Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

",•'° s m i l e i n t h e n i g h t

Update setelah sekian lama hiatus dicerita ini hehe, semoga suka ya

Barangkali lupa, bisa diliat dulu
part sebelumnya baru
balik lagi kesini

Part kali ini cukup panjang
2,5k word jadi jangan lupa buat
Vote + komen yg banyak ya

Happy reading 💜

"Dahyun-ah, sejak kapan kau memelihara hewan?" tanya Pinky begitu ia masuk ke dalam rumah, disusul Chaeyoung yang membawa sekresek makanan. Keduanya bertingkah seolah-olah tidak pernah melihat ketiga lelaki itu-terhipnotis.

"Hah? Hewan?" Dahyun segera melihat ke arah sofa, dimana ketiga lelaki itu telah berubah wujud menjadi hewan kecil yang menggemaskan seperti saat ditemukan oleh Soobin. "Ahh ... ya, sebenarnya mereka ini peliharaan lelaki yang tinggal di bawah."

"Si albino itu? tumben kalian akrab, biasanya bertengkar terus." Chaeyoung mendudukkan dirinya di sofa setelah meletakan kresek itu di atas meja. "Hah ... benar-benar melelahkan."

"Yah, aku hanya bersikap sebagai tetangga yang baik saja. Lagipula, aku tidak begitu akrab dengannya, masih suka bertengkar tapi tidak sesering dulu karena kami sama-sama sibuk. Oh ya, mau apa kalian kemari? Kenapa tidak menghubungiku dulu?"

"Ya, apa kami harus punya alasan untuk datang kemari?" Pinky berdecak kesal. "Kau tahu, semenjak kau putus dengan Hanbin, kenapa aku merasa kalau kau berubah? Kau seperti menyembunyikan sesuatu dari kami."

"Iya, kau juga tidak memberitahu kalau si albino itu punya peliharaan menggemaskan seperti ini." Tangan Chaeyoung sudah menjawil-jawil kelinci berwarna putih itu sementara si itik sudah pasrah saat tubuhnya dilempar-lempar bak bola bekel.

"Aku sama sekali tidak menyembunyikan apapun, aku hanya belum memberitahu kalian saja," alibinya. Dahyun jadi merasa kasihan melihat ketiga hewan itu dimainkan dengan bar-bar oleh kedua temannya.

"Kucing ini terlihat seperti harimau." Pinky mengamati wajah harimau kecil itu dengan seksama. "Ini bukan harimau betulan, kan?" tanyanya memastikan.

"Sayangnya, itu memang harimau." Gadis berbaju pink itu refleks langsung melempar harimau kecil itu seraya berteriak ketakutan. Beruntung, Dahyun masih bisa menangkapnya sebelum benar-benar terjatuh membentur lantai. "Pinky-ya, kalau dia jatuh bagaimana?! Kau mau bertanggung jawab?" suara Dahyun terdengar marah, membuat Pinky tertegun. Tidak biasanya Dahyun sampai membentaknya seperti ini apalagi hanya karena kesalahan sepele.

"Dan kau Chaeyoung, berhenti menyiksa mereka. Mereka itu sama-sama makhluk hidup seperti kita." Sekarang giliran Chaeyoung yang terkena semburan amarahnya. Dahyun lantas membawa dua hewan ditangan Chaeyoung itu dan memangkunya bersama harimau kecil yang sudah lebih dulu ia ambil alih.

"Dahyun-ah, bukankah kau terlalu berlebihan? Kau memarahi kami hanya karena 3 binatang itu?" Pinky benar-benar tidak habis pikir dengan kelakuan Dahyun. Gadis itu bertingkah seolah-olah tengah melindungi orang yang disayanginya, padahal itu hanyalah hewan peliharaan orang lain.

"Siapa yang memarahi? Aku hanya berusaha melindungi mereka dari tangan jahat kalian."

"Ck, kami hanya bermain-main saja."

"Tapi mereka jadi tidak nyaman. Mereka ... mereka bukan sembarang hewan. Mereka pernah celaka karena kecerobohanku dan aku tidak mau kalau itu terulang lagi gara-gara kalian." Mereka lagi-lagi terlihat kaget mendengar jawaban Dahyun, terutama Pinky-gadis itu bahkan sudah menggeleng-geleng tak menyangka. Apalagi saat ini Pinky memang sangat sensitif gara-gara ada masalah di kantornya, itu sebabnya ia mengajak Chaeyoung kemari supaya ia bisa refreshing dan melupakan masalah itu, namun sikap Dahyun malah semakin membuat mood-nya hancur.

Dahyun menghela napasnya panjang. Kepalanya kembali terasa pening hanya karena masalah ini. "Teman-teman, maafkan aku. Sepertinya aku butuh waktu sendiri."

"Ya, kau urus saja binatang peliharaan si albino itu," ujar Pinky sinis. "Chaeyoung-ah, ayo kita pergi." Gadis itu lantas keluar dari rumah itu sementara Chaeyoung hanya menatap Dahyun sesaat sebelum akhirnya menyusul Pinky.

Dahyun memejamkan matanya erat. Bibirnya mengulum sementara tangannya sudah memeluk ketiga hewan itu hangat. "Astaga, apa yang baru saja ku lakukan?"

Saat melihat ke luar, Dahyun tanpa sengaja melihat Yoongi yang tengah duduk dibangku yang ada diluar. Lelaki itu menoleh sesaat padanya sebelum akhirnya beranjak dan turun menuju rumahnya. Dahyun mengernyit, "Sejak kapan dia ada di sana?"

Seharian ini, Dahyun sibuk merevisi naskahnya. Gadis itu bahkan sudah berada di dalam kamarnya selama 3 jam namun ia sama sekali belum keluar dari kamarnya semenjak Pinky dan Chaeyoung pergi dengan kekesalan. Jelas, ia merasa bersalah pada kedua sahabatnya itu tapi ia memang tidak bisa membiarkan mereka menyiksa tiga aliennya-hanya ia yang boleh melakukannya.

Dahyun menghembuskan napasnya kasar, memijat pelipisnya kemudian meneguk air mineral yang dibawanya. "Kenapa ya, saat bertemu dengan orang asing, mereka selalu berubah wujud?" padahal, gadis itu mengingatnya dengan jelas kalau saat Pinky dan Chaeyoung sampai di rumah ini, mereka sempat kaget karena melihat ketiga lelaki itu namun dalam sekejap, mereka melupakannya. Seolah-olah ada yang menghipnotis mereka hingga saat ketiga lelaki itu berubah wujud menjadi hewan pun, mereka sama sekali tidak menyadarinya.

Dahyun teringat saat ia melihat Yoongi di luar rumahnya selepas kepergian Pinky dan Chaeyoung. Gadis itu mengernyit, mencoba memecahkan kepingan demi kepingan kemungkinan yang terjadi, "Seolma, Yoongi yang mengatur situasi tadi?"

Gadis itu ingat sesuatu. Ia mengeluarkan amplop yang diberikan Seojin tadi pagi lantas membaca kembali kontrak dan ketentuan yang harus ia lakukan selama merawat ketiga alien itu. Selama membaca, Dahyun mengangguk-ngangguk paham sampai tiba di kalimat paling terakhir. Kalimat bercetak tebal yang ditulis dengan kapital cukup besar.

DALAM BATAS WAKTU TERTENTU, KAU HARUS MEMILIH SATU DARI TIGA MAKHLUK ETERNITY YANG ADA. JIKA TIDAK BISA MELAKUKANNYA MAKA KEMBALI LAGI KE PASAL SATU.

Bunyi pasal satu: "Semua perintah dan larangan adalah mutlak. Lakukan atau nyawamu yang menjadi taruhannya."

"Dasar gila. Mereka sedang mempermainkanku, huh?"

"Ya! Yoongi-ya! Keluar! Aku tahu kau ada di dalam." Dahyun memencet bel berulang kali dan menggedor pintu Yoongi tak sabaran. Tak lama, lelaki itu membukakan pintu dan muncul dengan wajah khas orang baru bangun tidur. Wajah membengkak, mata sipit yang sulit dibuka dan desain rambut terkena angin topan.

"Ck, ada apa kau kemari malam-malam?" Yoongi menguap lebar. Tidurnya benar-benar terganggu.

"Ya! Apa maksudnya yang ada di kontrak ini? Memilih satu? Ck, kalian benar-benar sudah gila," cerocos Dahyun tanpa basa-basi. Yoongi menghela napas, ia sudah tahu kalau ini akan terjadi.

"Masuklah, aku akan menjelaskannya di dalam."

"Shiro! Bagaimana jika kau memberiku cairan magis yang membuatku terhipnotis lalu menandatangani kontrak itu? yang pagi tadi juga, itu ulahmu, kan?" Dahyun sama sekali tak memberi jeda untuk Yoongi berpikir. Gadis itu terus mencerocos semaunya. Mudah kesal dan tak sabaran, dua sifat itu melekat sekali di diri Dahyun.

"Tidak ada yang seperti itu, tapi soal tadi pagi, memang aku yang melakukannya karena bisa gawat kalau teman-temanmu itu melihat mereka sebelum kau menandatangani kontrak. Keselamatan mereka belum terjamin."

"Oh, jadi kau melakukan itu hanya karena mereka? Lalu bagaimana denganku? Aku sampai bertengkar dengan sahabatku!"

Yoongi mengendikan bahunya tak acuh. "Itu urusanmu." Yoongi membuka lebar pintunya. "Masuklah, aku tidak mau ada orang lain yang mendengar pembicaraan ini." Dahyun berdecak malas namun pada akhirnya, ia masuk ke dalam rumah minimalis nan rapih itu. Gadis itu bahkan kaget saat melihat seberapa rapih dan tertatanya rumah ini-sangat bertolak belakang dengan penampilan keseharian Yoongi.

"Mau minum apa?"

"Tidak usah. Aku hanya ingin tahu soal kontrak itu. Kau bisa menjelaskannya?"

"Oh kontrak? Kau sepertinya sudah membacanya ya, itu juga terserah padamu." Yoongi mendudukkan dirinya di sofa yang berhadapan dengan Dahyun. "Mau ditanda tangan atau tidak, yang jelas-nyawamu sudah menjadi milik Eternity, dan kau tidak bisa mengelak lagi."

"Wah ... kalian benar-benar kejam ya."

"Mwo?" Yoongi tertawa remeh. "Yang kau sebut kejam itu apa? Nyawamu tidak sebanding dengan nyawa ribuan hewan lain yang mati karena ulah manusia. Well, beberapa memang sudah menjadi takdir mereka untuk disembelih dan dijadikan makanan tapi bagaimana dengan perdagangan hewan liar? Kepunahan hewan langka? Dan krisis habitat? Kami mungkin hanya sebagian kecil dari hewan paling beruntung di dunia, tapi disisi lain, kami juga menjadi korban karena tidak sedikit manusia yang melanggar kontraknya."

Dahyun terdiam. Perkataan Yoongi begitu menamparnya hingga ia tak bisa berkata-kata lagi. Namun sebuah pertanyaan tiba-tiba terbesit dalam benaknya. "Bukankah jika melanggar maka manusia itu akan mati? Tapi kenapa kalian juga menjadi korban?"

"Tentu saja. menjadi kaum eternity bukan berarti kami tidak memiliki hati, kan? Semua makhluk hidup pasti memiliki perasaan dan ketika kontrak itu dilanggar, maka kami juga akan merasakan patah hati. Poin plus-nya, kami juga akan hidup abadi sampai kami bertemu dengan manusia lain yang mau menandatangani kontrak dan begitu seterusnya. Tidak ada yang mudah, semua memiliki jatah sulit masing-masing."

Kalau sedang serius begini, Yoongi terdengar sangat bijaksana. Dahyun sampai lupa kalau lelaki yang ada dihadapannya sekarang adalah orang yang selalu menjahilinya dengan kata-kata pedas diselingi ejekan menyebalkan.

"Geunde ... " Gadis itu mencondongkan tubuhnya, menatap Yoongi dengan raut wajah penasaran. "Kalau kau sama seperti mereka, lalu kau milik siapa? Kenapa aku tidak pernah melihatnya sebelumnya?" tanyanya. Selama ini, Dahyun tidak pernah melihat satu pun wanita yang pernah datang kemari. Kecuali Pinky dan Chaeyoung yang pernah membantunya untuk protes karena sikap menyebalkan Yoongi.

Mendengar itu, raut wajah Yoongi langsung berubah keruh. Lelaki itu menarik dan menghembuskan napasnya kasar. Ia menatap ke arah barat daya, tepat pada sebuah bingkai foto besar yang dipajang diruang tengah. Raut wajahnya tetap datar, tanpa ekspresi. "Di sana, wanita cantik yang tengah tersenyum lebar itu pernah tinggal disini puluhan tahun yang lalu sebelum ia melarikan diri bersama pria lain. Cih, aku benar-benar ingin melupakannya tapi itu sangat sulit. Padahal jika ia bertahan sebentar lagi, mungkin ia bisa melahirkan anak kami sebelum ia meninggal." Yoongi kembali menatap Dahyun saat teringat sesuatu.

"Oh ya, satu-satunya penangkal persyaratan itu, adalah dengan melahirkan keturunan eternity. Kalau kau mau bersikukuh memilih ketiganya, bisa saja. Kau hanya harus melahirkan anak mereka bertiga," ujarnya santai sementara wajah Dahyun sudah semerah kepiting rebus.

"Dasar gila, kau pikir aku ibu kucing yang bisa melahirkan anak dari lelaki manapun?!"

"Ya ... itu sih terserah. Aku hanya memberi saran. Sepertinya untuk malam ini sudah cukup, lagipula aku sudah memberitahu terlalu banyak info."

"Kau mengusirku?"

"Menurutmu? atau kau ingin tidur bersamaku juga tidak masalah."

"Ck, dasar kucing mesum! Seharusnya aku memanggil Seokjin oppa saja," ketus Dahyun seraya pergi dari rumah Yoongi.

Sementara lelaki itu hanya melambai-lambai tak peduli. "Ya, sama-sama. Selamat menempuh hidup yang berat."

Brak!

Pintu rumah itu dibanting hingga menimbulkan suara keras. Yoongi mengelus dadanya seraya menahan diri untuk tidak mengumpat.

"Dasar, untung kau perempuan."

Setelah membayar total belanjaannya, Dahyun kembali menyusuri jalanan itu menuju rumahnya. Tangan kirinya menenteng kresek berwarna putih sementara tangannya memegang susu pisang yang tengah ia minum. Hari ini sangat kacau. Dua sahabatnya masih belum bisa dihubungi ditambah masalah soal kontrak itu yang semakin membuat kepalanya ingin pecah. Rasanya, Dahyun ingin menghilang saja. Hidup ini terlalu berat untuknya.

Menaiki undakan tangga dengan lesu, Dahyun dikagetkan dengan kebaradaan Jungkook yang tengah duduk di atas bangku dengan kepala menengadah menatap langit.

"Jungkook-ah, kau belum tidur?" Dahyun bertanya. Jungkook menoleh ke arahnya lalu menggeleng. "Belum mengantuk."

Gadis itu mendudukkan dirinya di samping Jungkook sembari menghabiskan susu pisangnya. Sadar tengah diperhatikan, Dahyun melirik Jungkook dengan sedotan yang masih menempel di bibirnya. "Kau ... mau?" tawarnya dan lelaki itu mengangguk.

Mata Jungkook sudah berbinar saat melihat Dahyun mengeluarkan sebotol susu pisang yang baru dari kresek namun raut wajahnya langsung berubah jadi kebingungan saat Dahyun kembali menjauhkan minuman itu sebelum Jungkook dapat mengambilnya. "Geunde ... apa kau bisa meminum ini? aku takut kejadian tempo lalu terjadi lagi padahal persediaan makanan kalian sudah ada."

"Tentu saja, kami bisa minum susu," ujar Jungkook. "Kami kan mamalia, sama seperti manusia."

"Ah iya." Dahyun mengangguk-ngangguk, merasa menjadi orang bodoh yang tidak mengetahui hal itu. "Nah, minum lah." Pada akhirnya Jungkook meminum susu pisang itu. Matanya membulat lucu ketika air berwarna putih itu mulai masuk ke dalam minumnya. Rasanya menyegarkan.

"Oh ya, dimana dua hyung mu itu? sudah tidur?" tanya Dahyun sembari meminum susu pisang keduanya. Jujur, Dahyun agak canggung berduaan dengan Jungkook seperti ini. Entah kenapa, sepertinya gadis itu memang lebih nyaman saat berada di dekat Jimin atau Taehyung. Jungkook itu ... entahlah, mungkin karena lelaki itu jarang sekali berbicara-atau karena Jimin dan Taehyung yang lebih aktif-sehingga disituasi seperti sekarang, Dahyun benar-benar merasa canggung.

"Iya. Tae Hyung kekenyangan sementara Jimin Hyung kelelahan."

"Mian, sepertinya kalian tersiksa juga ya gara-gara kelakuan sahabatku."

"Aniya, itu tak seberapa hanya menjengkelkan saja."

"Lalu kau? Kenapa belum mengantuk?" Dahyun menoleh ke arah Jungkook sementara lelaki itu menunduk. Ia meletakan susu pisang miliknya ditengah-tengah mereka kemudian menatap Dahyun sembari tersenyum tipis. "Aku tidak bisa tidur."

Jungkook mengalihkan pandangannya lalu menghela napas panjang. "Kau ... akan menandatangani kontrak itu, kan?" tanyanya.

Dahyun mengulum bibirnya, "Emm ... entahlah, aku masih bingung."

"Kalau kau ragu, tidak usah ditandatangan saja." Dahyun langsung menoleh kaget sementara Jungkook menatapnya tenang. "Iya, tidak usah saja. Kau akan tetap hidup seperti semula lalu kami ... mungkin akan kembali dikirim ke tempat asal kami."

"Mwo? Itu artinya aku tidak bisa bertemu dengan kalian lagi?"

"Ya, tentu saja. Keberadaan kami bergantung pada kontrak itu. Kalau kau tanda tangan, berarti kau harus menerima segala konsekuensinya. Kalau tidak, berarti kehadiran kami sudah tidak ada artinya, kami akan dilenyapkan." Jungkook tersenyum miris. "Aku tahu, semua percakapan kau dengan Yoongi hyung tadi. Aku tidak berniat menguping tapi telingaku masih sangat peka walaupun tidak sepanjang dulu "

"Itu sebabnya kau tidak bisa tidur? Wah ... aku jadi merasa tidak enak. Aku bukannya-"

"Aku tahu. Kalau berada di posisimu, aku juga pasti akan melakukan hal yang sama." Jungkook menghabiskan susu pisang miliknya. "Tapi sebelumnya, kami bertiga memang sudah sepakat untuk bermain adil jadi aku mohon padamu untuk kembali mempertimbangkan kontrak itu."

"Adil? Maksudnya?"

"Ya, kami sudah sepakat bermain adil untuk mendapatkan cintamu."

Dahyun tersedak. Astaga, apa yang baru saja ia dengar?

Melihat gadis itu yang terbatuk-batuk, Jungkook refleks menepuk-nepuk pundak Dahyun. "Gwenchana?"

Dahyun mengangguk dan kembali berdeham untuk mengosongkan tenggorokannya. "Nan gwenchana. Aku hanya kaget saja." Belum sempat Dahyun menenangkan dirinya, gadis itu sudah kembali menahan tawa saat melihat noda berwarna putih di bibir atas Jungkook. "Ya, ada sisa susu dibibirmu."

"Oh? Dimana?"

Baru saja Jungkook akan membersihkan noda itu, Dahyun sudah lebih dulu membersihkannya dengan tangannya membuat lelaki itu terdiam. Sadar akan situasi, Dahyun segera menjauhkan tangannya dari bibir Jungkook. Pipinya memanas, malu. "Ahh ... mian, kau mengingatkanku pada Soobin. Aku jadi refleks membersihkannya."

Jungkook mendengkus geli hingga gigi kelincinya sedikit terlihat. Dahyun yang melihatnya tak kuasa menahan senyum. "Ya, kau benar-benar terlihat seperti kelinci. Andai saja kau tersenyum atau tertawa lebih sering, pasti sangat lucu."

"Benarkah?"

"Eoh, bukankah senyum dan tawa itu lebih baik daripada cemberut dan murung?" Jungkook mengangguk sesaat, lalu melemparkan senyum tipisnya namun lebih lebar dari yang sebelumnya membuat Dahyun tertegun.

Mereka saling bertatapan untuk beberapa saat sampai akhirnya Dahyun memalingkan wajahnya.

"Sudah tengah malam, sebaiknya kita segera tidur." Dahyun buru-buru memungut botol susunya yang telah kosong, namun lelaki itu segera mengambil alih. "Biar aku saja."

Setelah membuangnya ke tempat sampah, keduanya masuk ke dalam rumah. Tanpa mengucapkan selamat malam, Dahyun segera masuk ke dalam kamarnya. Begitu pintu kamarnya ditutup, Dahyun langsung menghembuskan napasnya lega. "Astaga, apa-apaan barusan. Kenapa aku berdebar? Ck, sadarlah! Dia hanya seekor kelinci!"

Disisi lain, Jungkook memandangi langit-langit kamarnya dengan senyum lebar. "Malam yang indah," gumamnya. Ia kembali membayangkan kejadian tadi namun semua bayangan indah itu langsung pupus saat mendengar suara dengkuran Taehyung disusul dengan Jimin yang memeluk tubuhnya bak sebuah guling.

"Ck, sampai kapan aku harus melewati malam seperti ini."

Sepertinya daday mulai terkena pelet kelinci ya😂🤣

Tenang, itik dan harimau belum beraksi nih

Aku gk tau apa peminat cerita ini masih sebanyak dulu atau engga, jadi kita tes ombak dulu ya, kira" bisa nyampe 50 votes sehari gk ya? Kalo bisa, bsk atau lusa aku up lagi 😆💜

See you 💜✨

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro