❄️4. Berwajah Dua
Sang guru tetap tidak menjawab, bahkan wanita itu dengan santainya menggandeng tangan Nebula ke arah pintu neraka. Pintu kayu keramat yang sering dianggap sebagai perbatasan antara surga dan neraka. Iya, perbatasan ajaib yang bisa membuat para murid merubah mood-nya dalam sekejap.
Sembari melirik ke kiri dan kanan, lantas gadis itu menghela napasnya kasar. Bola matanya menatap kosong ke arah pintu keluar sekolah yang dijaga ketat oleh pria berseragam putih dan celana bahan hitam itu.
"You have what problem with me?" tanya Nebula malas. Gadis itu menelan salivanya susah payah walau apa yang terucap kerap kali berbeda dengan apa yang ia rasakan. Tapi biarkan saja, ini merupakan hal baik yang bisa dimanfaatkan agar tidak terlihat lemah di depan gurunya itu.
Beberapa detik berikutnya, Nebula pun mulai menarik telapak tangannya dari genggaman horror Miss. Sunshine. Hingga kepala guru Bahasa Inggris yang awalnya menatap lurus ke depan pun menoleh dan berbalik posisi.
Kedua tangan Nebula dibuat terlipat di depan dada, lantas gadis itu berkata seraya menaikkan sedikit posisi dagunya agar terlihat percaya diri. "You mau foto sama I?
Miss. Sunshine sontak mengangguk. Bukannya tersenyum, tapi seluruh raut songong yang sudah Nebula usahakan untuk bisa tampil di hadapan gurunya itu justru luntur dalam hitungan detik.
Otak gadis itu seketika berhenti bekerja, bahkan pita suara yang selama ini menjadi peran utama dalam pembantahan pun ikut bungkam. Ia mengerjap beberapa kali.
"Yuk?"
Sebentar, ini pasti ada yang tidak beres. Apa jangan-jangan Miss. Sunshine sengaja melakukan ini demi pendekatan pada Karma? Tidak, ini tidak boleh sampai terjadi. Bisa kiamat dunia karir Nebula sekarang.
Kedua bola mata gadis itu seketika terbelalak. Menatap Miss. Sunshine penuh rasa tak percaya walau wanita itu masih setia mengembangkan senyum.
Tidak ada orang pula di sini. Eh, apa jangan-jangan gurunya itu sengaja merencanakan sesuatu yang bisa membuat gadis itu hempas dari SMA Daun Biru? Sip, kalau sampai terjadi, akan ia pastikan kalau para Bul-Bul akan meneror kediaman wanita najis itu.
"Nggak jaditah? Hpnya mana?" Sudut bibir Miss. Sunshine terangkat sinis. Tahu betul ia bagaimana lawannya sekarang. Kalau memang sang murid sudah berani menentang dari awal, kenapa tak ia ladeni saja sampai puas?
Lagi dan lagi, Nebula berhasil dibuat tak tahu harus berkata apa. Memang benar-benar, ya, tak pernah sekali saja sang guru mengalah demi kebahagiaan muridnya sendiri!
"Saya, 'kan, juga salah satu fans kamu, Nebula," ucapnya.
Tolong ... tangan Nebula tak lagi sanggup untuk menahan kuasa agar tak menarik rambut sang lawan bicara. Bukan, mana ada orang yang bangga jika dibalas seperti ini? Ia tahu, pasti sudah direncanakan demi mempermalukan si pemilik kebiasaan buruk.
Bibir Nebula seketika bergerak kaku, bahkan kepala yang semula menjulang tinggi justru menunduk bagai tak berani menatap sang lawan bicara. Baiklah, ia akui kalau kali ini kekalahannya. Tapi tidak untuk pertemuan lain!
"Ya udah, iya, saya inget kalau hp-nya diambil ayah dan nggak tau dibalikkin kapan."
Suara tawa sinis justru menggelegar di area pendengaran gadis berusia 16 tahun itu sampai kedua tangannya pun mengepal kuat seraya menatap Miss. Sunshine penuh emosi.
"Apa, sih? Miss suka banget kayaknya ngerebut kebahagiaan saya. Maunya apa coba?" Setetes air mata perlahan lolos dari pelupuk mata gadis bersurai hitam sebahu itu.
Miss. Sunshine menghela napas pelan seraya mengusap air mata Nebula. Jujur, sebagai seorang ibu, ia juga tak tega apabila melihat seorang gadis menangis. Tapi baiklah, ia akui kalau dirinya juga suka khilaf dalam menghadapi seorang murid.
Kedua tangan Miss. Sunshine sontak menarik tubuh Nebula hingga jatuh ke dalam pelukannya. Mengusap puncak kepala gadis itu, bahkan dibalas oleh Nebula yang diam-diam ikut meletakkan tangannya di punggung sang guru, walau selang beberapa detik kemudian Nebula sadar kalau ini tidak normal. Baik, ia tidak boleh luluh dan menganggap kalau Miss. Sunshine adalah manusia baik hati yang bisa merebut hati sang ayah!
"You no need hug I! I don't need! Kalau you cogan macam Cha Eun Woo atau Shawn Mendes, I ikhlas." Baiklah, cepat ia buang halusinasi soal Miss. Sunshine yang akan menjadi ibu tirinya seperti di film Cinderella.
"Tadi juga nyaman," sindir wanita itu.
Nebula bungkam seketika, lantas dengan segera mengalihkan pembicaraan. "Terus the propose (purpose) from ngajak me keluar kantin apa?"
Tawa Miss. Sunshine seketika pecah. Astaga, memang Nebula ini selain menyebalkan, tetapi juga menghibur walau memalukan.
"Nebula, mending nggak usah bicara bahasa Inggris daripada malu-maluin."
"Loh?" Kedua alis Nebula seketika terangkat. "Fungsinya guru di sekolah kan untuk mengajar. Kalau saya bener, berarti fungsi Miss di sekolah apa?! Emang bener, ya, murid itu selalu salah!"
"Nah, mending ngomong kayak gini. By the way, arti dari propose is—"
Siap, daripada dirinya semakin malu, lebih baik Nebula segera pergi dari sana dan kembali ke kantin. Ia yakin, pasti memang tujuan dari Miss. Sunshine itu enggak penting-penting amat, tapi mau meluluhkan agar direstui menjadi ayahnya.
"Nyebelin banget si Singa Betina. Ganggu aja!" Kedua matanya memicing seraya menghentakkan kaki ke atas lantai sembari mengoceh tak jelas. Melangkah ke arah Asya dan Halona yang segera menoleh tanpa mempedulikan beberapa bisikan dari manusia-manusia tidak penting di ujung sana.
"Nebula!"
Ah, apa pula itu guru hobi kali memanggil? Memang tidak ada kerjaan lain? Dengan terpaksa Nebula menghentikan langkahnya di tengah jalan. Baru saja mau menoleh dan menghampiri, tapi sosok bayangan kembaran kuntilanak, eh astagfirullah, Nebula harus istigfar supaya dosanya tidak semakin numpuk—sudah berdiri tepat di hadapan wajahnya.
Gadis itu kembali menghela napasnya kasar. "Apa?"
"Saya belum selesai ngomong, kenapa udah balik? Malu kalau tadi nangis?"
Ya Allah, kalau saja ia sedang memegang ponsel sekarang, maka sudah dapat dipastikan kalau kameranya menyala.
"Nebula nangis lagi? Ada apa, tuh?" sahut suara iblis dari gadis bersurai hitam panjang di ujung sana.
Nebula menggelengkan kepalanya cepat.
Lagi, mungkin ini sudah menjadi hobi Miss. Sunshine saat berada di kantin. Cewek itu kembali dibawa keluar dari area perjamuan daripada harus membuat sang siswi menahan malu.
"Apa lagi? You mau ngapain narik I terus? You belum puas bikin I malu kemaren pas masuk kelas, dan lari dari BK?"
Menghela napasnya kasar, baru kemudian Miss. Sunshine memicingkan mata. "Kamu ini anaknya penuh curiga, nurun dari siapa, sih?"
"NGGAK USAH BAWA-BAWA ORANG TUA SAYA!" Setiap kata ia tekankan dengan jelas. Berani-beraninya si iblis setengah betina dan jantan itu membawa nama keluarga.
"Baik, daripada saya ribet ngomong sama anak bocah, saya akan to the point. Kamu ..." ia menunjuk dada Nebula seraya melukiskan senyum horror—entah ini yang ke berapa kali, "belajar bahasa Inggris sama tutor dari saya secara privat."
"Hah?! For why?"
"Sudah dibilang nggak usah bicara bahasa Inggris, masih aja ngeyel. Bocah gendeng."
Bibir Nebula perlahan mulai mengeluarkan berbagai macam sumpah serapah yang ia harap akan menjadi nyata. Memang gila gurunya itu.
Kalau saja bukan untuk menunjukkan rasa baktinya pada sang ayah, dan telah nyaman bersekolah di sini, sudah dapat dipastikan tak 'kan sudi gadis ini menetap.
"Nilai kamu sangat buruk, nilai sikap pun kalau bisa saya tulis jadi F atau Z mungkin sudah saya lakukan. Ini mengancam nasib kamu untuk bisa naik ke kelas sebelas."
Nebula terdiam seraya menutup kedua telinga. Berisik kali si singa, tak bosan-bosan berceramah soal nilai. Lagi pula, kalau sudah lulus nanti dan butuh jasa bahasa Inggris, masih bisa menggunakan translator. Fungsi duit apa kalau tidak dimanfaatkan?
"Intinya, saya mau kamu belajar sama murid kesayangan saya."
Selang tak lama Miss. Sunshine menyebut nama haram—khusus di telinga Nebula, emosi gadis itu seketika bergejolak. Buset, sip, dia harus membuat laporan pada Karma agar bisa mengajukan gugatan pemecatan guru di ruang kepala sekolah.
"Nggak! Najis! I masih mending diajarin you walau suka mual."
"The choice is yours, Nebula. Saya tinggal menunggu hasil, tidak peduli lagi sama penolakan. Kalau tidak naik kelas, ya ... mudah saja, tinggal pindah sekolah atau belajar bersama adik kelas. Bisa juga nama kamu jadi jelek di hadapan publik. Simple, right?"
"Miss, I now you is kind, but ... tolong, saya janji bakal jadi anak berbakti di sekolah kalau you cancel anuannya ...." Kedua telapak tangan gadis itu menyatu, berharap kali Miss. Sunshine mau mengubah keputusan.
Hai, apa kabar? Gimana semingguan ini? Capek? Overthinking dan nangis di bawah selimutkah sambil curhat sama Tuhan?
Udah nggak apa-apa, nangis aja biar lega. Nggak ada yang ngetawain kamu tau. By the way, aku kalau lagi overthinking juga suka mikir kayak gini
Kalau overthinking itu kan pikirannya negatif ya, nanti aura-aura negatifnya bakal ketarik gitu. Jadi, yang kejadian pun akan negatif. Tapi kalau kita mencoba biat positif, semua yang terjadi juga positif.
Sebenernya ini juga diajarin temen saya, tapi saya harap kalian bisa bangkit dan semangat lagiii🥰
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro