☘20. Dunia Selebar Daun Kelor☘
"Saya Amara." Gadis itu mengulurkan tangannya. Senyumnya sangat manis dengan gingsul di taring kanan yang diberi diamond tooth piercing.
Hosea mengerjap. Matanya seketika bening. Gadis berkulit eksotis itu terlihat seksi dengan balutan midi dress biru donker tanpa lengan. Hosea tak mengenali karena ia membayangkan akan bertemu wanita Eropa yang berkulit pucat.
"Saya Hosea." Hosea menjabat tangan Amara. "Kamu beda dari yang di foto. Aslinya lebih ..." Hosea menjeda saat memikirkan kata pengganti 'seksi'. "cantik." Lelaki itu mengangkat gawai untuk menunjukkan gambar yang dikirim papinya.
Amara melihat sekilas foto dirinya di ponsel Hosea. Gadis itu lalu terkikik. Memang foto yang diberikan kepada Hosea sedikit berbeda walau sama-sama cantik.
"Itu terlalu banyak filter. Adikku yang memilihkan fotonya. Ayo, kita duduk. Aku sudah memilihkan tempat duduk di sudut."
Seperti tuan rumah, Amara mempersilakan Hosea duduk di tempat yang tidak terlalu ramai. Mereka duduk berhadapan dan Hosea memilih duduk membelakangi pintu utama.
Saat Hosea akan mulai membuka percakapan, Amara berdiri lagi. "Mas Hose, itu kakak dan calon kakak iparku udah datang. Nggak keberatan kan mereka gabung sama kita?"
Hosea hanya mengangguk. Malah senang ia tidak canggung bila hanya berdua saja.
Amara melambai memberi tanda keberadaan mereka. Hosea akhirnya ikut bangkit dan berbalik untuk menyambut kakak Amara. Namun, saat berbalik Hosea seperti disambar petir, karena melihat Adrien dan Nora yang berjalan ke arah mereka.
Sungguh, Hosea berharap pandangannya kabur atau ia sedang berhalusinasi. Ia sampai mengerjap berulang kali. Namun, nyatanya semua yang dilihat benar terjadi. Adrien dan Nora juga sama-sama terkejut melihat keberadaannya di situ.
"Kak, ini Hosea Meidiawan, putra Om Jericho dari Smart Construction." Amara memperkenalkan dengan gerakan tangannya.
Adrien dan Hosea bersirobok cukup lama tanpa lisan. Sampai akhirnya kekakuan di antara mereka terjeda saat Adrien membuka suara.
"Aku nggak nyangka ternyata kamu putra rekanan papa. Jadi, papamu yang dibicarakan itu adalah pemilik Smart Construction?" kata Adrien dengan nada dingin.
"Aku juga nggak nyangka ternyata kamu putra founder dan Ceo Livian Group." Hosea tak kalah sinis.
Melihat dua laki-laki yang saling melempar pandangan sinis, Amara lantas menengahi. Ia menarik sang kakak dan Nora untuk duduk di bangku yang tadi ia pakai duduk, kemudian ia mengajak Hosea duduk di depan Adrien dan Nora. Namun, apa yang dilakukan Amara ini justru membuat Hosea tak nyaman karena ia justru duduk tepat di depan Nora.
Amara mengangkat tangan sambil menjentikkan jari untuk memanggil salah satu pelayan kafe. Tak lama kemudian seorang pelayan laki-laki dengan celemek hitam menghampiri mereka.
"Minta buku menunya." Setelah mendapat buku menunya, ia menyodorkan pada Hosea. "Mas mau pesan apa? Ini kafe punya Kak Adrien, dia yang mempunyai resep rahasia sehingga pastrynya punya cita rasa unik dibandingkan toko pastry lain."
Sejujurnya Hosea tidak terlalu menyukai makanan manis. Ia membolak-balik buku itu pada halaman awal, tetapi yang ada hanya pastry yang membuatnya eneg dengan membayangkan rasa manisnya saja.
"Di sini ada penganan dengan citarasa lokal, kalau lidahmu susah dengan makanan Eropa yang berkelas. Ada pisang molen pisang yang aku bungkus dengan kulit pastry dengan isian selai, coklat, atau keju. Ada chicken pastry roll ehm ... ini memang lemper hanya saja nasinya diganti sama pastry. Trus arem-arem sengaja aku bikin ala-ala kimbab. Ada yang bungkus nori atau bungkus telur kek biasa. Buat yang pengin makan nasi."
Hosea mengangguk-angguk. Lidahnya ini benar-benar tidak bisa mengeksplorasi rasa baru. Untuk kencan pertamanya kali ini, lelaki itu memilih jalan aman dengan memesan arem-arem bungkus telur dengan es lemon.
Mengetahui teman kencannya memilih makanan dengan rasa tradisional, maka Amara pun memesan arem-arem nori dan es teh hijau melati. "Kak Nora mau makan apa?"
"Kakak sudah bikinkan pisang bollen buat Kak Nora. Kakakmu kan pecinta bolen," jawab Adrien sengaja menekankan pada kata 'bolen'.
Hosea melirik ke arah Nora yang sengaja menunduk sambil serius membaca tulisan di lembar kertas tebal buku menu. Lelaki itu mendengkus halus saat mendengar kata ambigu yang dilontarkan Adrien.
Setelah pelayan kafe itu berlalu dari mereka, akhirnya kecanggungan kembali menyelimuti. Hosea kembali terdiam karena bingung hendak bicara apa. Sesekali ia melirik ke arah Adrien yang sedang asyik membalas pesan salah satu pelanggan yang memesan kuenya untuk sebuah acara. Sedang Nora memilih menatap pemandangan luar jendela.
"Aku nggak nyangka loh, ternyata Mas Hose itu kenal sama Kak Adri dan Kak Nora." Suara renyah Amara berusaha untuk memecah kebekuan yang menguasai mereka.
"Tahu Medit yang dijodohin sama kamu, mending kamu tolak aja, Ra. Males banget punya adik ipar kaya dia," tukas Adrien sembari meletakkan gawainya.
Hosea membeliak. Kedua alisnya terangkat. Siapa juga yang menyukai Adrien jadi kakak iparnya! Kalau tahu Amara adalah adik Adrien pasti Hosea akan menolak mentah-mentah. Papinya hanya bilang nama gadis yang dijodohkan Ara. Ya, memang Ara panggilan Amara Bollen. Namun, saat Hosea akan membuka mulut untuk mendebat Adrien, Amara sudah bicara lebih dulu.
"Ih, Kak Adri nih! Mentang-mentang di rumah selalu ngerasa ganteng karena cowok sendiri, sekarang nggak mau kesaing gantengnya sama Mas Hosea." Amara terang-terangan membela Hosea di depan Adrien.
Seketika wajah Adrien menjadi masam. Ia kesal ketika adiknya justru membela Hosea.
Melihat kakak dan adik itu berdebat, Nora akhirnya menengahi. "Darling ini ribut aja! Kita jadi ganggu mereka jadinya. Gimana kalau kita pindah aja?" kata Nora berusaha keluar dari situasi yang menyesakkan.
"Jangan!" Serentak Hosea dan Amara menjawab.
"Udah, duduk aja! Amara bisa ngambek. Dari kemarin dia minta aku temenin." Adrien hanya mengembuskan napas. Ia tahu Amara yang ramah itu selalu canggung bila mulai terlibat relasi laki-laki dan perempuan. Setahu Adrien, Amara tidak pernah berpacaran karena gadis itu juga mengalami ketakutan dikhianati sama seperti Adrien. Amara cenderung nyaman dengan kesendirian walaupun usianya sudah menginjak 26 tahun.
"Makasih, ya, Kak! Kakak baik banget. Dari dulu selalu baik sama Ara."
Adrien mendengkus. Kepalan tangan terangkat di depan mulut untuk menutupi pipinya yang merona. Amara selalu mengutarakan apa yang ada di hatinya. Justru hal itu yang selalu membuat Adrien was-was, dan saat mereka kecil, Adrien rela tinggal di Indonesia demi menemani Amara.
"Kak Nora, titip Kak Adrien ya. Awas kalau diselingkuhin!"
Nora tersenyum. "Iyalah. Kakakmu kan selalu ada buat Kakak sejak dulu."
Hati Hosea tercubit. Ia tahu Adrien dekat dengan Nora sejak SMA, karena mereka selalu bersama-sama. Walau pun saat itu Hosea tidak tahu nama gadis bantat yang selalu digandeng Adrien. Hanya saja gadis itu sekarang sudah tumbuh menjadi wanita dewasa yang menarik. Pipinya memang masih tembam, tetapi badannya yang berisi justru terlihat menggemaskan.
"Jadi kalian beneran setuju dengan perjodohan ini?" tanya Adrien mengubah topik pembicaraan.
Amara melipat bibir dengan pipi yang memerah. Tangan yang bertumpu pada permukaan meja itu jarinya saling bertaut gelisah. "Kalau aku sih setuju aja. Mas Hose ternyata macho banget aslinya."
Adrien mengernyitkan alis, lalu memandang Hosea. "Kalau kamu gimana, Dit?"
"Ish, umak koyo ebes e ae (kanu kaya papanya aja)!" dengkus Hosea.
"Kalau kamu nggak sreg, mending jangan dilanjutin deh! Aku nggak pengin adikku menderita gara-gara kamu nggak serius," tandas Adrien memandang tajam Hosea.
Hosea mengembuskan napas lirih. Belum apa-apa sudah ditanya keseriusan. Ingin rasanya ia memaki Adrien. Mana bisa Hosea langsung ditanya tentang kesungguhannya pada Amara pada pertemuan pertama.
Namun, kala teringat bahwa ia patah hati dengan Lyla dan Nora mungkin tak ada salahnya mencoba. Toh Nora sudah bersama Adrien.
"Ya, kalau aku di sini, itu artinya aku mencoba mengenal gadis yang akan dijodohkan denganku bukan?"
Adrien menyipit kala menyelisik mata Hosea. "Kamu yakin?"
Hosea mengangguk, walau hatinya ragu
Detik berikut senyum lebar Amara terurai dari wajah. Matanya berbinar mengetahui jawaban Hosea.
"Kalau kamu berani menyakiti hati adikku, kamu akan aku uleni, Medit! Inget itu!"
💕Dee_ane💕💕
Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro