POINT OF VIEW
Point Of View
Ketika menulis fiksi, baik itu cerpen atau novel, kita harus pintar-pintar memilih PoV/Point of View/ Sudut Pandang. Dari sudut pandang siapa cerita itu dituturkan? Ketika kita memilih sudut pandang orang pertama misalnya, ada hal-hal yang tidak seharusnya dia ketahui.
Di tahun pertama saya menjadi editor, saya pernah melakukan hal yang fatal dengan meloloskan “bocor”-nya PoV. Naskah ini ditulis dengan sudut pandang orang pertama. Dan ini berarti, hal-hal lain yang tidak dia alami, tidak dia saksikan, tidak dia dengar, seharusnya tidak masuk ke dalam cerita. Fiksi, sefiktif apa pun, haruslah masuk akal. Bagaimana bisa seseorang yang tidak berada di lokasi kejadian, bisa menceritakan sesuatu yang tidak diketahuinya? Apakah dia cenayang?
Nah, saya belajar dari kesalahan dan semoga tidak akan pernah mengulangi kesalahan yang sama. Semoga teman-teman pun, membaca ini, tidak akan melakukan kesalahan serupa.
Paling tidak, ada tiga jenis PoV yang digunakan dalam menulis fiksi, yaitu PoV orang pertama (penutur: aku, saya, kami), PoV orang kedua (cerita dikisahkan kepada kamu, dan “kamu”-lah yang diceritakan), PoV orang ketiga (dia).
Sudut Pandang Orang Pertama
Dalam sudut pandang orang pertama, penuturnya adalah “aku”. Pembaca hanya melihat apa yang dilihat oleh karakter yang menarasikan, hanya tahu apa yang diketahui sang karakter, dll. Seperti yang udah disinggung di atas, ya.Sang narator/penutur biasanya si karakter utama atau protagonis. Namun, narator ini bisa juga tangan kanan si tokoh utama. Misalnya Dr. Watson di Sherlock Holmes atau Hastings di novel-novel Agatha Christie. Ini jarang dipakai, ya. Soalnya ini bikin penutur aku-nya tampak nggak keren. Hahaha. Dan saya juga belum membaca novel lain yang penuturnya bukan tokoh utama.
Sudut Pandang Beberapa Orang Pertama
Kamu bisa menampilkan beberapa orang pertama secara bergantian, biasanya dimulai dengan bab baru dengan narator baru pula. Strategi ini menawarkan jenis suara, sudut pandang, dan cara berpikir yang berbeda. Contoh novelnya: Melbourne karya Winna Efendi yang dibuat dengan PoV Max dan Laura. Versus karya Robin Wijaya, dari PoV Amri, Chandra, dan Bima. Pintu Harmonika karya Clara Ng & Icha Rahmanti. Kalau pilih PoV ini, kamu bener-bener mesti hati-hati. Jangan sampai ada karakter yang suaranya bocor. Kamu harus bisa memberikan ciri khas setiap tokoh agar suaranya tidak sama. Misalnya, kebiasaan-kebiasaan si tokoh A, jangan sampai bocor di penuturan tokoh B. Tricky.Dengan cara ini, kamu bisamengemukakan segala macam hal melalui
seorang narator yang serbatahu tanpa disertai kesombongan seseorang
yang serbatahu.Peristiwa yang sama bisa berbeda artinya bagi pelaku dan pengamat yang berbeda. Jadi, peristiwa ini bisa disajikan dengan kaya, tanpa melebih-lebihkan hal yang sebenarnya terjadi.Ketika kamu menggunakan PoV beberapa orang pertama, jangan sampai mengulang adegan. Jadi, hal yang sudah diinformasikan di cerita sebelumnya, jangan diulang lagi. Ceritakan dari sudut pandang yang tidak diketahui oleh penutur sebelumnya. Jadi, harus pintar-pintar menahan informasi.
Novel Epistolari
Novel epistolari adalah novel yang ditulis sebagai serangkaian dokumen. Biasanya berbentuk surat menyurat (misalnya novel Daddy Long Legs). Ada juga novel epistolari yang berbentuk transkrip telepon, balas-balasan email, buku harian, dll (misalnya serial Shopaholic). Keunggulan penulisan surat adalah, kamu bisa menampilkan seorang penerima surat dan mengarahkan suara kamu kepadanya sebagai pembaca. Kamu bisa menyingkirkan perasaan risi dan menciptakan suara yang berterus-terang.
Narator Orang Pertama yang Tidak Bisa Dipercaya
Saya sebenarnya berbohong ketika mengatakan bahwa saya adalah pejabat yang culas. Saya berbohong karena sedang sebal. Saya sekadar menyenangkan diri sendiri menghadapi para pemohon dan para pejabat itu, padahal sebenarnya saya tidak pernah bisa berbuat culas. Saya selalu menyadari keadaan diri saya, bahwa saya memiliki banyak sekali unsur yang benar-benar berlawanan dengan sifat itu.
(Notes from Underground – Fyodor Dostoyevski)
Keuntungan Menggunakan Sudut Pandang Orang Pertama
Memudahkan pembaca masuk kepala si protagonis, juga untuk mengidentifikasi diri dengan si tokoh, terutama jika kamu menggunakan sudut pandang subjektif.Ada kedekatan dan keintiman antara pembaca dan tokoh utamaAlami. Lagi pula, kita semua hidup dari sudut pandang kita sendiri, jadi
akan lebih mudah untuk ditulis.Akan lebih mudah membagi pikiran, perasaan, dan emosi si tokoh.PoV 1 akan sangat penting jika kamu ingin memiliki narator yang tidak
bisa dipercayaGaya tulisan bisa lebih ringan dan tidak terlalu formalSecara teknis, PoV1 adalah sudut pandang yang paling tidak ambigu. Pembaca selalu tahu siapa yang melihat dan menafsirkan setiap aksi yang digambarkan secara narasi.Pada PoV 1, kita bisa memilih suara dengan bebas. Narasi orang ketiga biasanya membatasi kita untuk hanya menggunakan bahasa Indonesia baku, sementara PoV 1 memungkinkan kita menggunakan slang, tata bahasa yang buruk, bahasa sehari-hari, agar suara narator bisa terdengar wajarPoV 1 bisa mengungkapkan pikiran seorang tokoh dengan lancar. Kita tidak usah mengkhawatirkan perubahan kata ganti orang seperti “Dia membuka pintu dan berpikir, aku lebih baik memasak dulu ayam itu.”
Kelemahan PoV 1
Kita tidak bisa memandang dari luar tokoh pembawa sudut pandang, kecuali jika kita menempatkan cermin di suatu tempat, padahal cermin sudah terlalu sering digunakan dalam fiksi.Dari SP-1, pengungkapan dialog yang bermacam-macam tampaknya mustahil. Orang pertama ciptaanmu mungkin akan tampak seperti orang genius dengan pendengaran luar biasa hebat.Jika sosok “aku” bercerita, artinya “aku” masih hidup. Jadi, salah satu sumber ketegangan—apakah si tokoh utama akan selamat– hilang pada cerita dengan PoVSulit menciptakan suara baru yang menarik untuk setiap cerita.
Sudut Pandang Orang Kedua
Menggunakan “kamu” atau “kau”.Jarang digunakan.Mirip PoV ketiga, orang kedua diizinkan untuk tahu segala hal, kecuali pikiran si “kau”/“kamu”.Bisa jadi melibatkan pembaca seakan-akan merekalah tokoh utamanya, atau menceritakan “kau” yang menjadi tokoh utama.PoV orang kedua ini berpotensi bikin pembaca memprotes: “enggak kok, gue nggak gitu.” Biasanya digunakan di buku-buku nonfiksi
Sudut Pandang Orang Ketiga
PoV 3 adalah sudut pandang yang disarankan untuk penulis pemula, karena kalaupun suara penulisnya “bocor”, nggak akan terlalu menyebabkan chaos.
Dirangkum dari berbagai sumber dan pengalaman orang.
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro