Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

Matematika

⇨NaruHina fanfiction⇦

Disclaimer : Naruto, Masashi Kishimoto

█████████████████████████

Hari Sabtu, hari yang cerah dan menyenangkan bagi sebagian pelajar, karena jam sekolah yang pendek. Namun, tidak bagi Naruto. Saat ini dirinya tengah duduk tegang di bangku pojok kelas, menunduk sambil berpura-pura mengerjakan sesuatu. Keringat dingin mengalir dari dahinya, jantungnya berdegup kencang. Jam pelajaran yang harusnya berakhir lima belas menit lagi, terasa menjadi lima belas jam lagi.

Ia melirik ke arah papan tulis, disana masih ada Kiba yang mengerjakan soal matematika dari Bu Kurenai. Bu Kurenai kemudian mendekati Kiba dan melihat hasil pekerjaannya.

"Bagus sudah benar, kamu boleh duduk," ucap Bu Kurenai.

Kiba kembali ke tempat duduknya dengan wajah sumringah.

"Kemudian nomor delapan a, siapa yang mau mengerjakan di depan?" ucap Bu Kurenai.

KRIK... KRIK....

"Tidak ada? Baiklah ibu tunjuk."

"Naruto, kamu maju, kerjakan di papan tulis. Tidak perlu membawa buku, cukup soalnya saja."

JDEEER

Tanpa membawa buku? Disuruh maju aja nggak nyangka, malah gak boleh bawa buku. Naruto menatap Sasuke yang ada disampingnya dengan tatapan 'gimana dong?'. Sedangkan Sasuke balik menatapnya dengan tatapan 'ya derita lu.'

Naruto beranjak dari tempat duduknya kemudian melangkah maju dengan langkah berat dan kaki yang diseret. Niatnya sih mau ngulur waktu, eh dibentak sama Bu Kurenai.

"Naruto!! Kamu membuang-buang waktu saya! Dari sisa waktu lima belas menit, kamu membuang waktu tujuh menit untuk berjalan. Sehingga waktu yang tersisa untuk kamu mengerjakan hanya tinggal delapan menit. Semakin lama kamu mengerjakan, maka peluang saya untuk menerangkan akan semakin berkurang!"

"I... Iya Bu," jawab Naruto.

Repot dah punya guru matematika yang ibaratnya setiap tarikan nafas dihitung volumenya.

Naruto segera mempercepat langkahnya, sedangkan Bu Kurenai kembali sibuk meneliti tugas dari kelas lain.

Naruto meraih dan memegang spidol dengan tangan bergetar. Tangannya perlahan membuka lembaran soal yang ia pegang. Ia berusaha mencermati maksud dari soal tersebut, tapi tidak kunjung ketemu. Kurang lebih sudah tiga menit Naruto berdiri di depan papan tulis, tanpa mengerjakan apapun.

CLIING

Mendadak Naruto seperti dihujani beribu-ribu inspirasi. Ia segera menulis jawaban tersebut. Tangannya yang semula bergetar, kini bergerak lincah menggoreskan spidol. Dengan keyakinan penuh, ia menulis sampai papan tulis penuh dengan tulisan.

"Sudah Bu," ucapnya sambil memberikan spidol kepada Bu Kurenai.

Bu Kurenai mengangguk, kemudian Naruto kembali ke tempat duduknya. Bu Kurenai mengamati hasil pekerjaan Naruto di papan tulis. Perempatan siku-siku secara tiba-tiba tercetak di dahi Bu Kurenai.

Naruto yang udah santai-santai di bangkunya mendadak melompat kaget ketika mendengar teriakan Bu Kurenai dari depan kelas.

"Naruto!!! Yang kamu tulis di depan ini soal! Mana jawaban kamu!?" teriak Bu Kurenai.

"Ehe a... Anu Bu...."

***

Siang itu para siswa sedang menikmati waktu istirahat mereka, ada yang sekadar duduk-duduk santai di taman, makan di kantin, ngobrol dengan sesama teman, ataupun pergi ke perpustakaan. Sedangkan Naruto, Sasuke, dan Sakura, kini sedang bercakap-cakap di bawah pohon mahoni, belakang sekolah.

"Nar, itu tugas matematikamu udah selesai belum?" tanya Sakura.

"Belum," jawab Naruto badmood seketika.

"Hayo, pelajaran matematika besok loh," ucap Sakura.

"Besok, matematika ulangan," sahut Sasuke.

"Tahu darimana lu?" tanya Naruto.

"Sasuke kan ketua kelas baru," kata Sakura.

"Gue benci sama matematika. Kalo gue yang jadi presidennya, gua bakal hapus matematika dari daftar mata pelajaran yang diajarkan di sekolah-sekolah," ucap Naruto.

"Lah kok gitu sih? Matematika itu kan penting buat kehidupan," ucap Sakura.

"Yang ada matematika buat hidup gue sengsara. Gara-gara kemarin lusa, gue dihukum sama Bu Kurenai, disuruh ngerjain dua puluh soal uraian matematika."

"Ya elu sih Nar. Lu itu disuruh maju buat ngerjain soal, bukan malah nyalin soal," ucap Sakura sambil tertawa terbahak-bahak, sedangkan Sasuke menatap malas kearah Naruto. Ke Naruto lo ya, bukan ke Sakura.

"Gue kan kagak paham Ra."

"Makanya dong belajar."

"Gue gak bisa ngertiin matematika, matematika juga gak bisa ngertiin gue."

"Belajar matematika itu harus pakai perasaan Nar, gue yakin ko sebenarnya lu itu bisa matematika."

"Halah pakai perasaan segala, repot."

"Maksudnya Sakura itu, lu harus ikhlas belajar matematika. Belajar apapun kalau lu gak ikhlas ya percuma aja, gak bakal masuk ke otak," ucap Sasuke menimpali.

"Di depan matematika, gue selalu salah!! Pokoknya gue benci matematika."

"Tapi inget Nar, benci dan cinta itu beda tipis," ungkap Sakura.

"Serah," ucap Naruto sambil beranjak pergi.

"Yah, pundung dianya," ucap Sakura.

"Biarin, nanti juga sembuh sendiri," balas Sasuke.

Sakura hanya mengendikkan bahunya sebagai jawaban.

***

Hari ulangan matematika tiba. Semua siswa sibuk dengan soal masing-masing. Sedangkan Bu Kurenai kini tengah sibuk membuat kunci jawaban. Suasana kelas terasa hening, tapi samar-samar masih terdengar suara bisikan. Entah dari dunia lain, atau dari kelas itu sendiri.

"Shino, nomor lima jawabannya apa?" bisik Chouji.

"Jawabannya B, nomor dua udah?" ucap Shino balik bertanya.

"Aku njiplak punyamu," bisik Rock lee yang ada dipojok depan sambil mengambil lembar jawaban milik Kiba yang duduk dibelakangnya.

"Woi gue belum selesai," ucap Kiba sambil merebut lembar jawabannya.

Bergulir menuju baris kedua bangku paling depan, terlihat Neji dan Sai yang saling bertukar penghapus. Maksudnya apa coba? Cuma murid legend yang tahu.

Sedangkan Naruto bingung karena tidak tahu apa yang harus ia perbuat. Sejak awal pembagian lembar jawaban tadi, ia belum mengisi sama sekali lembar jawabannya kecuali nama, kelas, nomor absen, dan tanggal.

"Sas, ini gimana caranya? Yang ini lu gimana? Rumusnya gue lupa, nomor empat jawabannya apa? Sas, bantuin gue dong," rengek Naruto sambil menggoyang-goyangkan tubuh Sasuke.

"Hus, bisa diem kagak sih?" ucap Sasuke.

Mendapat perlakuan yang kurang mengenakkan dari Sasuke, Naruto beralih pada Sakura yang duduk di bangku depannya.

"Ra," panggilnya sambil menggoyang-goyangkan kursi yang diduduki oleh Sakura.

"Apa?" ucap Sakura sambil berbalik.

"Nomor empat caranya gimana?"

"Itu pokoknya lu nyari akarnya n, terus hasilnya dimasukkin ke rumus," ucap Sakura, dan langsung membalikkan badannya ke depan.

"Ok."

Naruto melihat soal yang diberikan oleh Bu Kurenai. Ia mengulang-ulang apa yang dikatakan oleh Sakura di dalam hati.

"Eh, ini rumusnya gimana?"

Kali ini Naruto beralih pada Ino yang duduk di samping Sakura.

"No, rumusnya nomor empat gimana?"

"Ini gue juga lagi mikir," sahut Ino.

Naruto menatap sekeliling, dan ia menangkap pemandangan menakjubkan di bawah jendela. Shikamaru yang lagi tidur.

'Kok bisa sih tidur, diwaktu menegangkan seperti ini.' batin Naruto.

Waktu terus berjalan, tetapi belum ada satu coretan pun di lembar jawaban milik Naruto. Ia merasa seolah-olah jarum jam berputar dua kali lebih cepat dari biasanya. Padahal jika pelajaran biasa, jarum jam seolah tidak bergerak dari tempatnya. Misterius.

"Lima menit lagi, yang sudah selesai boleh dikumpulkan," ucap Bu Kurenai tiba-tiba.

Sasuke dan Shikamaru berdiri, kemudian maju dan mengumpulkan lembar jawaban masing-masing. Dan semakin lama semakin banyak yang sudah menyelesaikan tugasnya, hanya menyisakan Rock lee, Chouji, dan dirinya saja.

"Shikamaru aja yang ngerjain sambil tidur udah selesai, lah gue? Yang dari tadi seger & niat penuh kaya gini kaga selesai selesai."

'BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM YA ALLAH, NAWAITU NGASAL' batin Naruto dalam hati.

Secepat kilat ia mampu menyelesaikan delapan soal uraian dalam waktu lima menit.

Naruto bangkit dari tempat duduknya, kemudian langsung maju dan mengumpulkan lembar jawabannya.

"Sudah lengkap, hasilnya nanti ibu bagikan setelah istirahat," ucap Bu Kurenai sambil merapikan buku-bukunya.

***

Selepas istirahat, masih ada satu jam pelajaran lagi dari Bu Kurenai, dan sisa satu jam pelajaran itu digunakan untuk membahas tentang ulangan tadi. Tapi sepertinya Bu Kurenai akan sedikit telat.

Telatnya Bu Kurenai dimanfaatkan para siswa untuk meramaikan kelas. Neji memukul meja dan bernyanyi dengan suara yang... Masyaallah fals sangat. Sedangkan didepan Neji, Rock Lee tengah duduk sambil membawa buku yang digulung. Buku itu kadang dipukulkan ke meja dan kadang digunakan untuk mikrofon dadakan. Kolaborasi antara suara Rock lee dan Neji semakin membuat bumi berguncang bak terkena dua puluh ribu hujaman meteor, saking merdunya, alias merusak dunia.

Disisi lain, terlihat Ino dan Sakura yang asik membicarakan anime boruto episode sembilan puluh lima, Shikamaru dengan mimpi indahnya, Sai dengan seni seninya di papan tulis, Naruto yang dengan semangat empat limanya menceritakan tentang kucing peliharaannya pada Sasuke, dan masih banyak lagi yang mereka lakukan. Sampai pada akhirnya teriakan Kiba menghancurkan ketenangan mereka.

"Bu Kurenai datang!!"

Sontak seluruh murid berhamburan menuju tempat duduk masing-masing.

Bu Kurenai masuk ke dalam kelas dengan membawa hasil ulangan. Aura tidak mengenakkan menyebar ke seluruh penjuru kelas.

"Hari ini akan saya bagikan hasil ulangan kalian. Hasilnya lumayan, tapi ada satu anak yang nilainya membuat saya kecewa," ucap Bu Kurenai penuh penekanan.

"Baiklah, saya bagikan."

Bu Kurenai memanggil muridnya satu persatu, hingga tiba giliran Naruto.

"Namikaze Naruto."

Naruto pun maju.

"Ini hasil ulangan kamu, dibawah rata-rata," ucap Bu Kurenai sambil memberikan hasil ulangan pada Naruto.

"Kamu tahu sendiri, saya tidak pernah mengadakan remidi. Sebentar lagi kamu UN dan jika nilai kamu tetap seperti ini, kamu beresiko tidak lulus," ucap Bu Kurenai.

"B... Baik Bu."

"Ibu harap, kamu mampu merubah nilai kamu," ucap Bu Kurenai sekali lagi yang kemudian dijawab anggukan oleh Naruto.

***

Di hari minggu yang cerah ini, Kushina, ibu Naruto menemukan selembar kertas yang tidak sengaja terjatuh dari atas meja saat dirinya bersih-bersih tadi. Dan sebuah coretan berwarna merah bertuliskan angka '39' sukses membuatnya memicingkan mata seketika.

"NARUTO!!!"

Orang yang merasa namanya dipanggil segera pergi menuju pusat suara dengan takut-takut, ia sudah merasa ada kejanggalan dari cara sang ibu memanggilnya.

"Iya Mi?"

"Apa ini!?" ucap Kushina sambil menunjukkan kertas yang ada ditangannya.

"I... Itu hasil ulangan Mi," jawab Naruto pelan.

  "39!? Kamu mau bikin malu Mami ya!?" ucap Kushina yang mantan juara 1 olimpiade matematika.


"Enggak Mi, enggak," ucapnya sambil menggeleng-gelengkan kepala.

"Liat itu si Sai tiap ulangan nilainya pasti bagus, gak kaya kamu."

'Mulai deh, mulai. Mami mah nggak tahu kalo Sai juga kebiasaannya nyontek. Perasaan senang banget banding bandingin anak sendiri sama anak tetangga.'

"Mami nggak mau tahu, pokoknya kamu harus ikut les matematika."

"T... Tapi Mi, Naru kan bisa belajar sendiri."

"Nggak ada tapi tapian, kamu harus les di teman Mami," simpul Kushina, membuat Naruto kicep seketika.

"Y... Ya udah Mi, Naru mau sholat Jum'at dulu."

"Gaada sholat Jum'at hari Minggu!"

JLEBB

Naruto meringis, menampilkan deretan giginya. Kemudian segera pergi dari tempat tersebut.

'Arghh matematika I HATE YOU!!!'

***

Naruto berdiri di depan sebuah rumah bergaya minimalis dengan cat berwarna biru langit. Di depan rumah itu terdapat sebuah taman kecil yang indah dan penuh dengan bunga yang berwarna-warni, di tengah taman terdapat kolam dengan air mancur.

"Apa benar ini rumahnya?" ucap Naruto sambil memeriksa kembali alamat yang tertera di layar ponselnya.

"Kurasa benar," ucapnya lagi.

Naruto melangkah menuju rumah tersebut, dan mulai mengetuk pintu.

"Iya sebentar," jawab suara dari dalam sana.

Tak lama kemudian pintu dibuka oleh seorang gadis berambut indigo panjang.

DEG

Mata beriris amethyst itu ... Cantik banget!

'Kenapa jantungku berdebar-debar? Padahal ini bukan waktunya pelajaran matematika. Padahal aku sudah pernah melihat mata yang serupa sebelumnya, yaitu mata milik Neji,' ucap Naruto dalam hati.

"Iya, mencari siapa?" tanya gadis itu lembut.

Naruto segera sadar dari lamunannya.

"Apa benar ini rumah Bu Hikari?"

"Ah iya, dia ibukku."

"Beliau ada di rumah? Aku mau les hehe," ucap Naruto canggung.

"Ada, silahkan masuk," ucap gadis itu sambil membuka pintu lebar lebar.

Naruto masuk ke dalam rumah, kemudian duduk di sofa ruang tamu. Sementara gadis itu pergi ke dalam untuk mencari ibunya.

"Mama, ada yang nyariin tuh," ucapnya pada sang ibu.

"Siapa?"

"Ada anak katanya mau les."

"Mungkin dia," ucapnya pelan.

"Kamu buatkan minum ya, Mama kedepan dulu," ucapnya lagi sambil berjalan kearah ruang tamu.

Naruto memandang setiap sudut ruangan tersebut. Dalam hati ia bertanya-tanya, siapa sebenarnya gadis yang membukakan pintu tadi. Cantik banget gilaaa. Saat sedang asik asiknya melamun, datanglah seorang wanita seusia ibunya yang mirip dengan gadis tadi.

"Kamu pasti Namikaze Naruto kan?" ucap wanita tersebut.

"Iya Bu, saya Naruto. Mau les, les matematika," jawab Naruto.

"Iya tadi ibu kamu sudah memberi tahu saya, jadi kita mulai hari ini belajarnya?"

"Bisa Bu."

Naruto mulai mengeluarkan buku-bukunya dari dalam tas. Kemudian datanglah gadis yang tadi membukakan pintu, ia membawa nampan berisi segelas jus dan sekaleng biskuit.

"Ini minumannya," ucap gadis itu sambil tersenyum manis kemudian pergi ke dalam lagi.

"I... Itu siapa Bu?" tanya Naruto memberanikan diri untuk bertanya.

"Itu anak sulung saya, namanya Hinata."

Naruto hanya mengangguk-angguk paham.

***

Hari berlalu, sudah dua minggu Naruto les pada ibu Hinata, Hikari. Namun, tidak ada kemajuan pada nilai matematikanya.

Sore ini, seperti biasa Naruto masih berada di rumah Hinata untuk les. Meja di depannya penuh dengan soal latihan. Ia masih tampak bingung dengan maksud soal itu.

"Naruto, ini ibu punya kisi-kisi soal tahun lalu. Coba kamu pelajari, siapa tahu ada yang keluar," ucap Bu Hikari.

"Baik Bu, terimakasih."

"Ini ibu ada keperluan sebentar, kamu kerjakan saja soal-soal itu. Kalau ada yang tidak paham, minta bantuan saja ke Hinata," jelas Bu Hikari.

"Iya Bu."

Sepeninggalan Bu Hikari, Naruto masih terlihat kebingungan karena tidak dapat menangkap maksud dari soal. Ia mengacak-ngacak rambutnya frustasi.

"Perlu bantuan?" ucap seseorang.

Naruto menegakkan kepalanya, dilihatnya Hinata tengah duduk didepannya sambil tersenyum manis.

"Em... Ini aku tidak paham apa maksudnya," ucap Naruto sambil menujuk soal yang dimaksud.

Hinata meraih soal tersebut, diamatinya dengan teliti setiap deretan kalimat yang tertulis di soal.

"Ini maksudnya kamu disuruh mencari nilai A dikurangi B dari dua matriks. Yang B, dipindah ke depan, ini juga dipindah ke depan. Nah, tinggal dikurangi kan?" jelas Hinata.

'Ternyata matematika tak sesulit yang kukira. Tunggu, kenapa aku menanyakan soal semudah itu?' ucap Naruto dalam hati. 'Bikin malu aja.'

Naruto sedikit mulai memahami tentang matematika, ya walaupun tetap membingungkan juga. Sembari mengerjakan ia berbincang-bincang dengan Hinata.

"Hinata, sepertinya aku jarang melihatmu." Naruto tetap fokus mengerjakan tugasnya.

"Mungkin karena aku tidak sekolah di sini," balas Hinata.

"Lalu kau sekolah dimana?"

"Aku sekolah di Amegakure."

"Kenapa tidak sekolah di KHS saja?"

"Aku terlanjur bersekolah disana, karena dulu aku ikut dengan nenekku. Kalau harus pindah sekolah lagi kan repot."

"Kau pasti anak yang pintar," ucap Naruto tiba-tiba.

"A... Tidak biasa saja," jawab Hinata malu-malu.

Adik Hinata yang baru saja keluar dari dalam kamar berjalan menghampiri sang kakak kemudian duduk disampingnya.

"Kakak aku ingin ikut pergi ke festival besok, tetapi aku tidak punya tiketnya Kak," rengeknya pada sang kakak.

"Kakak juga nggak tahu dimana dapetin tiketnya Dek," kata Hinata, berusaha memberikan pengertian pada adiknya.

"Tapi adek pengen kesana Kak."

"Kalau sudah mepet kaya gini sulit cari tiket."

"Tapi Kak...."

"Jangan nakal dong Dek."

Naruto tiba-tiba teringat dengan tiket yang diberikan oleh Sai kemarin, bukankah itu tiket ke festival. Ia kemudian meraih tasnya dan berusaha mencari tiket tersebut.

"Ini tiketnya, aku masih punya satu," ucap Naruto sambil mengulurkan tiketnya.

"Terimakasih ya Kakak," ucap Hanabi sambil menerima tiket tersebut dengan raut wajah yang berbinar.

"Duh maaf ya, aku ganti deh tiketnya," ucap Hinata sambil beranjak untuk mengambil uang.

"Nggak, nggak perlu. Lagian kan aku nggak terlalu membutuhkan," kata Naruto.

"Serius? Aku jadi nggak enak sama kamu. Udah nggak papa aku ganti aja."

"Nggak usah."

  "Duh nggak enak nih..."

  "Nggak usah dipikirin."

"Ya udah kalau begitu, terimakasih tiketnya," ucap Hinata sedikit canggung.

"Udah selesai nih, aku mau pulang sekarang," ucap Naruto sambil membereskan barang bawaannya.

"Kamu taruh situ aja, nanti aku kasih tahu ke mama."

"Yaudah aku pulang dulu," ucap Naruto kemudian pergi.

"Iya hati-hati," jawab Hinata yang masih diambang pintu.

Tak lama kemudian Hanabi, adiknya menggoyang-goyangkan tubuh sang kakak.

"Kak, kalau Hanabi punya kakak laki-laki, Hanabi pengennya punya kakak yang baik kaya kak Naruto. Kak Naruto baik ya Kak," ucap Hanabi pada Hinata.

"I... Iya."

***

Merasa jika dirinya lebih mudah menerima penjelasan dari Hinata, kini setiap hari Hinata lah yang selalu menemani Naruto belajar. Semakin hari nilai matematika Naruto mulai membaik, seiring dengan bertambahnya rasa aneh yang menjalar ke hatinya setiap kali bertemu dengan Hinata.

Naruto yang semula begitu membenci matematika, berangsur-angsur mulai menyukai pelajaran tersebut, atau bahkan mulai memberikan predikat 'favorite' pada matematika. Karena memang benar kata Sakura waktu itu, 'Benci dan Cinta itu beda tipis'. Hahaha aneh.

Hari ini adalah pengumuman kelulusan. Lembaran-lembaran kertas kelulusan tertempel di papan pengumuman. Ratusan siswa berebut untuk melihat hasil kerja mereka selama tiga tahun, tidak terkecuali Naruto.

Ia berusaha menerobos gerombolan yang terdiri atas ratusan siswa tersebut. Butuh perjuangan ekstra untuk mencapai papan pengumuman tersebut. Saat ia sudah mencapai papan pengumuman, ia berfokus mencari namanya diantara deretan nama-nama lainnya. Di ratusan nama itu, ia menemukan nama Namikaze Naruto. Ia memperoleh nilai matematika tertinggi keempat di kelasnya yang ia kira sangat tak mungkin.

Hatinya terasa sejuk seketika, pengorbanannya tidak sia-sia. Ia segera berlari menuju ke lapangan, tempat dimana biasanya ia dan teman temannya berkumpul. Ia sudah ada janji dengan Hinata sebelumya untuk bertemu di tempat ini. Disana juga sudah ada teman-teman sekelasnya yang merayakan kelulusan.

Matanya menyapu setiap sisi lapangan, kemudian netra saphire nya menangkap sosok yang ia cari tengah melambai-lambaikan tangan sambil tersenyum kearahnya. Ia segera menghampiri sosok tersebut.

Keduanya saling berpandangan, tenggelam dalam keindahan mata masing-masing.

"Aku lulus, nilai matematikaku memuaskan," ucap Naruto.

"Syukurlah," ucap Hinata sambil tersenyum bahagia.

"Aku juga lulus dengan nilai baik," ucapnya lagi.

"Hinata...."

"Hei lihat mereka," ucap Ino sambil menyikut Sakura yang ada disampingnya.

"Apa?" tanya Sakura.

"Lihat itu," ucap Ino sambil mengarahkan jari telunjuknya ke arah Hinata dan Naruto.

"Bukankah itu Naruto dan... Hinata?"

"Kau tidak salah Sakura, teman-teman lihat," kata Ino kemudian memanggil teman-temannya.

"Apa yang mereka lakukan?" tanya Sai.

"Kita lihat saja dulu."

Naruto memejamkan matanya, kemudian menatap Hinata sekilas.

"Hinata... terimakasih sudah membantuku dalam belajar matematika, sudah membuatku percaya bahwa matematika tidak sesulit yang aku bayangkan."

"Sekarang aku tahu, kenapa sejak dulu aku sulit memahami matematika? Karena aku tidak bersungguh-sungguh dalam belajar. Namun, ketika aku mulai mengenalmu aku semakin bersemangat belajar matematika, karena setiap belajar matematika aku bisa bertemu denganmu."

Hinata mulai merona.

"Woy, adek gue itu," teriak Neji.

"Udah, nggak usah ngerusak, kebiasaan sih ya. Ciri-ciri lagi nggak punya cewek." balas Tenten sambil menarik lengan Neji.

"Percuma orang ceweknya juga nggak peka," jawab Neji lirih.

"Apa?"

"Nggak jadi."

"Yang tidak kusadari adalah, rasa lain yang singgah disini," ucap Naruto sambil meletakkan tangannya di dada. Heleh.

"Perlahan matematika membawa cinta." Dramatis.

"Sehebat-hebatnya kamu, sepintar-pintarnya kamu dalam hal matematika, kamu nggak bakalan bisa menghitung seberapa besarnya sayangku padamu. Karena cintaku tidak dapat dirumuskan lewat rumus matematika apapun."

"Eaaaak," teriak Ino spontan yang kemudian disusul oleh suitan suitan para siswa yang ada disana.

Rona merah pada pipi Hinata sudah menjalar sampai ke telinga.

"Sama seperti matematika, cintaku ke kamu itu ilmu pasti."

"Idih," gumam Sakura geli.

"Eaaa Naruto sosweet banget sih," teriak para siswa riuh.

"Ra, elu kapan?" ucap Ino sedikit menyindir.

"Apaan sih lu." Sakura sebal.

"Satu tambah satu sama dengan dua, aku tambah kamu sama dengan cinta."

"E... Eh Hinata!!"

"PMR!!"

■■■■■■■■■■Fin■■■■■■■■■■


Naruto🍥 : Makanya, mulai sekarang jangan pernah membenci matematika. Siapa tahu aja nih ya, kamu ketemu sama jodoh kamu gara-gara matematika (lirik Hinata😏)

Hinata💜 : Hiih apaan sih 😲😳🙈

Ok, ini sebenarnya curahan hatiku aja, yg setiap pelajaran matematika selalu sok sibuk sendiri biar nggak ditunjuk buat maju ngerjain soal. Kalau udah ditunjuk, didepan ya cuma berdiri doang, nggak ngerjain. Tapi ya nggak se-noob Naruto yang soal aja disalin.


⇨Jumlah kata : 3156
⇨Tgl publikasi : 28/02/2019

#TDFGenEventDFgeneration


See you next time guys 😘

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro