Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

☘22. Kegigihan Amara☘

Hosea tersenyum canggung sambil memijat tengkuknya yang tiba-tiba terasa berat seolah ia kejatuhan batu dari langit. Ia tak tahu harus berkata apa. 

Mengucapkan terima kasih? Rasanya aneh. Benar-benar otak Hosea sekarang buntu tak bisa berpikir. Ia sadar telah melakukan kesalahan. 

"Mas, kok diem?" Alis Amara mengernyit. 

Sorot mata yang mendamba itu membuyarkan lamunan Hosea.

"Eh, nggak papa. Kaget aja disukai gadis secantik kamu." 

Tidak!!! Pekikan dalam hati sang arsitek berkumandang di setiap sudut batinnya.  Saat itu Hosea ingin memotong lidahnya! Amara memang cantik, tapi kebiasaannya memberi pujian pada obyek yang indah kini semakin membuatnya terperosok pada jurang kesalahan yang dalam.

Melihat binar ceria dan senyum lebar yang memperlihatkan diamond di gigi gingsulnya itu, Hosea tahu harapan Amara sudah terlambung.

Amara menegakkan tubuh. Dia menggigit sudut bibirnya sambil menyibak anak rambut malu-malu. "Mas Hosea suka sama Ara?"

Keadaan semakin gawat, seolah alarm sedang meraung-raung di kepala laki-laki itu.  Mau dijawab "suka", Hosea takut kesalahpahaman makin parah. Sementara bila dijawab sebaliknya, dia tidak mempunyai perasaan demikian. Hanya diam dan mengurai senyum yang bisa Hosea lakukan. Biarlah Amara mengartikan senyuman yang lebih mirip ekspresi meringis seperti orang menahan perih.

Namun, Amara justru menganggap Hosea berperasaan yang sama, karena detik berikutnya ajakan Amara membuat Hosea semakin gelagapan seperti orang tenggelam. Ya, ia tenggelam dalam keputusan yang salah karena sudah membuat asa Amara terbang tinggi.

Tiba-tiba suara renyah Amara membuyarkan lamunan Hosea lagi. "Mas, kita double date ke Batu yuk malam minggu ini?"

"Double date?" Alis Hosea mengerut.

"Iya. Kita sama Kak Adri dan Kak Nora." Ide itu disampaikan Amara dengan semangat empat lima seperti para pejuang kemerdekaan yang hendak berperang. 

Sedang Hosea hanya bisa melongo. Sekali lagi otaknya berpikir. Iya ... tidak? Kalau tidak, lelaki itu juga bingung memikirkan apa alasannya 

"Ter ... ter ... serah kamu aja." Sungguh, mati kutu Hosea malam itu. Ia merutuki lidahnya sendiri karena mengutarakan hal yang sebaliknya.

***

Amara sangat senang karena idenya disetujui Hosea. Begitu Hosea pulang, Amara segera menghubungi Adrien. Ia bergegas lari ke kamarnya dari serambi. Suara derap langkah kaki yang menggema di seluruh rumah menuai seruan protes dari kedua adik tirinya.

Begitu masuk ke kamar, ia meraih ponsel dan segera mencari kontak Adrien. Nada hubung terdengar dari speaker gawai. Amara merutuk karena Adrien tak segera mengangkatnya. Ia pun lalu mengalihkan dengan voice call sambil menaruh curiga kalau Adrien sedang sibuk melakukan sesuatu dengan Nora. 

Amara masih saja tak percaya, kakaknya sudah merenggut kesucian Nora dan sering melakukan hubungan. Apalagi gadis itu merasa Nora anak yang alim dan lugu, dan Adrien sangat melindunginya.

Saat otaknya membayangkan yang tidak-tidak, suara parau Adrien terdengar disertai gambaran wajah nan lesu."Apa, Ra? Telepon mulu dari tadi?"

"Hayo, kakak ngapain nggak cepet angkat telepon Ara?" Amara menggerak-gerakkan gawainya seolah mencari sesuatu yang tersembunyi di situ.

Suara debas halus berembus dari mulut Adrien. Ia memutar bola matanya. Sejak Nora mengaku dosa di depan adik-adiknya dan sang papa, Amara menjadi ingin tahu dan selalu bertanya saking tidak percaya.

"Ara Sayang, kamu mikir apaan sih? Kakak barusan pulang dari kafe. Kebetulan ada event dan kakak harus pastikan semua lancar."

Amara mencibir. Tapi saat mendapati halaman rumah kontrakan yang menjadi latar belakang Adrien, ia pun percaya.

"Eh, Kak. Sabtu besok ada acara nggak sama Kak Nora?" tanya Amara dengan antusias.

Adrien tak langsung menjawab. Penampakan video di layar gawai Amara buram dan bergerak-gerak. Suara berisik terdengar saat Adrien memutar kunci lalu diikuti derak kasar pintu yang terbuka.

"Kenapa?"

"Ish, ditanyain malah nanya balik!" Amara langsung memanyunkan bibir.

"Kalau longgar kenapa, kalau nggak kenapa?"

Amara berdecak kecal. "Ara mau ngajakin double date sama Mas Hosea."

Mulut Adrien terlihat terbuka lebar di layar berukuran 5.5" milik Amara.

"Ra, kamu suka banget sama Medit?" Suara Adrien meninggi.

"Medit, Medit! Nama bagus-bagus diganti suka-suka!" Bukan Amara namanya kalau tak melawan Adrien. Suaranya pun meninggi dan melengking menjawab sang kakak.

Akhirnya dengkusan halus terdengar dari speaker ponsel Amara. 

"Kak, gimana? Longgar nggak besok Sabtu?" tanya Amara dengan kerjapan mengharap.

"Aku tanya Nora dulu."

"Nggak usah. Biar Ara yang minta sendiri. Makasih! Je t'aime (aku sayang kamu)!"

***

Adrien mendesah kasar sambil mengambrukkan badan jangkungnya di ruang tengah rumahnya yang kecil. Dia duduk malas dengan posisi badan lurus dan lehernya tersandar di sandaran kursi.

Baru saat lelaki itu akan memejamkan mata, gawai berlogo apel tergigit itu berdering. Adrien meraih ponsel yang tadi ia geletakkan begitu saja usai mendapat telepon dari Amara.

"Ya, Ma Cherrie? Jangan bilang kamu setujui ide Amara." Adrien sudah menebak apa yang hendak dikatakan kekasihnya.

"Kok tahu sih aku mau ngomongin itu?"

"Amara udah telepon barusan." Mata Adrien masih terpejam. Ia sangat lelah hari ini karena membuat ragam menu yang dipesan konsumennya untuk acara sore tadi.

"Habisnya Amara minta tolong gitu. Katanya kamu juga udah oke. Aku cuma bilang, 'Aku nurut Kak Adrien aja'."

"Padahal aku bilang mau nanya kamu." Adrien berdecak. "Biar aku bisa nolak dengan alasan kamu sibuk."

Embusan napas kasar dari hidung mancung Adrien kembali terdengar. Sejujurnya ia malas dengan kencan ganda apalagi melibatkan Hosea.

"Darling, aku salah ya? Ya, udah aku telepon balik Amara."

"Nggak usah. Cukup kali ini aja. Mau gimana lagi?"

Begitu panggilan ditutup, Adrien meremas gawai yang pas di genggamannya, hingga buku-buku jarinya memucat. Rahangnya pun mengerat untuk menahan gelegak rasa cemburu yang mulai menyusup di dada.

Kenapa harus Hosea? Arrrgghh!!

***

Amara sudah datang di rumah kontrakan Adrien pada hari Jumat malam setelah mendelegasikan pekerjaan pada manajernya. Biasanya saat weekend, Amara tidak pernah mau pergi karena pesanan catering untuk event sering kali menyita waktu. 

Mengetahui Amara akan datang, Adrien sengaja belum tidur karena menunggu sang adik yang menyetir sendiri dari Surabaya. Saat jarum jam menunjuk pukul 11 malam, deru mesin mobil terdengar memecah keheningan malam. Kala Adrien membuka pintu depan, city car merah Amara sudah terparkir manis di halaman. Lelaki itu segera keluar untuk menyongsong Amara.

"Lama banget sih?" seru Adrien dengan wajah masam begitu melihat Amara keluar dari mobil.

Gadis itu hanya memberikan cengiran sambil menutup pintu mobil. Ia mengambil koper kecil dari kabin belakang. Setelah mengunci pintu melalui central lock, ia segera berjalan cepat sambil menarik koper dan memeluk kakaknya.

"Ara bilang tadi kan nggak usah ditungguin, Kak. Ara ada kunci cadangan yang Kakak kasih kapan lalu itu."  Amara berjinjit ketika merengkuh tubuh Adrien yang setinggi 184 cm.

Adrien melepas pelukan Amara, lalu berkata, "Tetep aja nggak bisa lah, Ra." 

Adrien menangkup pipi tirus sang adik, hingga bibirnya maju ke depan. Amara menepis tangan Adrien. Mulutnya yang manyun, maju beberapa centi ke depan. 

"Kak, Ara bukan anak kecil."

"Gimana Kakak nggak nganggep kamu anak kecil, kalau kamu suka ngerajuk gini?" Adrien terkekeh melihat reaksi Amara.

"Tenang aja, Kak! Setelah ini Kakak nggak pusing jagain Ara, karena ada Mas Hose!" 

Adrien mengerjap. Ia terperqnjat dengan jawaban Amara. Lelaki itu hanya bisa membisu sambil matanya mengikuti punggung Amara yang berlalu begitu saja. 

Hosea akan menjaga Amara? Sungguh, Adrien tidak yakin dengan pikiran polos anak itu. Justru karena anggapan Amara yang lugu, ia mencemaskan adiknya. Adrien takut gadis itu terluka.

Adrien akhirnya membuntuti Amara masuk ke rumah. Setelah mengunci pintu depan, ia segera ke kamar tengah, di mana Amara sedang membungkukkan badan dan sibuk membuka kopernya.

"Kamu ini liburan apa mau minggat? Ke sini dua malam aja bawaannya banyak banget. Bajumu kan ada di lemari?"

Amara memutar bola mata dengan malas. Dengkusan halus terdengar dari mulutnya. Ia lalu menegakkan tubuh, sembari menyibak rambut berkilau yang menjuntai di bahu. "Kakak, Ara kan mau ngedate. Baju yang ada di sini nggak cocok banget buat kencan pertama."

Adrien tersenyum miring. Hatinya miris. Ia semakin yakin Amara jatuh cinta dengan Hosea. 

"Ra, nggak usah terlalu berharap. Santai aja. Kakak takut—"

"Kak, Ara bukan Kakak. Lagian Ara mulai lelah ditanya kapan nikah! Jadi, please jangan bikin Ara mundur karena Ara pengin mencoba menjalin hubungan, oke?"

💕Dee_ane💕

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro