Chào các bạn! Vì nhiều lý do từ nay Truyen2U chính thức đổi tên là Truyen247.Pro. Mong các bạn tiếp tục ủng hộ truy cập tên miền mới này nhé! Mãi yêu... ♥

☘1. Kapok Lombok☘

Poli mata rumah sakit Lovelette kini sudah sepi pasien. Nora bisa meregangkan otot penatnya setelah seharian bekerja melayani pasien. Hari ini ada tiga jadwal operasi yang cukup menguras konsentrasi dan tenaga. Kalau seperti ini, Nora terasa sangat lapar dan merindukan pisang bolen buatan Adrien, sang kekasih.

Suara kelima jari Nora yang mirip jempol semua beradu di atas keyboard saat ia sedang menginput data pasien terakhir. Masih berkonsentrasi dengan apa yang ia kerjakan, gawai yang tergeletak di meja kerjanya bergetar. Nora melirik dan tersenyum. Ia bisa memastikan kalau Adrien akan mengingatkannya untuk makan. Entah kenapa, pacarnya satu ini paling suka memberinya makan, padahal gadis itu sedang berusaha menurunkan berat badannya.

Setelah menyelesaikan pekerjaan, barulah Nora meraih gawainya untuk membuka pesan sang kekasih.

[Adrien]

Ma Cherie, gimana harimu? Jangan lupa makan. Aku akan bawakan pain au chocolat.

Nora tersenyum miring. Tebakan benar. Jari jempolnya kini segera mengetikkan pesan balasan.

[Nora]

Agak lelah, Darling. Ada tiga operasi hari ini. Btw, gimana jarum timbanganku nggak ke kanan kalau kamu selalu kasih makanan lezat?

[Adrien]

Biar empuk, enak ditowel-towel. Aduh, kasihan Ma Cherie. Kalau gitu, butuh di-charge nih biar tenaga pulih.

Nora mendesah saat membaca kata "di-charge". Selalu saja Adrien mengarahkan pembicaraan ke hal yang tidak seharusnya.

[Nora]

Cukup, Darling. Kamu tahu kita nggak selayaknya seperti itu, bukan?

Namun, pesan Nora hanya bercentang dua tanpa dibalas. Gadis itu menduga pasti kekasihnya itu akan merajuk seperti anak kecil kalau pintanya tidak dituruti.

Nora dan Adrien memang sudah cukup lama berpacaran. Sejak Adrien kembali ke Malang dari Paris untuk mendalami patisserie di Le Cordon Bleu enam tahun lalu, lelaki itu menyatakan ingin jadi kekasihnya. Terang saja Nora terkejut karena tak menyangka lelaki idaman semua wanita itu akan memilih cewek yang berisi alih-alih langsing.

Adrien adalah satu-satunya laki-laki yang menembaknya. Dengan penampilan fisik yang selalu membuat kaum Hawa berdecak, tentu saja Nora tidak berpikir menolak. Rejeki nomplok, pikir Nora waktu itu.

Hanya saja, satu keputusan di masa lalunya membuat Nora tak bisa berkutik.

***

Roda mobil hatchback biru milik Nora berputar membelah keramaian jalanan kota Malang yang padat merayap. Otak Nora saat ini pun memutar kembali kenangan yang selalu ia sesali namun tetap saja ia ulangi. Kapok lombok, kata orang Jawa.

Masih basah di ingatan Nora, saat ia diajak kencan spesial di rumah Adrien. Candle light dinner disiapkan oleh lelaki itu di taman belakang rumah. Suasana remang dengan gemericik air dari kolam taman, menambah romantisme makan malam kali itu.

Seminggu setelah mereka jadian, Adrien menjerat Nora dalam sebuah dosa manis yang membuat Nora melayang. Ia merasa dicintai sepenuhnya sebagai wanita. Sungguh, Adrien yang berdarah Perancis pintar sekali memanjakan lidahnya dengan makanan dan ... french kiss.

Nora takluk saat pelbagai rasa bersatu menggelitik lidah, dan menggetarkan batinnya. Lidah yang awalnya melumat tenderloin steak itu berganti mengecap sajian lidah.

Lidah Adrien yang manis dan ... lembut.

Dari sebuah ciuman, tangan besar Adrien yang pandai mengaduk aduk adonan saat itu beraksi menguleni raga berisi Nora. Gadis itu hanya bisa memejamkan mata saat tangan kekar itu memperlakukan gundukan daging dan lemak di dadanya seperti meremas adonan roti Perancis. Tak hanya itu, keahlian Sang Patissier mengocok bahan pun digunakan untuk mengacau inti tubuh Nora hingga rasa sakit itu berganti lenguhan kenikmatan.

"Ma Cherie, kenapa kamu menangis? Aku menyakitimu?" tanya Adrien begitu mereka berdua selesai mendapatkan pelepasannya. Sebuah kenikmatan yang berbalut rasa nyeri dan terselip ketakutan akan dosa yang dibuat.

"A-aku takut. Kita sudah berlebihan, Darling!" Nora mengusap air matanya, seolah berusaha mengusir sesal.

Adrien mengecup lembut pelipis Nora yang basah. "Nggak. Nggak berlebihan, Ma Cherie. Kini kamu jadi milikku. Hatimu, ragamu. Semua milikku."

***

Lamunan Nora buyar saat mendengar suara klakson mobil di belakangnya. Ia segera memindah gigi mobil maticnya dan menekan pedal gas agar tidak menghambat pengguna jalan lain.

Tak sampai setengah jam, mobil biru itu berhenti di halaman yang cukup luas. Di bahu jalan depan rumah, mobil SUV merah metalik yang sudah terparkir memberi tanda bahwa Adrien ada di rumah.

Nora bergegas turun. Biasanya sang kekasih akan mengantar kue atau roti buatannya yang dititipkan ke pembantu, tapi mengetahui Adrien menunggunya pulang membuat jantung Nora tiba-tiba berdetak kencang. Adrien pasti tak akan melewatkan kesempatan saat mengetahui rumah sepi karena papa dan mamanya pergi ke Surabaya beberapa hari,

"Ma Cherie!" Adrien mengulurkan kedua tangannya saat menyambut Nora yang masuk ke ruang tengah. Senyum manis yang lebar terpasang di wajah lelaki itu.

Nora menghampiri Adrien. Sebuah kecupan mendarat di bibir bulat penuhnya. "Kok ke sini? Kupikir dititipin kaya biasanya ke Mbak Sri."

"Kangen pipi chubby merah kaya ceri. Lagian katanya kamu kurang semangat. Aku siap nge-charge nih."

Nora mendengkus sambil meletakkan begitu saja sling bag di atas sofa. Ia lalu duduk, menyandarkan punggungnya dengan kasar ke sandaran sofa. Tangannya bersedekap di depan dada dengan wajah memberengut.

"Nggak ada 'charge-charge'-an lagi, Darling. Aku udah ketakutan aja kamu main nggak aman. Nggak!" Suara Nora terdengar tegas.

Adrien tersenyum miring. Ia tahu penolakan Nora itu palsu. Sedikit rayuan pasti akan membuat kekasihnya luluh.

Lelaki itu akhirnya duduk mendekati Nora. Ia merangkulkan tangannya di pinggang berisi Nora yang cantik. Bibirnya pun mencium pipi chubby Nora yang menggemaskan. Bagi Adrien, tubuh Nora itu persis brioche yang menggiurkan. Tubuh Nora yang tertutup baju itu sangat fluffy, lembut, dan empuk.

"Darling, jangan dong! Please!" Nora berusaha menghindari Adrien.

"Ehm, bukannya kamu juga menyukainya, Cherie. Aku akan membuatmu rileks sejenak melupakan kepenatan pekerjaanmu." Bujuk rayu Adrien itu serupa ular yang membujuk Hawa di tengah taman Eden.

Nora mencengkeram roknya. Ah! Kenapa juga ia memakai rok hari itu. Rok adalah pakaian yang sangat tidak aman karena tangan dan jemari kekar itu bisa menyelip ke mana-mana.

Mendapati serangan Adrien yang mulai mengecupi lehernya, kuduk Nora meremang. Peluhnya mulai merembes. Jantungnya mulai menggila seiring rutukan dan sumpah serapah karena nyatanya tubuhnya berkhianat.

Sungguh, Adrien sangat pandai mengerti tubuhnya. Seolah lelaki itu tahu letak tombol rahasia yang mampu melumpuhkan Nora sehingga perempuan itu tak berkutik mengikuti naluri purbanya.

***

Dada Nora kembang kempis kala Adrien menggiringnya untuk merasakan nikmatnya surga dunia. Lagi-lagi Nora lemah pada bujukan kenikmatan setan. Nora seperti sudah kecanduan endorphin yang bisa membuatnya melayang dan bahagia.

"Ngeselin! Selalu kayak gini!" Nora memukul punggung Adrien yang mengungkungnya. Bagian tubuh lelaki itu bahkan masih melesak di tubuhnya.

Adrien terkekeh. "Tenang, Cherie. Aku akan menghalalkan kamu."

"Ngomong terus. Nggak ketahuan kapan hilalnya."

"Kamu udah nggak sabar jadi Madame Bollen?" Adrien kembali mencium leher Nora. "Sabar ya. Kamu tahu kan kenapa aku menundanya?"

Nora hanya mengembuskan napas. Sudah sejak tiga tahun lalu mama papanya mengungkit keseriusan hubungannya dengan Adrien. Sudah tiga tahun juga Nora menunggu kesiapan Adrien.

Kini, Nora galau. Apakah Adrien serius atau hanya bermain-main saja dengan hati dan tubuhnya?

Karena lelah menghadapi gempuran Adrien, Nora pun tak lama terlelap dengan sang kekasih yang masih mendekap tubuhnya. Saat sedang menikmati tidurnya, gadis itu mendengar notifikasi panggilan khusus berdering dengan nyaring. Nora tahu yang meneleponnya adalah IGD rumah sakit.

Walau mata berat, Nora berusaha meraup kesadaran. Kalau IGD menelepon, pasti ada kasus mata yang dikonsulkan dan biasanya karena kasus kecelakaan lalu lintas. Nora pun melerai lengan kekar Adrien yang melingkar di tubuh, lalu menegakkan tubuh. Ia membalut tubuh dengan kemeja Adrien yang berserak di lantai kemudian turun dari ranjang untuk menerima panggilan.

"Malam, Dok, maaf mengganggu. Saya mau konsul." Nora hafal suara dokter jaga IGD yang baru saja lulus.

"Gimana?" Kepala Nora meneleng ke kiri, untuk menjepit gawai dengan bahunya. Tangan Nora masih sibuk memasukkan kancing kemeja pada lubangnya.

"Pasien dengan identitas Tuan Hosea Mediawan, umur 31 tahun, datang setelah kecelakaan. KU baik. Kesadaran normal. Tensi 140/90 mmHg, RR 25 kali per menit, HR 110 kali per menit, suhu normal. Mata kanan tertusuk kaca dan mata kiri ... hallo ... Dok? Dokter dengar saya?"

"Iya, iya, lanjutkan!" Otot wajahnya menegang. Ia kini memegang gawai dengan tangan kanannya. Sambil mendengarkan informasi dokter jaga, Nora duduk di kursi di depan meja rias.

"Jadi, pasien datang dengan mata kanan tertusuk kaca dan mata kiri terdapat laserasi palpebra."

"Ok, lakukan rontgen dan CT Scan. Lalu ekstraksi pecahan kacanya. Bisa kan? Saya akan jadwalkan operasi cito besok pagi." Nora berhenti sebentar untuk berpikir. "Medikasi dulu dengan Levocin eye drop, sama injeksi ceftriaxone 50mg per 12 jam. Untuk analgesiknya pakai antarain ⅓ ampul per 8 jam."

"Baik, Dok. Terima kasih."

Begitu sambungan terhenti, Nora menurunkan tangan yang menggenggam gawai. Alisnya mengerut mencerna satu nama.

"Hosea Meidiawan? Dia kan ...?"

💕Dee_ane💕

Nb :

Tensi : Tekanan Darah

RR : Respiratory Rate

HR : Heart Rate

Bạn đang đọc truyện trên: Truyen247.Pro