Aksara kali ini. Mawar enggak menyangka kalau Kakak-kakak sangat bersemangat. Mawar merasa sangat terharu sampai pengin menjedotkan kepala ke tembok lantaran cerpen yang masuk ternyata banyak. Padahal, niat Mawar dan teman-teman menggunakan kata kunci supaya yang kirim sedikit. Apalah daya, yang namanya rencana kemungkinan besar berbeda dengan kenyataan.
Baiklah, ini merupakan hasil penelusuran Mawar. Selamat menikmati~~~
Me and Forgotten One
Nilai: 7.0
Aku enggak tahu. Kakak sudah kehabisan waktu atau ide untuk mencari judul 😅. Bahasa Inggrisku memang masih rada-rada (ikut ujian TOEIC sebelas tahun lalu, aku masuk kategori elementary 😅), tapi menurutku judul Kakak enggak pas dengan apa yang ingin Kakak sampaikan.
Secara keseluruhan, ide Kakak menarik. Aku setuju dengan pendapat yang mengatakan, "Ide tentang keluarga selalu membawa perasaan tersendiri." Mungkin karena beberapa orang pernah berada di posisi yang sama dengan tokoh, maka lebih klop secara pendekatan emosi. Namun, aku merasa cerita ini agak meleset dari tema 😅. Ada sesuatu yang dirindukan, itu jelas. Ada sesuatu yang membuat si tokoh merasa kehilangan, ini jelas banget. Mungkin Kakak ingin menyisipkan tema dalam usaha si tokoh melupakan kepergian ayahnya, lalu memori itu mendadak muncul. Namun, aku enggak bisa merasakan jiwa tema dari cerita ini 😅. Seperti yang aku ketik di awal paragraf, kalau tema yang diusung bulan ini adalah keluarga atau kehilangan, mungkin dengan sedikit polesan ini bisa cucok.
Bukan berarti Kakak gagal secara keseluruhan. Meski memang terkesan buru-buru dan kayaknya enggak pakai edit-editan, rangkaian ceritanya runut. Mengambil alur flashback, ini kayak tantangan tersendiri 😅. Nah, menurutku selama itu masih satu jalur (dibaca: satu waktu dalam flashback) enggak perlu menggunakan tanda pemisah (****). Kakak bisa memainkan narasi agar bisa menyatukan satu adegan dengan adegan lain. Dan untuk paragraf kedua dari awal, aku merasa Kakak enggak perlu menegaskan siapa penulis dalam cerita 😅. Pada kalimat: Pasti ini ada masalahnya, baik beri Alyssa waktu bercerita. Selain tanda baca yang menurutku kurang pas, kalimat ini jadi kayak pembuka di acara talk show alih-alih cerpen 😅. Kita tahu Kakak bertindak sebagai narator, tapi ada tokoh yang bergerak di dalam cerita Kakak. Jadi, menurutku lebih baik hindari kata-kata seperti itu 😅. Biarkan cerita mengalir tanpa embel-embel ini kisah saya atau kita mulai kisah dia 😅.
Lalu, karena mungkin Kakak mepet deadline, banyak kesalahan-kesalahan pengetikan 😅. Yang menjadi sorotan utamaku adalah tanda baca ( banyak yang kurang pas. Antara penggunaan titik, koma, dialog tag), penggunaan -nya dan -mu, yang seharusnya Kakak ketik serangkaian dengan kata sebelumnya (keluarga nya = keluarganya. Adik mu= adikmu), penggunaan dash (ini di semua kata ulang enggak terdapat dash (-) 😅. Kayak: apa apa = apa-apa, sangat sangat = sangat-sangat), kata pengganti orang yang bukan sapaan (adik, ayah, ibu, selama bukan merupakan kata sapaan dan hanya merupakan kata ganti orang, diawali huruf kecil 😅), dan logika (diceritakan si ayah menderita stroke, tapi beliau masih bisa berbicara lancar dengan Alyssa. Setahuku, penderita stroke mengalami kesulitan dalam berbicara atau bergerak. Bahkan, dalam kasus berat, mereka hanya bisa berbaring 😅).
Sekian dari aku. Ini kayaknya panjang banget 😅. Semoga Kakak enggak mabuk dan kapok buat cerpen 😅. Setiap cerita pasti punya kelebihan dan kekurangan. Dan semoga ulasan ini bisa diterima dengan hati yang legowo dan semoga berfaedah.
Sesuatu di Masa Lalu
Nilai: 7.0
Paragraf awalnya—meski menurutku itu bukan paragraf karena mengingat tidak ada tanda titik untuk jeda 😅—kayak menawarkan sesuatu yang menjanjikan. Jadi, rasa penasaran tergelitik dan ada keinginan buat lanjut baca. Ide yang diusung pun sebenarnya bagus, kalau Kakak bisa menempatkan adegan yang pas 😅. Jadi, begitu sampai ending, twist yang Kakak buat lebih terasa 😅. Tapi, aku enggak merasakan keunikan cerita ini lepas dari paragraf-paragraf awal 😅.
Ide ceritanya menarik, tapi ada sesuatu yang menurutku bisa digali lagi. Kejadian dalam cerita ini memang runut, cuma ... untuk menghadirkan ending seperti yang Kakak mau, Kakak butuh space yang lebih luas untuk menggali sosok Raka. Mungkin Kakak ingin menghadirkan Raka yang misterius, Raka yang lupa dengan tawaran latihan bersama, dan Raka yang manis. Namun, pengambilan adegan Kakak, aku rasa kurang pas 😅. Terlebih, tema untuk cerpen ini kurang pas. Mungkin Kakak bisa mulai bercerita setelah si tokoh dan Raka menjalin hubungan pertemanan. Karena ini cerpen, ada baiknya semua serba langsung, tapi tertata (ini bakal jadi catatan buat aku juga). Dan cerita Kakak ini masih awal-awal 😅. Belum kelihatan hubungan antara Raka dan si tokoh. Jadi, Raka yang melupakan soal ajakannya dengan si tokoh, kurang terasa. Dan kalau enggak mepet deadline juga bukan merupakan cerpen, menurutku bakal jadi cerita yang oke. Kakak buat si tokoh tanpa sengaja ketemu Raka di minimarket, hubungan mereka lanjut ke pertemanan. Meski begitu, si tokoh tetap tidak tahu kehidupan pribadi Raka. Dan ketika semua rasa (penasaran sampai cinta) memuncak, ditambah Raka yang jadi lebih rajin mangkir dari janjinya, lalu terdengar kabar itu, akan lebih masuk ke tema dan judul akan terasa lebih klop dengan isi 😅.
Sepanjang baca cerita Kakak, aku cuma berpapasan dengan sedikit banget kesalahan pengetikan 😅. Dan aku tidak menemukan kata kunci yang kami mau 🤧.
Jadi, hanya itu yang aku sampaikan. Semoga bisa menjadi ajang untuk saling belajar 😅. Karena tidak ada karya buatan manusia yang sempurna, aku pun sering khilaf dalam menulis. Semoga berfaedah.
Thank you
Nilai : 7.9
Cerita ini kayak layar besar dan aku melihat diriku dua belas tahun lalu 😂. Ide ceritanya memang sesuai realitas. Siapa, sih, yang enggak pernah dilupakan teman sendiri pas sekolah? Atau cuma aku doang? 😂.
Pembawaan ceritanya juga santai dengan dialog yang memang begitulah cara remaja berkomunikasi. Cuma, aku merasa cerita Kakak agak melebar 😂. Dengan menampilkan konflik guru tidak mau mengajar, mungkin Kakak ingin memulai alasan Alfa yang sedikit demi sedikit menjauh. Enggak salah, sih, hanya kesannya kayak Kakak memangkas apa yang bisa menjadi inti permasalahan. Alih-alih menggambarkan kedekatan mereka, Kakak membuat situasi dengan si ketua kelas. Bertambahlah tokoh dan semakin sempit pula Kakak menggambarkan persahabatan mereka. Jadi, begitu sampai ending—di mana Alfa yang kayak melupakan mereka—kurang menggigit.
Aku suka bagian-bagian awal Kakak. Meski banyak kesalahan pengetikan dan kurang ringkas, tapi kedekatan antara Alfa dan si tokoh tergambar 😂. Dan daripada Kakak menulis tahun sekian, menurut aku lebih cucok kalau direntetkan saja menggunakan narasi; perubahan sikap Alfa dan bagaimana persepsi si tokoh terhadap hal itu.
Soal pengetikan, aku rasa harus lebih diperhatikan lagi. Dengan rajin membaca, mencari tahu, dan menulis, lambat-laun pasti punya pengetahuan agar ketikan lebih rapi dan bisa memangkas bagian yang dirasa mubazir.
Cukup segitu dari aku 😂. Mohon kelapangan dadanya dan semoga berfaedah.
Saat Terakhir
Nilai : 7.0
Jeng atau Mas, cerita ini menarik, lho, sebenarnya. Cuma, melenceng dari tema 😅. Baik, kita lepas tema terlebih dahulu. Kalau menurutku, punya Kakak sudah rapi. Oke. Meski enggak bisa ditampik bahwa yang kamu ikut sertakan dalam event kali ini, baik secara ide atau eksekusi, sudah biasa. Terlalu biasa dan serba dadakan 😅. Terutama soal Banyu. Banyu meninggal karena apa? Kecelakaan atau sakit?
Aku juga sering kayak: ah, sudahlah. Biar pembaca aja yang nerka-nerka. Hasilnya? Diprotes 😂. Kadang, memang ada yang harus disembunyikan. Namun, untuk cerita ini, alasan Banyu meninggal menurutku perlu digali. Agar cerita bisa ditutup dengan baik dan sebagai pembaca aku bisa lebih bersimpati lagi pada si tokoh.
Lalu, ada yang menggelitik lagi. Ketika listrik di kantor Banyu mati, dengan zaman modern (karena ada telepon genggam dan taksi, aku anggap cerita Kakak di zaman sekarang 😅) kenapa tidak menggunakan ponsel untuk penerangan? Mungkin karena ada kata kunci 😅. Kalau begitu, buat situasi atau pernyataan yang lebih meyakinkan 👍.
Secara pengetikan Kakak sudah rapi, yang harus lebih diperhatikan menurutku adalah soal diksi 😅. (Ini akan jadi pengingat buat aku juga) Kalau menulis sesuatu yang sudah umum, maka baiknya pakai kemasan yang luar biasa 😅. Kemasan yang aku maksud lebih ke setiap unsur intrinsik dalam cerpen Kakak.
Makasih. Semoga berfaedah.
Menyeruput Pasrah Setelah Punah
Nilai : 8.0
Aku iri sama tulisan ini 😅. Tanpa melakukan investigasi lanjut, sudah tahu siapa yang nulis. Gaya menulisnya sudah seperti sidik jari 😂.
Baik, menurutku cerpen ini lebih seperti obrolan. Kita ada di warung kopi pinggir jalan. Duduk di bangku kayu panjang dan menyeruput kopi. Kakak kopi hitam. Aku segelas capuccino dingin. Awalnya, kita diam. Dan memulai percakapan ketika dirasa perlu membuka suara. Aku memulai dengan kisah cinta klasik. Kemudian, Kakak menimpali dengan cerita yang pernah dialami. Lalu, uraian kalimat Kakak mengalir dan aku menyimak.
Kurang lebih kayak begini 😂.
Aku merasa cerpen ini curahan hati yang berusaha dibalut dengan diksi. Biar begitu, sensasi menyimak enggak bisa aku tanggalkan. Dan ada beberapa bagian yang mengharuskan aku baca dua kali 😂. Juga, rangkaian ceritanya runut.
Itu saja. Semoga berfaedah.
Lara dan Ritual Bodoh
Nilai : 7.0
Aku suka ide ceritanya. Ada aroma horor yang lumayan kental. Sosok Clara pun ternyata penuh kejutan di akhir 😅. Penggunaan kata kunci pun lengkap. Hal yang hampir selalu buat aku jatuh hati dari setiap cerpen adalah paragraf awal. Dan aku suka dengan pembukaan Kakak 😅. Walau bersifat informatif, tapi sosok Clara jadi tergambar jelas. Dan seperti kisah mistis lainnya, twist enggak ketinggalan. Namun, ada beberapa hal yang membuat aku tercengut 😅.
Satu di antara beberapa yang aku sorot adalah spasi 😅. Karena tidak ada jarak antar kata, ketikan Kakak jadi dempet-dempet. Buat orang seperti aku yang baca sambil curi waktu kerja, ini sangat enggak nyaman. Aku juga sering, sih, ketik di Ms. Word, begitu dipindahin ke Wattpad spasinya hilang 😅. Ada yang bilang karena setting-an di Ms. Word kita. Khusunya di bagian spasi 😅. Mungkin di lain waktu, bisa disesuaikan terlebih dahulu jarak spasinya.
Lalu, soal dialog tag 😅. Jika kalimat dialog sudah ditutup dengan tanda tanya atau tanda seru, jangan pakai titik atau koma lagi, Kak 😅. Dan sesuaikan dengan kata yang mengikuti dialog. Kayak:
"Kenapa ada beberapa snack?,"kataku sambil mengamati beberapa bungkus besar snack yang dibawa Andi.
Seharusnya:
"Kenapa ada beberapa snack?" tanyaku sambil mengamati snack yang dibawa Andi.
Aku merasa kalau dialog yang Kakak buat memang natural. Hanya saja, karena terlalu natural, jadi menimbulkan kesan mubazir 😂. Ada beberapa bagian dialog yang menurutku enggak perlu dan malah mengikis kesempatan untuk bisa menggali lebih dalam soal Clara. Terlebih, sepanjang cerpen yang menjadi fokus Kakak adalah perihal di pemakaman. Horor, sih. Tapi, menurutku justru itu yang merusak ritme cerpen. Aku menemukan plothole 😂. Ketika Andi mengambil foto, bukannya Clara enggak ikut? Tapi, kenapa Clara muncul di foto setelah beberapa tahun lamanya? 😂
Dengan ending yang nendang seperti ini, sayang banget kalau Kakak tidak fokus menyorot soal hubungan si tokoh dan Clara. Lupakan Andi. Andi mungkin ada untuk memberi tahu pembaca siapa sebenarnya Clara, tapi justru kemunculan dia mengundang pertanyaan yang lain. Dengan usia si tokoh yang selalu membawa Clara ke mana-mana, bahkan terkesan ikut ke sekolah dan jelas jadi bagian tim di pemakaman, kenapa enggak ada yang sadar? Seolah itu hal wajar 😅.
Jadi, saranku (dan juga catatan untuk diri sendiri) fokus pada apa yang menjadi ending dan premis dari cerpen yang Kakak buat 😉.
Oke. Semoga berfaedah.
Only Temporary
Nilai : 7.9
Ceritanya menarik dan bikin nyesek. Berasa banget jadi orang yang kayak dianggap angin lalu. Padahal, sudah taruh harapan. Eh, kandas di tengah jalan 😂😂😂.
Yang aku suka dari cerpen ini adalah bagian ending. Lebih to the poin dan feel-nya terasa. Meski ada kesalahan pengetikan, tapi aku rasa sudah bisa menutup cerita dengan baik.
Hanya saja, aku merasa cerita ini agak meluber di awal dan tengah. Terlalu banyak menampilkan bagian yang menurutku bisa dibuang dan dipoles. Kayak masalah jas atau kemunculan Diandra yang diharuskan ada untuk kata kunci jaga lilin 😂. Padahal, kalau kamu poles bagian itu jadi si tokoh sendiri yang terlibat, cerpen ini aku jamin bisa fokus 😉. Enggak ada penambahan tokoh secara mendadak. Dan lagi, ke mana perginya si Bima? Bukannya mereka sekelas? Sisanya, Kakak harus lebih jeli lagi dalam mengedit (catatan buat aku juga yang sering kejar DL 😂). Banyak aku temukan kutip penutup dialog yang enggak ada. Lalu, satu kali perubahan kata ganti orang pertama 😅. Dari aku jadi gua 😅. Mungkin, maksud Kakak si tokoh menimpali ucapan Diandra, tapi jadi kayak enggak konsisten. Dan soal onomatope 😅. Trriiinggg, aku rasa enggak perlu diketik tiruan bunyi belnya 😅.
Mungkin lain waktu, bisa lebih tega lagi membunuh adegan dan dialog yang enggak perlu (catat lagi buat aku sendiri).
Oke, semoga berfaedah.
Belajar Dari Hal Sederhana
Nilai : 6.8
Mungkin Kakak ingin membangkitkan kenangan lama yang mulai terlupa. Tentang betapa betahnya duduk di depan televisi, ngobrol soal tontonan di kelas, dan main apa saja di tempat terbuka bareng teman. Kenangan itu mungkin sudah terlupa buat sebagian orang, dan melalui cerita ini (mungkin diharapkan) bisa membuat pembaca ingat kembali. Dan ada beberapa bagian yang buat aku teringat masa lalu. Terutama saat ada yang curang 😂.
Tapi, menurutku cerpen ini enggak punya arah 😂. Kayak, Kakak tinggal di Mangga Besar, Jakarta Barat, dan ingin ke Ancol. Bukannya ambil arah Gunung Sahari atau Stasiun Kota, Kakak malah lewat Olimo, terus lewatin Gajah Mada, terus sampai Harmoni, lalu Sarina, dan Bundaran HI. Di Bundaran HI, Kakak muter, ambil rute balik. Dan sebelum sampai Harmoni, Kakak singgah di Monas 😂.
Sebenarnya, cerpen ini menarik kalau Kakak bisa meracik. Saranku, ambil bagian saat si tokoh dewasa. Buat dia menonton lagi serial lama (Si Doel Anak Sekolahan, lumayan sering tuh diputar ulang) dan dari sana, muncul nostalgia. Lalu, si tokoh bandingkan keadaan sekarang dengan masa lalunya. Rindunya semakin memupuk, balik lah dia menerawang ke masa lalu; masa yang menyenangkan dan sempat dilupakan lantaran sibuk dengan dunia orang dewasa 😂.
Hanya butuh fokus (ini catatan buat aku juga) untuk mengangkat satu tema. Pikirkan dengan masak temanya, lalu buat ide menjadi satu sorot utama (ini juga bakal jadi catatan aku 😂). Buang yang enggak perlu yang mengganggu fokus ide utama.
Dan tentang pengetikan angka. Angka tidak boleh ditulis dalam bentuk angka di awal paragraf. Misal:
2 jam yang lalu Roni masih bernapas.
Itu salah. Seharusnya:
Dua jam yang lalu Roni masih bernapas.
1991 saya lahir
Itu salah. Seharusnya:
Pada 1991 saya lahir.
Harus ada kata terlebih dahulu kalau mau ngetik angka dalam bentuk angka.
Dan jika angka berada di tengah kalimat, angka lebih dari dua suka kata, maka boleh ditulis angka. Misal:
Pada tahun seribu sembilan ratus sembilan puluh sembilan ada ramalan kiamat.
Kasian yang baca, capek 😅. Jadi seharusnya:
Pada tahun 1999 ada ramalan kiamat.
Dan soal dialog tag, mohon buka grup di WhatsApp 😅. Rasanya, sudah pernah dibeberkan oleh para senpai.
Sudah. Itu saja. Semoga berfaedah.
On The Train
Nilai : 7.1
Aku merasa ini lebih untuk seseorang yang gagal move on 😂. Seseorang yang susah menghilangkan pesona bias. Ada hal menarik yang coba disuguhkan (menurutku 😅), tentang perjuangan seorang penggemar yang rela duduk berjam-jam di kereta hanya karena ingin menghadiri Graduation Concert si artis.
Namun, aku menyayangkan kenapa nama si artis enggak diketik? Mungkin takut identitas Kakak terbongkar 😅. Tapi justru karena Kakak enggak sebut nama artisnya, banyak kalimat yang buat bingung. Ini nya untuk siapa? Dia untuk siapa? Lalu, ada beberapa paragraf yang menurutku bisa diringkas. Terus, daripada Kakak menghadirkan mimpi, menurutku lebih baik kalau ajak pembaca bernostalgia dengan kenangan Kakak. Memang, Kakak sudah menjelaskan garis besarnya di paragraf-paragraf awal. Tapi, gambaran itu kurang. Karena ini tentang sesuatu yang dilupakan, lalu diingat kembali, rasanya jadi kurang kena.
(Ini catatan buat aku juga. Aku sering banget kayak gini 😅) Jadi, fokuslah pada apa yang menjadi unsur intrinsik Kakak. Buang bagian yang enggak perlu dan poles lagi.
Oke. Semoga berfaedah.
Katanya Sahabat
Nilai : 8.0
Aku merasakan sesuatu dari judulnya yang dikapital semua 😂. Seolah-olah ada toak di tangan Kakak dan melalui toak itu Kakak teriak, "Woy! Kita ini sahabatan! Aku enggak bisa diginiin! Kamu juga enggak bisa seenak udel kayak gitu!"
😂😂😂
Dan kisah ini lumayan menyentuh kalbu. Mungkin karena hampir setiap orang punya cerita seperti Muzza. Kebanyakan, kalau tiga orang sahabatan, yang satu bakal merasa tersisih (aku banget yang sering baper 😂). Jadi, secara keseluruhan menurutku sudah oke.
Cuma, ada serangan kata -nya 😅. Mungkin lain kali dibaca ulang terlebih dahulu, biar lebih ciamik. Dan untuk kesesuaian tema, aku menyayangkan bagian tengah. Kayak meninggalkan lubang halus di bagian akhir 😅. Tentang kenapa Rinda dan Muzza sensitif atau itu memang sifat mereka? 😅 Jadi, terasa mendadak, ketika Muzza berpikir untuk memutuskan hubungan persahabatan mereka. Dan bagaimana Tiara? 😅
Mungkin memang sifat Rinda yang pendiam dan memendam. Dia mungkin merasa kecewa karena Muzza enggak datang pas ayahnya meninggal. Jadi, merasa dilupakan. Dan mungkin Muzza orangnya overthinking dan sensitif. Jadi, dia juga merasa dilupakan 😅. Sayangnya, bagian itu enggak tergali lebih dalam. Alih-alih memaparkan hal itu, cerita mengalir ke masa mereka senang-senang. Jadi, begitu cerita selesai, semua terasa dadakan 😅.
Mungkin lain kali bisa lebih dipikirkan lagi adegan-adegan dalam cerpen, agar yang penting bisa lebih diangkat.
Baik. Sekian. Semoga berfaedah.
Perasaan yang Terlupakan
Nilai : 8.8
Baca cerita ini kayak lihat permainan biang lala. Biasa saja. Tapi, pas naik ada sensasi yang ajib. Mula-mula pelan dan terasa membosankan. Ada pertanyaan, apa enaknya? Tapi, begitu sampai atas baru sadar, kalau yang disuguhkan sangat indah.
Paragraf pembukanya memang agak susah buat aku bayangkan 😅. Tapi, semakin ke bawah, permainan katanya semakin mantap. Kakak kayak punya perasaan terpendam dan disalurkan melalui cerpen ini. Menurutku, di antara semua cerpen event bulan ini yang mengangkat ide tentang perasaan yang dilupakan, punya Kakak yang mantul. Cuma, yah, aku hanya tersandung di paragraf pembuka 😅.
Oke. Sekian.
Human Never Remember The Sins They Have Done
Nilai : 8.5
Secara pribadi, aku suka pembukaan dalam cerpen ini. Pun isi cerpen yang sarat makna. Kayak bercermin dan membayangkan—sambil ucap amit-amit 😅—kalau mati apa akan seperti ini? Eksistensi Tuhan memang sering dipertanyakan. Terlebih, bila iman lagi surut-surutnya 😅. Baca ini jadi sedikit memberi gambaran begini, lho, kondisi kamu kalau pas mati, kamu masih lalai.
Secara keseluruhan memang baik. Mantap. Kalau buat aku, isi cerpen ini sudah bisa aku tangkap. Narasinya enak; mengalir. Tapi, tapi, tapi untuk sampai ke inti aku rasa Kakak terlalu lama mengajak berputar di awal 😅. Agak datar.
Mungkin lain kali bisa memilih judul yang lebih pendek 😅.
Oke. Sekian. (Enggak banyak catatan dari aku 😅).
Paramex
Nilai : 7.2
Kocak! Ceritanya ringan karena gaya bahasanya yang bebas 😅. Khas remaja. Ada beberapa guyonan yang bikin aku senyum sendiri. Apalagi waktu bayangin si Paramex 🤣. Enggak sangka ada penjaga sekolah model Paramex 😅.
Gaya bahasa Kakak memang terkesan langsung ke lawan bicara. Aku juga pernah buat cerpen model begini. Dulu, waktu masih pakai seragam putih-abu 😂. Asyik, sih, karena enggak ada sekat antara kita dan pembaca. Tipe seperti ini menurutku mendatangkan keuntungan dan kerugian layaknya gaya bercerita yang lain 😂. Untungnya, yah, tadi; seolah-olah ada pendengar di hadapan kita. Pembaca langsung bisa terlibat. Ruginya? Karena terlalu bebas menempatkan posisi pembaca, cerita kadang terkesan sok asyik 😅. Cerpen ini enggak sok asyik, kok. Cuma, menurutku porsi yang Kakak berikan untuk pembaca mungkin harus diminimalisir dengan menghindari kata-kata seperti: Akan aku ceritakan .... 😂. Enggak salah, sih, balik lagi ke fungsinya. Cuma kata-kata seperti itu menurutku bisa dihilangkan dan enggak merusak plot.
Terus, bagian awal cerpen ini agak ngulur 😅. Kalau Kakak ingin mengangkat cerita Paramex, seharusnya bisa langsung ke inti. Enggak perlu membahas kelas di lantai atas dengan segala gerutuan si tokoh utama 😅.
Ada juga beberapa kata yang enggak sesuai, kayak: uztad 😂. Apa itu uztad? 😂 Dan yang membuat aku bertanya-tanya adalah: kalau si Paramex terbukti aliran sesat, kenapa masih dipekerjakan? 😅
Ya. Lain waktu mungkin Kakak harus lebih berhati-hati lagi dalam memilih adegan untuk paragraf-paragraf pembuka. Memang, kita butuh intro, tapi harus pintar-pintar memilah dan memilih agar isi dari cerpen bisa dibawakan dengan baik.
Sekian. Semoga berfaedah.
Kita Selamanya
Nilai : 7.0
Lagi-lagi aku merasa seperti membaca kisah sendiri. Menarik, karena Kakak mengambil garis besar cerita yang umum 😅. Justru itu tantangannya. Kalau garis besarnya sudah umum, maka pengemasannya harus berbeda. Kemasan yang aku maksud adalah diksi.
Rentetan adegan menurutku bisa dikatakan rapi. Meski enggak rapi-rapi banget 😂. Kakak terlalu banyak mengulang. Mungkin ingin memberi penekanan bahwa si Aku orang yang introver. Namun, itu malah jadi bumerang 😂. Karena penjelasan yang bolak-balik itulah, kejenuhan cepat menyusup.
Lalu, soal pengenalan tokoh utama. Aku enggak bisa bilang, bahwa apa yang Kakak lakukan adalah gaya menulis Kakak dan aku membenarkan 😅. Pengenalan yang seperti, namaku Mawar. Usia enam belas tahun. Masih jomblo dan introver, itu sudah klise. Sayang, kalau cerita ini dimulai dengan kalimat seperti itu. Apalagi, sebelumnya sudah ada paragraf pembuka yang langsung ngena, meski menurutku ada kesalahan pengetikan dan tanda baca 😅. Memang, agak susah mengenalkan tokoh, apalagi kalau pakai POV 1 😅. Namun, ada beberapa hal yang menurutku bisa dijadikan tips untuk memberi tahu siapa nama tokoh utama kita, jika pakai POV 1. Berikut tipsnya 😉:
Gunakan tokoh lain untuk memanggil nama tokoh utama kita. Dalam cerpen ini kan ada Nadia dan Rika (meski Nadia enggak dapat bagian sama sekali 😂). Dan memang ada bagian di mana Rika mengucapkan nama panggilan Amelia.
Enggak semua pembaca butuh nama tokohmu. Ada satu cerpen menggunakan POV 1, dari awal sampai akhir aku enggak tahu nama tokohnya 😂. Tapi, tetap memberi kesan. Karena yang dilihat adalah karakter si tokoh, bukan namanya. Jadi, dalami lagi karakter si tokoh. Itu, sih, yang menurutku penting alih-alih nama 😂.
Tahan diri. Ini balik lagi ke poin satu dan dua. Gunakan tokoh dan lebih dalami karakter tokoh.
Cerita ini memang menyuguhkan hal positif, bahwa dalam berteman enggak harus yang se-karakter 😂. Sayangnya, keunggulan dalam cerpen ini sedikit tertutup lantaran banyak bagian mubazir. Jadi, kayak masih di awang-awang 😅. Dan mendekati ending, eksekusinya jadi terkesan terburu-buru. Mungkin lain waktu bisa dipastikan lagi mana yang kurang dan mana yang mubazir (catatan ini juga buat aku 😅).
Sekian. Semoga berfaedah.
Sahabat Pertama
Nilai : 8.2
Ketemu cerita yang kocak lagi 🤣. Isi ceritanya ringan. Humor dalam dialog segar, meski dalam peraturan ketat sedikit menyalahi 😅. Karakter Deka juga sudah menggambarkan bocah pada umumnya.
Namun, untuk mencapai klimaks, latar belakang masalah dalam cerpen ini terlalu mengambil ruang di bagian-bagian awal. Kakak terlalu jauh menyorot. Saat-saat Dekat bertemu Black, menurutku agak memakan porsi di awal-awal. Dan ketika hampir sampai di penghujung cerita, sisi Black baru teraba 😅. Padahal, Black-lah yang menderita 🤧. Mungkin kalau mau diakali bisa memakai alur mundur-maju. Biar lebih berasa perasaan Deka yang menyesal dan masih menanti kepulangan Black 😅.
Tapi, tetap, cerita ini menghibur dan asyik.
Oke. Baik. Selesai.
Cerita Usang
Nilai : 7.0
Secara keseluruhan, menurutku cerpen ini punya daya tarik tersendiri, terlepas dari enggak ada sangkut pautnya sama tema 😅 (mungkin Kakak ingin mengangkat ide soal usaha melupakan perasaan gundah gulana yang menjerat masing-masing tokoh, tapi menurutku cerita ini enggak mencerminkan hal itu 😅). Menghubungkan penulis dan pembaca setianya. Siapa, sih, yang enggak mau? Aku juga pengin bisa obral obrol dengan Jonathan Stroud 😅. Dan untaian kata-katanya ngalir 👍.
Tapi, banyak hal yang aku sayangkan. Alih-alih fokus dengan karakter si Aku, di bagian pertengahan Kakak justru menghadirkan polemik lain 😅. Jadi, semua ambyar dan goyang. Kek goyang ngebornya Mbak Inul 😅. Dari atas sampai bawah diajak mutar-mutar, alhasil aku mabok 😅.
Bagus, sih, Kakak mengangkat sub ide yang mengangkat tentang masalah kekerasan dalam keluarga. Enggak banyak cerita yang mengisahkan hal itu. Namun, pengemasannya enggak tepat sasaran. Mungkin Kakak bisa memilih salah satu antara Vian dan Mita. Jika Kakak memilih Mita, maka konsistenlah pada dia. Jangan ada Vian. Cukup Mita dan tekanan batinnya. Dengan akhir yang tragis seperti itu (di mana Mita mati membawa kenangan yang dilupakan) aku rasa bakal top markotop 😅. Kalau ingin Vian, fokus juga pada dia. Jangan ada Mita karena merusak ritme cerita. Fokus pada perasaan Vian, bagaimana dia mengingat semua luka dari keluarganya dan cara dia bertahan 😅.
Jadi, (ini buat catatan aku juga. Kemarin habis ditampol juga karena angkat dua masalah 🤣) fokuslah pada satu persoalan. Uraikan. Jabarkan. Deskripsikan. Dan jangan lupa, edit setelahnya 😅.
Oke. Semoga berfaedah.
Bunny
Nilai : 8.2
Pembukanya keren. Langsung ke inti. Enggak bertele-tele 😅. Langsung tahu, kalau ini tentang Bunny dan tokoh utama. Dan aku menanti-nantikan ide yang mengaitkan si tokoh dengan benda kesayangannya. Eksekusinya, menurutku mulus. Karakter Key yang bocah terasa banget.
Cuma, yang aku sayangkan, kenapa pakai POV 1? 😅 Dengan paragraf setelah jeda, rasanya jadi hambar karena ternyata itu kisah yang kembali dituturkan papanya Key. Kayak kurang natural 😅. Kalau untuk mencakup latar belakang dan dari tokoh sampingan, menurutku akan lebih cocok jika pakai POV 3 terbatas 😅.
Dan jangkauan kenangan bersama Bunny menurutku terlalu luas 😅. Sesi kehilangan Bunny jadi hanya muncul di akhir 😅. Semuanya dituang dalam sekali take. Jadi, memberi kesan dipaksa supaya padat 😅.
Juga, ada sandungan kecil di pengetikan 😅.
Oke. Baik.
Teman, Bolehkah Aku Merindu?
Nilai : 8.9
Segala aspeknya, menurutku ngena. Meski enggak ada diksi yang harus buka KBBI V, tapi justru tampilan yang apa adanya inilah yang membuat cerpen Kakak berkesan dan natural. Secara pribadi, aku juga suka perumpamaan dalam dialog Tania 😂. Walau enggak diekspos langsung, tetap cucok.
Oke. Sekian.
Yang Telah Pergi
Nilai : 7.2
Sepertinya event kali ini—secara enggak sengaja—mengangkat kisahku 😂. Meski enggak persis banget, tapi benar-benar serasa aku lagi nulis diary 🤣. Aku juga merasakan kemiripan kisah dengan cerpen ini 😂. Bedanya, nenekku enggak kena stroke.
Baik, cerita ini berkesan, itu sudah jelas. Buat aku, setiap kisah yang dirangkai entah berbentuk cerpen atau novel, mempunyai kesan tersendiri. Dan aku menangkap adanya keakraban yang kental antara cucu dan nenek. Hingga si cucu dewasa dan kembali ke rumah, sosok neneknya masih terpatri di ingatan. Bagus.
Seperti halnya gading gajah, berikut ada beberapa yang menjadi sorotanku 😅:
Menurutku, paragraf pembuka sudah bisa memancing rasa penasaran pembaca (aku pikir, ini cerita soal cinta-cinta LDR 😂). Namun, karena terlalu lama menyorot saat-saat di bandara, kesannya jadi mubazir dan membuat pembaca cepat bosan. Menurutku, bisa lebih diringkas lagi 😂.
Permainan alur yang kurang rapi. Perpindahan alur enggak hanya bisa menggunakan jeda paragraf (****) 😂. Apalagi ada kesan ini alur maju. Dan kupikir memang alur maju, tapi ternyata campuran. Menurutku, biarkan itu maju. Pas sampai di rumah, baru Kakak buat si tokoh bernostalgia.
Banyak bagian di pertengahan yang tumpang-tindih 😅. Serasa dijejalkan dengan kondisi si nenek, pemikiran si tokoh, dan perasaan si tokoh yang gamang 😂. Menurutku, ini bisa diuraikan secara perlahan dari awal cerita dimulai. Jadi, begitu sampai ending, kisah ini bisa ditutup dengan baik. Dan perasaan melupakan bisa berbaur apik dengan kehilangan.
Sekian. Semoga berfaedah.
Samping Jebat
Nilai : 7.2
Ceritanya realistis 😂. Kayaknya hampir semua anak perempuan mendapat wejangan yang sama sebelum nikah. Menurutku, alurnya enggak terlalu berantakan. Dan menjadikan samping kebat sebagai perantara untuk kembali mengingat, menurutku itu bagus. Seperti ada ikatan emosi. Apalagi, si ibu benar-benar memperjuangkan samping kebat itu.
Namun, kamera yang Kakak letakkan untuk menyorot setiap adegan terlalu jauh 😅. Pengambilan plot yang dimulai sebelum tokoh menikah dan diurutkan dengan plot-plot seputar keluarganya, menurutku mubazir 😅. Jadi, Chemistry yang seharusnya bisa mengundang simpati malah enggak terasa sama sekali. Seharusnya, Kakak fokus saja pada samping kebat. Bisa dimulai ketika si tokoh sudah memiliki anak. Bertuturlah dia soal sejarah samping kebat yang diceritakan ibunya. Fokus hanya pada si tokoh utama dan ibunya saja 😅. Atau, bisa juga diambil dari sudut pandang si ibu. Dan ini kayaknya bisa lebih ngena di tema 😅. Perjuangan si ibu mendapatkan simpang kebat bisa jadi kisah yang dilupakan, lalu diingat kembali yang bagus. Ini pendapatku, sih 😅.
Jadi, lain kesempatan mungkin Kakak harus lebih fokus lagi untuk memilah dan memilih adegan (catatan ini juga untukku). Karena ini cerpen, fokuskan saja pada satu-dua tokoh dan satu permasalahan. Jangan terlalu jauh menyorot cerita, karena itu akan membuat cerpennya goyang 😅.
Sekian. Semoga berfaedah.
Menolak Lupa
Nilai : 7.9
Yang patut diacungi jempol dari cerpen ini adalah narasi dan ide yang ditawarkan 😅. Aku enggak tahu, apakah tebakanku benar atau salah. Aku merasa bahwa ada pesan implisit. Setiap kejadian yang dirangkai seperti punya hubungan sebab-akibat. Kayak sosok yang selalu ada di antara si tokoh dan teman-temannya, yang menurut pemahamanku, adalah sebab si tokoh dilupakan. Entah sosok itu memang nyata di cerita ini atau hanya berupa perumpamaan 😅.
Bagus banget, Kak. Aku larut dalam narasinya. Cuma, kemunculan Ikora jadi tanda tanya tersendiri 😅. Awalnya, kukira memang Ikora ini berasal dari dunia yang sama dengan si tokoh. Namun, kemunculan dewi, kurcaci, dan lain sebagainya dengan nama yang kebarat-baratan, seperti membentuk plot sendiri; cerita sendiri 😅.
Belum lama ini aku baca cerpen (aku lupa nama penulisnya, tapi beliau orang terkenal) di mana si tokoh utama bertindak sebagai karakter dalam cerita game. Dari awal seolah si tokoh ini adalah pasukan elite pembebas sandera. Namun, di akhir terdapat twist bahwa dia hanya seorang player 😂.
Cerpen ini sama sekali enggak mirip dengan milik beliau. Aku hanya membuat perbandingan 😅. Jika beliau fokus pada hal itu—player yang seolah karakter game—dan kalau memang apa yang aku tangkap tentang cerpen Kakak benar, maka Kakak sudah menghabiskan sekitar separuh cerpen untuk kisah yang mubazir 😅.
Narasinya enak dibaca, serius. Aku suka gaya menulis yang sedikit menyerempet ke arah penerjemah 😅. Namun, kehadiran Ikora bagiku tetap seperti gempa yang menggoyangkan premis.
Mungkin Kakak ingin menggambarkan sosok yang kesepian setelah dilupakan teman-temannya. Dengan menjadikan salah satu karakter game—maaf, kalau aku salah tangkap—sebagai teman senasib sepenanggungan. Cuma, porsi si teman ini terlalu banyak 😅. Dan lagi, sampai akhir aku enggak tahu siapa Ikora sebenarnya dan apa yang dia lupakan 😅.
Baik. Sekian. Terima kasih karena sudah memanjakan mataku 😅. Semoga berfaedah.
Kenangan Saat Tour
Nilai : 6.7
Cerita punya makna, yaitu: jangan takut mengungkapkan kebenaran. Tapi, cara kakak mengemas cerita ini menurutku masih kurang apik 😅.
Soal pengenalan, aku setuju dengan pendapat jeng Thiya 😅. Mari kita skip bagian itu (Kakak bisa langsung mengunjungi akun Montase Aksara 😄). Nah, yang menjadi sorotanku selanjutnya adalah kenapa enggak langsung ke inti? 😅 Aku merasa kalau bagian awal dan akhir adalah sesuatu hal yang sangat mubazir. Iya, tahu, aku juga penggemar salah satu grup dari SM. Tapi, kita enggak boleh egois. Dengan Kakak mencantumkan paragraf pertama dan terakhir di cerpen ini, menurutku Kakak sudah menggoyangkan ritme yang seharusnya bisa kokoh.
Kenangan yang dipaparkan, kalau bisa dibuat fokus (hapus bagian perkenalan dan soal si tokoh menjadi trainer di SM 😅) dan diberi polesan diksi agar show-nya lebih menonjol dibandingkan tell, menurutku bakal apik. Namun, harus tetap diingat, kelogisan dan keluwesan cerita juga harus diperhatikan agar cerita itu bukan sekadar kisah angin lewat, tetapi kisah yang seolah pernah ada. Kisah itu terkesan hidup dan bisa menempel di hati pembaca 😅.
Baik, perhatikan lagi mengenai tanda baca dan yang merupakan peraturan ketik-mengetik 😅. Fokus lagi untuk pengambilan adegan atau plot, buang yang enggak penting, dan godok lagi sebelum dikirim (catatan ini juga untuk diriku sendiri).
Sekian. Semoga berfaedah.
Lima Ratus Keping
Nilai : 9.0
Kalau ada kategori ide terbaik, aku bakal pilih cerpen ini. Aku sangat suka eksekusi Kakak. Menggunakan puzzle sebagai pintu untuk masuk ke cerita, menurutku itu ide brilian. Setiap kepingan yang jadi membawa kisah masing-masing. Dan peletakan kata kunci pun sangat bagus. Apalagi pas di akhir. Twist yang ciamik. Di pertengahan aku kayak dikasih clue, kalau si tokoh memang punya masalah dengan ingatan 😅.
Mantap!
Jangan kaget, yah, kalau suatu hari nanti aku juga memakai rangka seperti cerpen ini.
#digeplak yang punya karya.
Oke. Sekian.
Sekian hasil laporan Mawar. Ingat, tidak ada karya yang jelek. Yang ada hanya perlu berlatih dan lebih giat membaca lagi. Terima kasih.
😘😘😘😘
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro