☘45. Mata Hati☘
Mencari cinta sejati, bagi Nora seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Cinta yang ia pikir karena terbiasa terkalahkan oleh cinta pertama.
Nora akhirnya menyadari cinta pertama belum tentu cinta sejatinya. Dan, dia bersyukur karena bisa menemukan cinta sejati itu di saat Adrien melepas Nora demi kebahagiaannya.
Rencana pernikahan telah disusun hingga tiba waktunya Nora dan Adrien akan diberkati Tuhan menjadi suami dan istri yang sah. Sahabat kecil yang dulu sering membela kala teman-teman menjahili wanita itu, pada akhirnya akan menjadi sahabat sehidup semati.
Di dalam mobil yang membawanya menuju gereja Katedral Malang, tak hentinya Nora, mengucek gaun pengantin putih tulang dengan semburat biru muda yang cerah. Secerah angkasa biru yang menggantungkan awan untuk menaungi terik mentari. Berulang kali pengantin wanita itu menggigit bibir untuk menyembunyikan senyum lebar di wajah agak bulatnya.
Setelah dua puluh menit perjalanan, mobil bergerak masuk ke dalam halaman gereja yang sudah dipenuhi oleh keluarga, sahabat, dan kolega yang ingin mendukung sakramen pemberkatan pernikahanya dengan Adrien. Bahkan Bora dan Amara yang merelakan diri menjadi bridesmaid telah berdiri di depan gereja dengan corsage mawar putih di tangan kiri mereka.
Semua mata memandang mobil pengantin yang mendekat dan akhirnya berhenti di depan gereja. Saat Nora keluar dari mobil, wajah perempuan itu tampak berbinar dengan polesan yang menonjolkan aura kecantikannya menjadi ratu sehari. Berbalut wedding gown rancangan desainer ternama, wanita itu terlihat anggun. Ia disambut oleh tatapan keterpanaan orang-orang yang ada di situ, termasuk dua lelaki yang menjadi cinta pertama dan cinta sejatinya.
Nora tersenyum ke arah Hosea dan Adrien. Namun, Adrien segera mempercepat langkahnya agar Hosea tidak mendekati calon istrinya.
"Tu es belle (Kamu cantik), Ma Cherrie." Adrien memuji dalam bahasa Perancis. Matanya berbinar memindai setiap detail wajah dengan dandanan natural tapi tetap bisa menonjolkan kecantikan Nora.
"Merci, Darling." Nora tersipu menatap Adrien yang gagah. "Kamu juga gagah sekali."
Adrien melipat bibir lalu membungkukkan badan hingga bibirnya berada di samping daun telinga Nora. "Suwun. Siang ini aku gagah, karena siap-siap malam nanti kegagahanku akan menggagahi kamu!"
Mata berbulu lentik yang menantang langit biru, sebiru kemeja Adrien itu, membeliak lebar. Ia menyubit lengan lelaki yang akan menjadi suaminya dalam hitungan jam itu.
Pekikan Adrien tertahan saat cubitan seperti capit kepiting itu dihadiahkan padanya. Lelaki itu meringis dengan mata memerah. Tangannya mengelus otot bisep yang terasa panas.
"Ck, ck, Cherrie, kamu suka dengan kekerasan, ya?" goda Adrien yang membuat Nora memutar bola matanya. Semakin hari, otak Adrien sepertinya semakin berdebu saja.
"Darling, please! Omes banget sih?" Iris hitam kelam itu bergulir di seluruh halaman, berharap tak ada yang mendengar ucapan mesum Adrien.
"Tapi, kamu suka 'kan? Gini-gini aku 'kan cinta sejatimu." Cengiran Adrien disambut rona di pipi Nora.
"Adri, Nora, ayo, siap di depan pintu gereja. Udah mau dimulai tuh!" ujar Rani yang jadi seksi sibuk pernikahan putra tirinya.
Rani mendongak menata ulang dasi dan jas Adrien. Ia meyakinkan penampilan sempurna putra suaminya dari pernikahan pertama.
"Mas, kamu harus bahagia, ya?" Suara Rani bergetar sesudah ia memastikan penampilan Adrien tak bercacat.
"Ma, makasih. Kalau nggak ada Mama Rani yang mengurus semua, persiapan pernikahan ini nggak akan berjalan semulus ini," kata Adrien sambil memandang tulus pada mama tirinya.
Mata Rani berkaca. Sekuat tenaga dia berusaha tidak menangis di hari bahagia Adrien.
"Mama kok nangis sih? Aku ntar dimarahin Papa loh! Diemin Mama selama ini jadinya dikerasin Papa, apalagi bikin Mama nangis." Penghiburan Adrien itu justru membuat air mata Rani ingin meleleh keluar.
Rani menangkup pipi Adrien yang lebih berisi. "Mama bahagia. Sangat bahagia karena akhirnya kamu nemuin kebahagiaanmu."
Nora yang terenyuh melihat hubungan Adrien dan mama tirinya sudah mencair itu memeluk Rani dari samping kanan. Adrien pun tak mau kalah memeluk dua wanita yang kini sangat ia sayangi.
"Ya, kadang saking bahagianya kita menitikkan air mata, dan saat bersedih kita menertawakan kemalangan kita. Mama Rani tenang saja, kami akan berbahagia," kata Nora masih memeluk mama mertuanya.
"Kok malah berpelukan koyo teletubbies ae (kayak teletubbies aja). Ayo, wes katene mulai!" ujar Livia yang menghampiri calon pengantin karena tak juga menempatkan diri.
Adrien mengurai pelukannya dan merasa canggung saat mamanya melihat ia memeluk Rani.
"Ma." Adrien meringis tanggung.
Livia mendekat dan memperbaiki Boutonniere di kerah jas bagian kiri yang dikenakan Adrien.
"Kenapa malah nyengir?" tanya Livia masih memperbaiki bunga yang tersemat di lubang kerah kiri.
"Nggak enak sama Mama aku meluk Mama Rani," jawab Adrien jujur.
Livia terkekeh. "Kenapa? Mama Rani kan mamamu juga walau dia nggak nglahirin kamu. Mama selalu titip kamu ke Mama Rani. Mama Rani juga ngasih tahu kondisi kamu dan Amara karena dulu kan papamu sempet nggak bolehin Mama nemuin kalian."
"Ah, kupikir hubungan kalian nggak bagus." Adrien melirik Rani yang kini sedang membetulkan gaun sang calon mempelai perempuan. Lelaki mendesah panjang sementara Livia masih mengepaskan dasinya di tengah.
"Ma …."
Livia berdeham. "Ada apa, Sayang?"
"Sebelum Adrien menikah, Adri pengin minta maaf karena selama ini Adri sempet membenci Mama." Adrien menatap lekat wanita yang mirip dengannya. Wajah sang mama masih sama. Hanya satu dua kerutan yang menghiasi sekitar mata sehingga meyakinkan Adrien bahwa usia Livia semakin bertambah. Sementara itu, leher jenjang yang sewaktu kecil sering diendus Adrien, kini juga telah sedikit mengendur kulitnya.
Seketika mata Livia berlinang air mata. Dalam sekali kerjap, butir bening itu jatuh di pipi karena sikap manis Adrien padanya. Seolah waktu berputar mundur dan membawanya ke masa Adrien kecil yang selalu membuat wanita itu tertawa bahagia dengan tingkahnya.
"Mama sudah memaafkanmu. Tidak ada seorang ibu yang membenci anaknya, Adrien." Livia tersenyum walau butir bening membasahi pipinya yang masih kencang. "Kebahagiaan Mama sekarang berlipat ganda, karena akhirnya doa Mama terkabul. Adrien–nya Mama sudah kembali."
Adrien mengambil sapu tangan dari saku celana dan menempelkan pelan untuk menyerap air mata di pipi sang mama agar tidak menghapus riasan wajahnya. Ia memutuskan memaafkan mamanya saat ia kehilangan Nora. Ia akhirnya memahami apa yang dirasakan Livia yang tak pernah bahagia saat hidup bersama sang papa.
"Maaf, Ma," kata Adrien sekali lagi.
"Tindakan Mama jangan ditiru, ya? Mama mengingkari janji suci dengan Papa kalian," ujar Livia meraih tangan putranya.
"Aku tahu, Ma. Aku juga nggak pengin mengulangi kesalahan Papa yang nggak bisa menghidupi istri dan anaknya. Sampai Mama kebingungan dan akhirnya menempuh cara yang salah."
Nora terpaksa menyela percakapan anak dan mama itu. "Ma, katanya udah mau mulai?"
"Oh, iya. Jadi lupa, 'kan?" Livia terlihat gugup.
Nora dan Adrien tersenyum. Mama Adrien itu memang mudah sekali bingung. Adrien menyangka karena sifatnya itu, ia mencari jalan pintas. Ya, saat itu Amara sakit dan membutuhkan pertolongan sementara utang menumpuk.
"Ayo, Ma Cherrie." Adrien mengulurkan tangannya dan tangan besar itu disambut tangan mungil Nora.
Mereka akhirnya berjalan menuju altar untuk mengucapkan janji setia dengan senyum yang tak lekang dari wajah keduanya.
Begitu pastor memberkati dan cincin tersemat, Nora bisa bernapas lega. Butiran bening tak berhenti meleleh karena Tuhan menjawab doanya. Siapa yang menyangka sahabat yang selalu ada untuknya sejak ia masih kecil itu adalah jodohnya.
Ada kalanya cinta tak selalu datang dari mata, kemudian turun ke hati. Ada juga cinta yang langsung menyusup dan mematri ke hati karena perhatian yang tak disadari. Ketika merasa cinta karena terbiasa, mata hati meneguhkan dan menuntun ke mana cinta sejati berlabuh.
Dan, di sinilah Nora. Mata hatinya menuntunnya ke cinta yang bias karena terbiasa karena euforia bertemu cinta pertama.
Kini tangannya telah digenggam oleh Adrien yang tersenyum dan memandangnya penuh cinta. Seperti ucapan Pastor Damian dari Jerman dengan yang tak terlalu fasih berbicara bahasa Indonesia.
"Semoga kalian berdua selalu saling memandang dengan wajah penuh cinta. Semoga ikatan cinta kasih kalian berdua yang diresmikan dalam perayaan ini menjadi sumber kebahagiaan sejati. Mempelai pria silakan mencium mempelai wanita."
Saat pastor mempersilakan Adrien mencium Nora, mata Adrien berbinar. Lelaki itu tak menyia-nyiakan kesempatan untuk memberikan kecupan seolah menyematkan materai bahwa Nora adalah pasangan jiwanya di hadapan Tuhan dan kerabat. Ia pun lalu membungkuk dan mengecup mesra bibir wanita yang selalu merajai hatinya.
Bibir mereka beradu dan melumat lembut penuh kerinduan dan cinta. Hingga akhirnya dehaman sang pastor menginterupsi ciuman mereka.
"Je t'aime (Aku cinta kamu), Ma Cherrie." Adrien menempelkan dahinya dengan mengukir senyuman yang membuat debaran di jantung Nora meningkat saling tertawa kecil karena kelepasan.
"Aku tresno marang sliramu (Aku juga cinta), Darling."
❤The end❤
💕Dee_ane💕
Leganya Adrien akhirnya bisa halalin Nora
Nora cantik banget😍😍
Puji Tuhan, akhirnya ceritanya terbit hillal tamat. Saya sadar cerita ini mainstream banget yang mengusung tema cinta segitiga. Semoga kalian terhibur yak.
Spesial saya ucapin buat temen-temen reader yang nggak bisa saya sebutin satu-satu, yang udah baca, vote, dan komen. Terutama Bayikk_Jomblo yang udah pasang cerita ini di ignya. Tengkyu banget, ya, Dear😘
Buat kalian yang berkenan memberi kesan dan pesan buat Adrien, Nora, dan Hosea yang besok masih tayang x-partnya silakan tulis di komen.
Apalah arti seorang author, tanpa reader setianya. Terima kasihhhh banyak ya🥰🥰 Semoga cerita ini bisa menghibur dan bikin happy kalian karena muncul tiap hari.
Habis ini nantikan kisah Sekar dan Angga dalam A Whole New World.
Ini blurbnya :
Sekar, guru sejarah yang tomboy, menolak perjodohan dengan Angga, seorang residen Anestesi, yang selalu menjadi kakak kelasnya dari TK-SMA.
"Walau cowok di dunia ini tinggal Mas Angga, Sekar tidak akan memilih dia jadi suami!"
Nyatanya, semesta menikung, menyeret mereka ke masa lalu dan menikahkan Angga dalam wujud Airlangga remaja, dengan Sekar yang terjebak di tubuh Sekar Galuh berusia 14 tahun. Saat Sekar merasa Angga tak memperhatikannya, Narotama, pengawal Airlangga yang setia menggetarkan hati Sekar dengan kebaikannya.
Bagi Sekar, Narotama adalah sosok pahlawan, sedang Angga adalah sumber kesialan. Bagi Angga, Sekar adalah cinta terpendamnya sejak kecil.
Apakah Sekar akan mengubah sejarah dengan melabuhkan hati pada Narotama alih-alih Airlangga?
Apakah Angga berusaha menggetarkan hati Sekar?
Bagaimana mereka akan bertahan selama pelarian?
"Jangan terbawa perasaan dengan cowok di masa ini. Duniamu adalah di masa depan!"
💕Dee_ane💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro