🧒19. 1+10=11
Liked by bongbongcantik and 900.235 others
Nebulamerichie Hai, Bul-Bul! Ini dia peci yang biasa sering dibeli sama Ayah! Tapi berhubung dia lagi sibuk, kita cobain ke Kak @Arcasorchastor aja, ya! Peci ini terbuat dari kain katun pilihan yang harganya murce endolita kayak harga es krim Walles di supermarket. Yuk, biar tambah ganteng kayak RoWoon, kita beli diiiii @saturasisenjapecistore
@CloudMajesty: "Kak Arcas sama Kak Nebul cocok banget😍😍."
@Istritaehyung: "Oh my god to the moon, calon imam gue nyasar. Eh tapi udah cocok sama Kak Nebul. Aaaaaa calon couple goals akyu!!"
@Petogpingitanjelek: "Kak Nebul aku sebagai Bul-Bul yang baik doain Kakak biar langgeng sama pacarnya."
@AlannaChrystalNaralea: "Woii udah kayak Hamish Daud sama Raisa!!"
@Ninisbauketeksehun: "Omoo .. cinca! Saranghaeyo oppa, serasi kali la kelen ni. Bismillah ipon 12 pro max."
View all 78902 comments ....
Astagfirullah, jujur, enggak bohong, rasa-rasanya sudah banyak kali bakteri salmonella yang masuk ke dalam matanya. Eh, sebentar sejak kapan jenis bakteri itu menginfeksi mata, bukan area usus? Sip, biar saja.
Nebula sudah pusing dengan komentar netizen sampai tak sadar jika guru Matematika yang tengah menerangi di depan menoleh. Menatap gadis itu bulat-bulat, bahkan sesekali memicingkan mata saat manusia di kursi belakang sana memijat pelipisnya pelan.
Terus mengusap layar ponsel di atas meja yang ditutupi oleh buku cetak Matematika nyatanya membuat Nebula semakin tak mengerti dengan isi dunia yang aneh ini. Astaga, makin sakit pula matanya membaca komentar aneh dari netizen walau tak bisa dipungkiri bahwa senyumnya sedikit terlukis.
"Nebula?" Suara cempreng milik seorang wanita berambut sebahu yang masih setia menghentikan aktivitas menulisnya di papan itu berhasil membuat gadis itu sedikit mendongak.
"Ya?" tanyanya dengan wajah tak berdosa.
Selang beberapa detik kemudian, barulah gadis itu tersentak sampai melemparkan ponselnya ke dalam laci meja. Menatap guru itu bulat-bulat sembari mengerjapkan mata beberapa kali seraya berharap sang guru kembali menatap rumus daripada terdiam seperti patung liberti.
"Apa? Ada apa? Ibu nggak manggil atau nyuruh saya maju, 'kan?"
Sambil membetulkan letak kacamatanya, wanita itu mendengus sambil menggelengkan kepala. "Lapor meja piket."
Astaga, memang, ya, yang namanya guru Matematika itu selalu saja rese! Enggak di mana pun dan kapan pun, pasti ujung-ujungnya darah tinggi dan memaksa muridnya untuk melaporkan diri ke guru piket. Entah mungkin waktu masih sekolah, mereka merupakan salah satu korban dan kini adalah waktunya untuk membalas dendam. Sip, ini teori konspirasi darimana.
"Satu ditambah sepuluh sama dengan sebelas. Sekarang udah sebelas detik terlewati cuman buat liatin kamu yang duduk bengong sambil manyun-manyun."
Huh, dasar! Untung saja masih suasana belajar, kalau enggak, sudah ia pastikan kamera ponselnya merekam aksi guru itu dan menyebarkannya di media sosial. Bersyukur saja, kali ini Nebula masih berhati-hati agar Karma tak perlu repot-repot datang ke sekolah hanya karena hal tidak penting.
"Iya, ih. Sabar. Itungin aja terus detiknya sampe bel pelajaran bunyi biar puas." Usai berucap, gadis itu berlari kencang dari tempat duduknya menuju pintu keluar. Tentu saja beberapa pasang mata sudah menatap ke arahnya dengan penuh ketakjuban karena sudah mewakili isi hati mereka.
"Jangan lupa catat atas pembicaraan tidak sopan!"
Iya, Nebula menutup kedua telinganya sembari mengayuhkan kaki ke celah pintu yang terbuka. Sampai seorang guru yang rasanya sudah sebelas dua belas dengan Miss. Sunshine itu kembali mengembuskan napas kasar.
Usai melangkah keluar, gadis itu kembali tersenyum. Ya ampun, lega kali rasanya habis keluar dari kandang harimau. Berjalan selambat mungkin hingga akhirnya gadis itu menemui Arcas yang masih sibuk berdiri di samping meja piket.
Ngapain dia? Bolos, ya? Apa jangan-jangan karena bosen? batin Nebula.
Lelaki yang baru saja digibahi dalam hati itu seketika menoleh—dari yang awalnya fokus menatap gerakan jemari guru piket yang sibuk menari di atas kertas surat izin.
Entah apa yang merasuki Nebula sekarang, tapi yang jelas sudah terlihat sorot mata api dari tatapan sang garis yang langsung bergerak cepat menghampiri Arcas.
Astaga, tolong, ya, ini salah Arcas! Mana ada coba titik kecocokkan antara mereka? Pokoknya Arcas harus tanggung jawab sama ganti rugi!
"Kak!" panggil Nebula yang langsung membuat seorang pria bertubuh lebar itu mendongak.
"Ada apa? Kamu mau ikut ke ruang OSIS?"
"Sebentar, saya izin pinjem Kak Arcas."
Tanpa mempedulikan bagaimana reaksi dari sang guru, Nebula langsung menarik tangan Arcas 'tuk sedikit menjauh dari sana.
"Duh, apaan sih?"
"Gara-gara lo, Kak!"
Alis sebelah kiri milik Arcas sontak terangkat, lantas menggelengkan kepala dan lanjut melangkah menghampiri guru yang sedang bertugas sembari menatap ke arah jam dinding di depan meja piket.
"Woi!"
"Apa?"
"Gara-gara lo, kita jadi dijodohin sama netizen!"
Arcas ber-oh-ria sambil menganggukkan kepala, lantas mengacungkan jempol di udara—sesekali menoleh ke arah Pak Duda yang rasanya lama sekali dalam mencari kertas surat izin.
Menurutnya, ini bukan masalah, bahkan cenderung mengarah pada sesuatu yang tidak penting. Ya ... emang dasarnya cewek, enggak pernah mempermudah sesuatu. Kalau memang jodoh, ya harus bagaimana lagi? Menolak? Enggak akan bisa.
Lagian kalau boleh jujur, Arcas sedikit gemas dengan Nebula yang selalu melebih-lebihkan segala sesuatu, apalagi terus membuatnya harus bergerak cepat di kala situasi yang bisa merusak nama baiknya sendiri.
"Kak!" Sembari menghentakkan kakinya ke atas lantai, gadis itu sontak mengembuskan napasnya kasar. Benar-benar, kalau tidak menyebalkan, bukan Arcas namanya!
"Nebula Merichie Karmayanti, jangan lupa lapor piket!" teriak guru Matematika yang sudah memunculkan kepalanya di sela pintu.
"Lah, jadi dari tadi udah melakukan pelanggaran toh? Terus kamu gangguin ketua OSIS, itu jadi nambah lagi," sahut pria dengan kacamata bulat bergagang emasnya.
"Nah, udah mending lo laporin diri sendiri dulu daripada bawel. Kasian Pak Duda." Arcas kembali bersuara sembari mengambil kertas yang akhirnya selesai ditulis, lantas bergerak menuju ruang kepala sekolah untuk mendapatkan tanda tangan.
"Udah, sini Nduk, tulis dulu pelanggarannya. Biar bisa balik ke kelas, kalau ringan."
"Kak, pokoknya urusan kita enggak pernah selesai!" teriak Nebula sembari mengepalkan kedua tangannya.
"Heh, jangan ganggu anak-anak lain yang mau belajar. Ayo, tulis sini, Nduk." Pak Duda—guru olahraga yang sudah lanjut usia itu kembali bersuara.
"Iya, ih. Sabar, yes."
"Hati-hati, loh. Artis harus bisa jaga omongan. Bahaya nanti kalau jadi contoh enggak baik buat publik." Lelaki itu kembali bersuara yang langsung dibalas anggukkan malas oleh Nebula. Lagi pula, selama tak ada yang merekam, masih bisa ia menjaga citranya agar tetap baik di hadapan para Bul-Bul.
"Nanti pulangnya gue anter, sekalian gue hukum lagi," bisik Arcas yang baru saja keluar dari ruang kepala sekolah, kemudian mengangguk penuh keramahan pada Pak Duda dan langsung menuruni anak tangga dengan cepat.
"Apa, sih? Lo sengaja, ya?!"
"Nebula, ayo dilanjut dulu catet perilaku buruknya. Kasian gurumu nunggu di kelas, Nduk." Jari telunjuk sang pria paruh baya menunjuk buku pelanggaran yang di atasnya tertuliskan nama Nebula Merichie Karmayanti sambil menggelengkan kepala.
"Kasusnya biasa sama Miss. Sunshine, tumben ini sama guru Matematika. Udah tobat, Nduk?"
Apa kabar?
Gimana hari ini?
Sebenernya kalau boleh jujur, selain selebgram, setiap anak tuh dituntut nggak sih buat bisa jadi contoh baik yang harus terlihat sempurna di mata orang-orang?
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro