Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

☘5. Permintaan Jericho☘

Nora menatap Jericho saat mendapati Hosea yang menolak tindakan. Sungguh, baru kali ini ia mendapati pasien dewasa yang sangat tidak kooperatif. Orang pasti tidak akan menyangka, dibalik badan yang kekar itu terpendam ketakutan luar biasa terhadap jarum suntik.

Nora hanya bisa menghela napas. Ia tahu phobia memang tidak bisa disepelekan. Rasa takut berlebihan itu melekat dalam diri pasien. Bila rasa itu dianggap sebelah mata atau bahkan diremehkan, maka pasien justru menutup diri. 

"Mas, saya tidak tahu apa yang Mas alami sehingga Mas mengalami kekhawatiran berlebihan terhadap tindakan yang akan kami lakukan. Tapi, setidaknya Mas bisa berpikir lebih jernih bahwa tindakan ini memang untuk Mas Hosea agar penglihatannya bisa pulih kembali." Nora masih berusaha memberi penjelasan. "Kalau memang tidak mau saya yang merawat kasus Mas Hosea, saya bisa limpahkan pada teman sejawat yang lain."

Hosea tidak menjawab. Ia masih membelakangi Nora dan kini justru menutup semua badan di balik selimut.

Nora tidak bisa berlama-lama. Bibirnya mengerucut, sambil memandang tubuh berselubung selimut itu. "Mas, kalau memang sudah dipikirkan dengan matang, Mas bisa menandatangani inform consent ini. Setuju atau tidak setuju semua adalah hak pasien."

Nora menginstruksikan kepada Linda untuk memberikan lembar inform consent kepada Jericho untuk dipelajari.

"Kalau begitu saya permisi dulu ya? Karena saya harus melanjutkan memeriksa pasien lainnya."

Nora pun akhirnya keluar dari kamar periksa diantar oleh Jericho sampai ke ambang pintu. Lelaki itu mengembuskan napas panjang untuk melepaskan rasa gundah. Sesudah menutup pintu, ia kembali mendekati putranya.

Mata tua Jericho terasa lembab. Ia tidak mengira telah menorehkan luka di batin Hosea akibat keputusan masa lalunya. Hosea dewasa yang mencengkeram badannya itu seperti Hosea kecil yang memeluk kakinya tidak memperbolehkan ia pergi untuk bekerja di Malang.

"Hose, Papi mohon jangan begini. Ikuti kata Dokter Nora. Papi yakin kamu akan sembuh setelah tindakan itu, ehm?"

Hosea tidak menjawab. Pandangan gelap dan nyeri membuatnya frustasi. Ia pun tak ingin takut. Tapi rasa nyeri, kecewa, dan patah hati bersatu membuatnya tak mampu mengendalikan reaksi tubuh.

***
Nora mencuci tangannya setelah pemeriksaan pasien terakhir. Otaknya kembali mengingat peristiwa pertemuannya dengan Hosea. Lelaki itu sekilas tak banyak berubah. Wajahnya masih sama, hanya saja tubuhnya semakin kekar. Namun, siapa sangka tubuh besar itu mempunyai phobia?

Suara ketukan terdengar nyaring saat Nora menarik paper towel dari dispenser. Setelah memutar kran untuk mematikan aliran air, ia berbalik. Senyum terukir di wajah berpipi chubby itu saat melihat Jericho yang ada di ambang pintu.

"Om Jericho, silakan masuk, Om." Nora mempersilakan lelaki berkemeja kotak-kotak itu duduk.

Setelah membuang paper towel di tempat sampah injak berplastik kuning, dokter mata itu menyusul duduk di depan Jericho.

"Bisa saya bantu, Om?" tanya Nora dengan senyum lebar hingga matanya tersembunyi di balik pipi tembamnya.

"Ehm, maaf, Dok—"

"Aduh, Om, panggil aja Nora kaya saya waktu SD dulu."

"Mana bisa begitu." Jericho merasa canggung.

Bibir berliptint merah jambu itu kembali mengurai senyuman. "Bisa lah."

Jericho mendesah sambil menatap Nora yang sudah bertransformasi menjadi wanita dewasa yang anggun dan keibuan.

"Begini … Om belum bisa bujuk Hosea. Apa nggak ada cara lain? Misalnya dengan obat yang dikonsumsi sekarang, apa nggak bisa mengobati lukanya?"

Nora mengembuskan napas halus dengan senyuman yang masih tergambar di wajah. "Om, masalahnya, pada pemeriksaan semalam yang dilakukan dokter residen ditemukan sobekan pada kornea dan kelopaknya. Saya akan usahakan tindakannya dapat meminimalisir komplikasi dan dapat mengembalikan fungsi penglihatannya."

Jericho mencermati informasi Nora dengan saksama. Alisnya mengerut saat memikirkan nasib putra semata wayangnya. "Bagaimana nanti kalau terlambat penanganan?"

"Ruptur kornea termasuk kegawatdaruratan, Om. Sebaiknya segera ditangani agar bisa menyelamatkan fungsi organ mata. Kalau pasien menolak tindakan, kami nggak bisa berbuat apa-apa." Nora menumpukan kedua siku di atas meja kaca. Sambil memutar-mutar pulpen dengan jemari gemuknya, ia memandang sendu lelaki yang wajahnya sudah tergurat begitu banyak kerutan yang menandakan banyaknya asam garam kehidupan yang telah dicecap.

Jericho melipat bibir yang bergetar. Ia mengangkat kacamatanya sedikit untuk menyeka bulir bening yang lolos di pelupuk mata. Entah sejak kapan, Hosea kecilnya yang lucu dan penurut itu berubah menjadi pembangkang sejati. Selalu saja Hosea membuat perasaannya gundah dan cemas.

"Nora, bisa bantu Om?" Jericho mengulurkan tangannya dan memegang tangan Nora yang bertumpu di atas permukaan kaca.

Pulpen Nora terjatuh dari jemarinya. Ia memandang sekilas tangan yang digenggam tangan yang kulitnya berkeriput itu. "Bantu apa, Om?"

"Yakinkan Hosea. Buat dia bisa mengikuti treatment sebelum waktu amannya terlewati"

Nora menelan ludah kasar, karena tenggorokannya tersekat saat mendengar pinta Jericho. Lidahnya kaku tak bisa mengurai kata. Nalarnya ingin menolak, tapi hatinya tak tega saat melihat lelaki tua yang selalu memberinya permen sewaktu kecil itu memandangnya penuh harap.

"Om mohon, Nora."

Pergolakan terjadi di batin Nora. Di sisi lain, Nora tetaplah manusia yang punya rasa marah dan terselip rasa dendam. Namun, sifat mudah kasihan dan tidak tega itu lebih menguasai.

"Baik, Om. Saya usahakan. Tapi saya nggak bisa janji."

Binar di wajah Jericho terurai saat mendengar kesanggupan Nora. 

"Ayo, Om, kalau begitu kita temui Hosea lagi. Siapa tahu saya bisa membujuknya dan secepatnya saya akan hubungi tim OK." Nora berdiri, mendorong kursi sejenak kemudian berjalan memutar meja. 

Jericho ikut bangkit dengan raut semringah. "Makasih, Nora. Om senang sekali Hosea ditangani sama kamu. Om nggak nyangka gadis kecil yang lucu itu udah jadi wanita dewasa yang pintar."

Nora terkekeh. Ia mempersilakan Jericho keluar dari ambang pintu dulu, lalu kembali menutup pintu poli setelah brrpamitan frngan perawat ruangan.

"Kamu sudah menikah?" tanya Jericho.

Nora menggeleng. 

Melihat isyarat gerakan kepala Nora, senyum Jericho mengembang. "Sudah punya pacar?"

Nora mengulum senyum malu-malu. Ia mengangguk sembari menyibakkan anak rambut ke belakang telinganya. 

"Ah, jelaslah sudah punya pacar. Siapa yang menolak cewek cantik, pintar, cerdas, dan baik."

Pipi chubby Nora semakin memerah. "Om bisa saja."

Anak Om tuh yang nolak saya mentah-mentah dulu! Batin Nora.

"Kamu dulu sekolah di mana? Hosea pindah ke Malang sejak SMA."

"SMA Waing, Om"

Mata Jericho membulat. Senyumnya semakin lebar. "Jangan-jangan kalian satu angkatan?"

Nora meringis. "Iya, siapa yang tidak tahu Hosea. Dia kan cowok idola di sekolah. Tapi kami nggak sedekat itu. Mungkin dia juga lupa saya teman seangkatannya."

"Ya, setidaknya Om bisa senang karena Hosea ditangani oleh orang sendiri. Pasti dia mengingatmu."

Keduanya kemudian berjalan menuju ke gedung C lantai 8 untuk menemui Hosea. Dalam perjalanan, Jericho banyak sekali bercerita tentang masa kecil Hosea. Sebuah sisi lain kehidupan Hosea yang sama sekali tak pernah Nora tahu.

"Jadi, Hosea sering berantem dengan Om sejak maminya meninggal?" Nora memperjelas pemahamannya.

"Betul sekali. Terlebih waktu SMA, saat ia mulai mengenal ekskul pencinta alam, Om mulai susah menjangkaunya."

Nora mengerucut bibir seolah ingin menyatukan semua informasi. "Om nggak tahu kalau selama ini dia trauma saat menemani maminya sakratul maut?"

Jericho menggeleng. "Om nggak menyadari. Selama ini Hosea hanya diam saja." Lelaki itu menjeda jalannya. Dia menahan langkah Nora saat mereka sudah hampir tiba di ruang rawat inap Hosea.

"Nora, Om minta tolong berikan perawatan yang terbaik. Bagi Hosea, menikmati keindahan alam adalah separuh hidup. Jangan sampai penglihatannya terenggut dan bisa mengambil kebahagiaannya." Suara Jericho terdengar bergetar. 

Sekali Nora tersenyum. Ia menggenggam tangan Jericho dan mengelusnya dengan lembut. "Om tenang saja. Saya akan usahakan yang terbaik."

💕Dee_ane💕💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro