Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

PART 50

by sirhayani

part of zhkansas

PART 50

Baskara tak mengerti apa yang dirasakannya. Hari-harinya berlangsung tak menyenangkan seperti awal kedatangan Bintang. Dia terlalu banyak berpikir. Terlalu banyak mencurigai Bintang. Terlalu takut ditinggalkan sendirian. Pada akhirnya, semua hal itu membuatnya jadi menjaga jarak dari Bintang.

Baskara menghabiskan waktunya lebih banyak untuk tidur hari ini. Dia pikir, dengan tidur akan membuatnya bisa tenang dari pikiran yang mengganggu. Nyatanya, ketika dia bangun di sore hari, suasana hatinya semakin buruk.

Dia tahu bahwa tidur sore membuat suasana hatinya berantakan. Sekarang, kacaunya jadi berkali-kali lipat.

Baskara masih berada di atas tempat tidurnya ketika matahari sudah terbenam sepenuhnya. Bintang tak pernah masuk ke kamarnya sekadar mengetuk pintu apalagi masuk tanpa permisi. Baskara merasa Bintang kecewa padanya yang telah tak peduli dari kekhawatiran Bintang akan mimpi buruk yang dia alami.

Lagipula, semua semakin terdengar aneh. Dan yang membahas hal aneh. Bintang yang juga menceritakan mimpinya yang tak masuk akal tentang dia yang seorang penjelajah waktu. Di mana-mana, mimpi itu memang tak masuk akal. Baskara terlalu memikirkan semuanya karena berpikir dia sedang dipermainkan oleh dua orang asing yang tiba-tiba muncul di hidupnya.

Baskara memejamkan matanya dan kembali tidur. Ketika bangun, dia sudah melihat pemandangan dari lampu-lampu malam kota.

Tok. Tok. Tok.

Baskara segera bangkit untuk membuka pintu kamar. Dia pikir Bintang yang sedang datang, tetapi tak ada siapa-siapa. Ketika melihat ke bawah, ada Dan yang sedang mendongak untuk melihatnya.

"Dan boleh masuk? Dan mau ngomong sesuatu."

"Ah, ya...," balas Baskara, lalu membuka pintunya untuk membiarkan Dan masuk.

Sejak awal Dan memang tidur bersama Bintang. Anak itu menolak tidur bersama Baskara karena ingin tidur bersama mamanya.

Baskara pernah mencurigai bahwa Bintang dan Dan adalah ibu dan anak, tetapi itu tak masuk akal karena tak mungkin Bintang melahirkan di usia 12 tahun. Kecuali Bintang berbohong soal umurnya. Bisa saja umur asli Bintang saat ini lebih dari dua puluh tahun. Luarnya saja yang terlihat remaja.

Pikiran Baskara semakin tak masuk akal karena rasa takut berlebihan akan dibohongi.

Tak sadar Dan sudah naik ke atas tempat tidurnya. Baskara menarik kursi ke dekat tempat tidurnya dan duduk di sana.

"Mau ngomong apa?" tanya Baskara sambil menyandarkan lehernya di atas kursi dan menggerakkan kursi belajar roda itu sambil menghela napas panjang.

"Kata Mama, Dan bakalan pulang kalau masuk ke kamar ini."

Baskara berhenti menggerakkan kursinya dan menatap Dan yang saat ini berdiri di atas tempat tidur.

"Pulang...?" gumam Baskara khawatir. "Ke mana?"

"Kembali pulang ke masa depan."

Baskara menunduk, lalu mengusap wajahnya. Akan tetapi, dia tak bicara setelah mendengar ucapan Dan yang dia pikir hanyalah imajinasi dari seorang anak kecil belaka.

Dan mendekatinya. Karena terlalu jauh, Baskara mencondongkan wajahnya ke dekat Dan. Dia tahu apa yang ingin Dan lakukan, yaitu mencium pipinya seperti biasa.

Cup.

"Jaga Mama baik-baik, ya."

Itu adalah kata-kata terakhir yang sempat Baskara dengar sebelum dia melihat Dan menghilang dari hadapannya.

Malam itu, Baskara melupakan semua hal tentang Dan dalam sekejap.

***

"Bahkan kalau lo mati juga gue nggak akan mau peduli lagi."

Bintang membuka matanya dan merasakan air matanya mengalir di sudut matanya yang belum mengering. Pandangan Bintang tertuju pada langit yang mulai cerah. Dia bangun dari tempat tidur dan memegang kepalanya yang berat dan pusing.

Mimpi buruk yang terasa nyata itu kembali menghantuinya sepanjang tidur. Dia melirik ke samping dan tak menemukan Dan di sana.

Sejak kemarin dia dan Baskara tidak baik-baik saja. Bintang tak tenang melewati hari-hari yang sama dengan kemarin dan ingin segera memperbaiki kesalahpahaman di antara mereka.

Bintang mencari Dan di kamar mandi dan tak menemukan anak itu di sana, lalu menuju pintu dan membukanya. Dilihatnya Baskara sedang berdiri di hadapannya, menatapnya dalam-dalam. Bintang menunduk ragu-ragu untuk mengatakan sesuatu. Dia terkejut ketika Baskara menarik pelan tangannya untuk mendekat, lalu cowok itu memeluknya.

Baskara melingkarkan tangannya di punggung Bintang yang kaku. "Gue kira lo pergi."

Bintang tak bisa menopang tubuhnya sendiri dan menumpu sepenuhnya pada Baskara setelah merasakan kepalanya pusing. Kedua tangannya mencengkeram kaos Baskara, menjadikannya sebagai pelarian dari rasa sakit. Dia sulit bernapas bersamaan dengan serpihan-serpihan ingatan yang perlahan kembali.

Dia ingat pertemuan pertamanya dengan Baskara saat di koridor. Dia ingat siapa Shareen sebenarnya. Dia ingat Arsa. Dia ingat Julie. Dia ingat pernah berpelukan dengan Baskara beberapa kali.

Dia mengingat bahwa dirinya sedang menjelajah waktu dan dirinya yang lain saat ini sedang dalam mempersiapkan diri untuk pindah ke sekolah Baskara.

Hanya saja semua ingatan itu masih samar-samar yang tak bisa dia bedakan dengan mimpi. Namun, di antara semuanya tak ada stau pun ingatan tentang Dan.

"Hiks...." Bintang tak bisa menahan diri untuk tidak menangis. Dia menjauh dari Baskara dan mencari keberadaan Dan di seluruh penjuru ruangan sampai Baskara mengikutinya ke mana-mana karena takut ditinggal sendirian.

Baskara tak mau membiarkan genggaman tangannya pada Bintang lepas.

"Dan ke mana?" tanya Bintang sambil menatap Baskara yang kebingungan setelah mereka berada di kamar Baskara yang menjadi ruang terakhir untuk mencari Dan.

"Dan?" Baskara menangkup wajah Bintang. Ibu jarinya mengusap kedua pipi Bintang yang masih basa. "Kenapa lo cari Dan? Padahal Dan udah lama pergi. Lo masih ngerasa kehilangan kucing itu?"

"Kucing...?" Bintang memegang tangan Baskara. "Bukan kucing, tapi anak laki-laki seumuran adik kamu."

Baskara menaikkan alisnya, bingung. Kemudian dia kembali memeluk Bintang. "Lo habis mimpiin Dan, ya? Makanya keinget lagi?"

Bintang menggeleng dalam pelukan Baskara dan kembali merasakan kepalanya pusing. Saat itu, serpihan kenangan di antara mereka muncul satu per satu. Tak lagi samar, tetapi teringat jelas sampai membuat Bintang menangis tersedu-sedu dan tak bisa berhenti.

Semua yang dia pikir mimpi dua malam berturut-turut ini adalah ingatannya yang hilang. Beberapa bulan lagi Baskara akan menjadi salah satu penumpang pesawat yang mengalami kecelakaan.

Bintang ingin egois untuk mengubah takdir Baskara, tetapi melakukan itu hanya akan merugikan banyak orang.

Bintang tak tahu mengapa Baskara melupakannya di masa depan dan Bintang juga memikirkan Dan yang hilang tiba-tiba. Baskara juga akan melupakannya jika dia kembali.

Namun, bagaimana mungkin dia tidak lupa Dan sementara Baskara tak ingat apa pun mengenai Dan? Bintang tak mengerti dan terus bertanya-tanya pada dirinya sendiri.

Tangisnya semakin memelan saat dia terus berpikir, tetapi dia tak mau lepas dari pelukan Baskara dan tak ingin berhenti memeluk Baskara.

Bintang menduga bahwa Dan juga berasal dari masa depan. Dia tak tahu bagaimana bisa Dan muncul di tempat pertemuan mereka, tetapi Bintang tak punya dugaan lain selain bahwa benar Dan adalah anaknya yang datang dari masa depan karena anak itu bersitegas memanggil Bintang sebagai Mama.

Hanya saja ... siapa ayahnya?

"Dia bukan Papa."

Bintang ingat, Dan sempat mengatakan bahwa Baskara bukan papanya. Dan juga baru memanggil Baskara Papa setelah Baskara memberikan mainan kepada anak itu. Apakah Dan mau memanggil Baskara sebagai papanya karena disuap dengan banyak mainan?

Semakin Bintang memikirkannya, semakin Bintang merasakan sakit di dadanya.

Wajar jika Baskara bukanlah papa dari Dan.

Baskara ... telah meninggal, kan?

"Apa lo masih sesedih itu karena kepergian Dan?" bisik Baskara sambil mengusap punggung Bintang pelan.

"Kucing?" Bintang menggumam.

"Ya? Emang ada Dan yang lain?"

Tangis Bintang semakin pecah, membuat Baskara menjauhkan diri mereka dan menatap cewek itu lekat-lekat.

"Jangan lepas," bisik Bintang sambil melingkarkan tangannya ke pinggang Baskara dan bersandar di dada cowok itu. "Peluk gue dulu."

Baskara terdiam sesaat. "Gue?"

Bintang tahu Baskara heran dengan perubahan dari kata-katanya.

"Lo mimpi buruk apa sampai kayak gini?" tanya Baskara. "Ah, ya. Beberapa hari ini gue ngerasa kita habis keluar. Ke mana, ya? Tapi itu nggak penting sekarang. Yang terpenting sekarang adalah kenapa lo tiba-tiba sedikit berubah dan mau meluk gue kayak gini?"

Bintang tak bisa menjawab.

"Lo tahu?" bisik Baskara. "Semakin lo terus-terusan meluk gue, semakin gue nggak mau kehilangan lo."

Bintang menunduk. "Gue udah inget."

Baskara tak memberikan respons apa pun ketika Bintang sengaja menjeda ucapannya padahal Bintang ingin tahu respons Baskara. Akhirnya, Bintang melanjutkan kata-katanya.

"Kita ... bakalan ketemu beberapa bulan lagi, tapi nggak tahu kapan gue harus pergi."

Baskara menjauh dan menatap Bintang heran. "Lo mau pergi gitu aja?"

"Ya..., gue harus pergi atau ...." Bintang tak bisa menemukan kosa kata yang pas. Bagaimana dia bisa menjelaskan semuanya secara rinci?

Baskara tak akan bisa mengerti.

"Atau apa?" tanya Baskara, menunggu ucapannya.

Bintang menatap matanya lekat-lekat. "Baskara, suatu saat lo nggak akan ingat detail apa pun tentang kenangan kita."

***


 

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro