Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

☘42. Merengkuh Adrien☘

Janjiku kepadamu ....🎶🎵🎵
Mata Hati udah double up ya. Ojo lali komen sing uakih, rek. Tengkyu yak udah dukung cerita mainstream ini. Oh, ya, part ini mengandung yang nanas-nanas. Buat yang masih kecil, silakan skip.

⚘Happy reading⚘

Nora duduk di sisi ranjang sambil mengompres dahi Adrien yang memuai. Sementara itu, Bora masih dengan kostumnya duduk di sofa di salah satu sisi kamar president suite itu.

"Makasih udah ngerawat Adrien ya, Ra." Nora akhirnya membuka suara.

Bora mendecih dengan senyuman miring. Matanya melirik Nora yang kini sibuk memeras handuk kecil untuk meredakan panas Adrien. "Jaga baik-baik Kak Adrien, Kak. Dia bener-bener sayang sama Kak Nora! Setiap hari telingaku jadi pekak mendengar ceritanya tentang Kakak! Ish, ada ya cowok sebucin itu! Ck, ck, ck, Kak Adri … Kak Adri … itu muka buat pajangan apa ya? Heran ada cowok yang nggak sadar kalau gantengnya kebangetan. Diputus Kak Nora, banyak tuh cewek-cewek yang antri."

Bora terkikik kecil kemudian melanjutkan ceritanya. "Kecuali aku!"

Nora menoleh sambil melempar pandangan setajam silet. Sementara itu, mendengar gurauan Bora yang sangat tidak lucu, Adrien hanya memegang tangan Nora. 

"Bora selalu bercandanya nggak banget. Udah, jangan hiraukan." Mata Adrien masih memejam saking pusingnya. 

Nora pun akhirnya tak menanggapi candaan Bora. Ia kembali memperhatikan Adrien.

"Darling, kenapa bisa sakit kayak gini?" tanya Nora tak bisa menyembunyikan kecemasannya. Tangannya mengelus lembut wajah lelaki yang tergolek lemah di ranjang.

Bora tergelak saat mendapati kebucinan hakiki di depan matanya. "Nggilani tenan! Bisa nggak sih biasa aja. Aku bisa mual, muntah nih."

"Ra, kalau nggak suka lihat merem aja! Nggak suka denger, tutup aja telinganya!" Nora tak kalah judes dengan Bora yang sekali buka mulut bikin gerah suasana seolah dia baru melempar bom.

"Ck, aku juga mau pulang. Besok masih harus apel pagi! Tunggu bajuku dianter dulu. Masa iya, aku pakai baju gini? Dah, sono guling-guling berdua. Kak Adrien dua hari ini nggak sempet bikin pisang bollen, jadi puas-puasin aja sama pisangnya Kak Adrien Bollen." Tawa Bora menggaunh disambut seruan Adrien dan pelototan Nora.

"Bora! Udah sana pulang! Lidahmu itu nggak ada filter!" Adrien bahkan menegakkan tubuhnya hingga kain kompresnya jatuh. Mata sipitnya membeliak lebar kala memandang gadis berkemeja putih itu. Beruntung bel kamar berbunyi nyaring sehingga Adrien tak jadi menyemburnya. 

"Tunggu, biar aku yang membukakan!" Nora buru-buru bangkit lalu berjalan cepat menuju pintu.

Setelah menerima baju Bora di dalam plastik dan mengucapkan terima kasih pada pegawai hotel yang mengantar, Nora segera memberikan pada Bora.

"Ish, kalian kek ngusir aku deh?" Bora sok memasang muka memelas. "Emang kalian mau ngapain?"

"Boraaa …." Adrien mendesis sementara tangannya mencengkeram bantal. Detik berikutnya bantal empuk berkurung putih itu sudah terbang dan mendarat di kepala Bora.

"Kak Adri! Ngeselin banget sih!" Bora melirik tajam ke arah Adrien yang wajahnya masih pucat.

"Wes, wes, kono ndang balio (Udah, udah, sana cepet pulang)!" tukas Adrien datar dengan tangan bergerak maju mundur.

Bora mendecih lalu bergegas masuk ke kamar mandi untuk mengganti baju.

Di sisi lain, Nora tertawa kecil melihat interaksi Adrien dan Bora. Adrien melirik tajam Nora sambil mengerutkan dahinya yang berdenyut.

"Kenapa ketawa?" tanya Adrien dengan nada tak suka.

"Aku nggak bisa ngebayangin kalau kalian jadi nikah!" Nora kembali duduk di sisi ranjang masih dengan kikikannya.

"Aku bisa jantungan karena tensiku naik. Anak itu nyebelinnya tingkat dewa. Kami nana pernah ngomong baik-baik." Adrien membaringkan badannya dengan kasar ke atas kasur hingga tubuhnya bergerak naik turun.

"Siapa juga yang mau sama cowok yang bawaannya pisau dapur? Ish, nggak banget!" ledek Bora begitu keluar dari kamar mandi. 

"Gitu-gitu kalau dimasakin, nambah-nambah!" Adrien mencebik.

"Habis enyak sih!" Bora memberikan cengiran. "Ya udah aku pulang. Selamat berpelukan. Pakai pengaman, Kak! Kak Adrien dari dulu pengin bikin Kakak hamil biar kalian direstuin tuh!" 

"Janc*k! Bora, lama-lama tak sumpel congormu pakai kaus kaki bekas!"

Tawa setan Bora menguar. "Aku nggak usah repot-repot diantar."

"Sopo sing katene nganter umak?!" Adrien berharap gadis itu segera keluar karena ia tidak ingin Nora terganggu.

Bora mencibir. "Aku ngomong sama Kak Nora kok. Kakak, aku pulang, ya?"

"Iya. Hati-hati!" Nora tetap duduk di bibir ranjang dan membiarkan Bora keluar sendiri.

"Ra, kamu masih aja bisa ramah sama Bora." Adrien yang masih pusing itu memijit pelipis dengan buku jari tengah yang tertekuk.

"Bora sebenarnya baik. Cuma ternyata ngomongnya aja yang sesukanya." Nora memeras kain handuk hingga gemericik air menggema di seluruh kamar.

"Itu yang aku sukai dari Ma Cherrie." Tangan Adrien mengelus lembut pipi yang terkikis lemaknya, sementara Nora menaruh handuk yang dilipat di dahi Adrien. "Perempuan baik yang nggak pernah dendam."

Nora tersenyum simpul. Tangannya sibuk melipat handuk putih itu dan meletakkan di atas kening Adrien.

"Cherrie, aku kangen. Banget!" Mata Adrien menatap lekat pada gerak-gerik Nora yang ia rindukan. Ia ingin meraup semua ekspresi perempuan itu.

Nora menangkup tangan Adrien yang besar. Matanya kembali berkaca-kaca sambil menatap Adrien dengan penuh cinta.

"Maaf, aku telat menyadari perasaanku. Aku sayang …" Nora menggeleng. "Bukan, aku cinta sama kamu, Darling. Kamu cinta sejatiku."

Dada Adrien mau meledak rasanya saat mendengar lisan Nora. Ia menarik tubuh wanita itu, hingga rubuh di dadanya. Lelaki itu mengecup kepala wanita untuk melampiaskan rasa rindu dan cintanya.

"Kenapa melepasku?" Nora tergugu dalam pelukan Adrien. Matanya terpejam saat menghidui aroma semanis cinnamon yang sangat ia rindukan.

"Karena aku terlalu mencintaimu, Cherrie. Saat aku melihat kamu bisa tersenyum dan tertawa lepas karena Hosea, aku jadi cemburu. Sifat posesifku yang meronta, membuat aku jadi marah dan beringas hingga kamu ketakutan." Adrien semakin mengetatkan pelukannya. "Ketika aku melihat kalian berdua di kafe itu, walau hati kecilku berontak, tapi nalarku selalu berbisik agar detik itu juga melepasmu. Dan, kamu tahu? Melepasmu adalah neraka bagiku. Sedangkan merengkuhmu seperti ini layaknya surga yang memberi bahagia."

Nora mengurai pelukan Adrien dan mengangkat separuh badan untuk menatap wajah pucat yang sedang demam itu. "Maaf, maafkan aku karena mudah banget galau."

Adrien tersenyum tipis sambil menyibak rambut Nora yang menjuntai, ke belakang telinga. "Sekarang bagaimana perasaanmu? Apa masih galau sama Si Medit itu?"

Nora menggeleng. "Terima kasih mewujudkan doaku sewaktu SMA yang membuat aku menyadari betapa aku sangat cinta kamu banget, Darling."

Kepala Nora mendekat perlahan dan mengecup kening yang memijar itu. Sementara itu Adrien memejamkan mata seraya menikmati ciuman yang membuat tubuhnya semakin membara.

***

Bibir mereka kini saling berpagut untuk melepaskan rasa rindu karena lama tidak bertemu. Harum napas yang manis membius Nora hingga ia hanya berpasrah di bawah kungkungan Adrien. Napas wanita itu terengah ketika kekasihnya melumat bibir merahnya.

"Darling, sudah. Hentikan!" Nora terengah dengan detak jantung yang berpacu cepat.

"Aku merindukanmu, Ma Cherrie." Di sela ciuman mereka, Adrien menjawab.

Nora berusaha memalingkan wajah untuk menghindari serangan ciuman yang membuatnya lemah. Sungguh, Nora takut berbuat dosa lagi. Tetapi, sentuhan yang diberikan oleh Adrien, menghipnotisnya. 

"Darling, jangan! Kamu masih sakit!" tolak Nora di mulut, tetapi raganya sedang menikmati pelukan, ciuman serta remasan yang memabukkan.

"Aku bener-bener pengin merengkuhmu, Cherrie. Aku merindukan wajah sayumu sesudah kamu mencecap surga dunia." Rayuan Adrien itu bak ular di Taman Eden yang membujuk Hawa untuk jatuh ke dalam dosa.

"Jangan! Aku pengin kita menahan sampai saatnya Tuhan memberkati," cicit Nora memohon di antara kenikmatan yang Adrien berikan saat lelaki itu mulai melabuhkan bibirnya di bukit yang sintal.

Selanjutnya Nora hanya melenguh kala Adrien berhasil menekan titik sensitif yang menjadi kelemahannya hingga desahan menggema di seluruh ruangan yang membuat embusan AC tak lagi berguna.

"Darling, please!" Dada Nora kembang kempis berusaha memacang nalarnya. Tapi, tubuhnya berkhianat dan mendamba sentuhan Adrien yang lama tak dicecapnya.

Pergolakan hati dan nalar Nora, berpacu dengan dentuman jantung yang terpacu kala ia memekikkan nama Adrien. Lelaki itu sangat mampu membuainya dengan remasan, belaian, dan hisapan.

Nora tergolek lemas sesudah ia merasakan gelenyar yang nikmat dan ledakan hormon cinta yang membuatnya bahagia. Napas wanita itu satu-satu dengan dada polos yang naik turun. Peluhnya merembes karena merasakan panas sekujur tubuhnya akibat perlakuan Adrien yang baru melakukan pemanasan.

"Cherrie, Cherrie …." Belaian Adrien di pipinya membuat mata terpejam Nora terbuka.

"Darling?" Nora menatap sendu.

"Kamu mimpi apa? Kamu pengin aku sentuh ya?" Alis Adrien naik turun hingga akhirnya Nora tersadar semua hanya …

Mimpi!

Nora menggosok mukanya yang memerah untuk menyembunyikan malu karena sudah bermimpi aneh. Melihat rona di pipi yang tembam itu, Adrien justru memeluk dan menciumi pipi Nora karena gemas.

"Cherrieku udah gede nih! Jadi pengin cepet halalin kamu!" 

Gerakan Adrien yang menciumi Nora membuat wanita itu menggeliat kegelian. Ia mendorong Adrien dan menegakkan tubuhnya seraya memeriksa apakah ia masih berpakaian lengkap.

"Semalam kamu nggak ngapa-ngapain aku kan?" Mata Nora memicing sengit. Ia mengubah rasa malunya dengan ekspresi marah.

Adrien tergelak mendapati mimik muka Nora yang semakin menggemaskan. "Nggak lah! Mana kuat pas lagi sakit gini! Pisangku letoy saking demamku terlalu tinggi. Lagian aku udah janji, nggak akan jamah kamu sampai diberkati Tuhan, kalau kita bisa bersatu."

Mata Nora membeliak, mengingat semalam ia ketiduran saat mengompres Adrien. "Ya Tuhan, aku lupa. Kamu udah baikan, Darling?"

Adrien memberikan raut seperti anak kecil sambil mengangguk. 

Perempuan itu mengubah posisi duduk menghadap Adrien. Tangannya terangkat di dahi lelaki yang masih kehilangan rona di wajah.

Embusan panjang dan senyuman tergambar di wajah Nora kala mendapati suhu tubuh Adrien sudah turun. Namun, Adrien justru mengerutkan alis. 

"Emang di punggung tanganmu ada sensor panasnya, Ra?" goda Adrien. "Berapa suhuku?"

"Ih, ketularan Bora deh!" Nora mencibir. Bibirnya mencep karena malu sebagai dokter ia melakukan pemeriksaan tak standard.

Adrien terkekeh. Tapi dua detik berikutnya, tiba-tiba wajahnya berubah menjadi serius. "Ra, setelah sarapan tunggu aku ya. Aku mau delegasiin wewenang dulu ke Asisten Manager–ku. Habis itu kita pulang ke Surabaya buat ngabari Papa."

Wajah Nora terlihat kecut dan tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. "Om Antoinne?" 

Sungguh, Nora takut dengan ayah Adrien. Apa yang terjadi nanti bila Antoinne tahu anaknya memutuskan hubungan dengan putri Universe Group?

💕Dee_ane💕

Pacarku ngganteng, Rek! —Nora

Nora happy bingitz tahu darling udah sehat

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro